Kamis, 17 Juli 2014

Konsep Pendidikan dan Misi Profetis



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Istilah Teknis dan Pengertian Profetis
Profetis memiliki arti kenabian, berasal dari bahasa Inggris Prophetical yang mempunyai makna kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal tidak hanya secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.[1]
Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik.[2]
Sehingga disimpulkan bahwa, pendidikan profetik (Prophetic Teaching) adalah suatu metode pendidikan yang selalu mengambil inspirasi dari ajaran nabi Muhammad saw. Prinsip dalam pendidikan profetik yaitu mengutamakan integrasi. Dalam memberikan suatu materi bidang tertentu juga dikaitkan dengan landasan yang ada di Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga tujuan baik duniawi maupun akhirat dapat tercapai.
Adapun tugas-tugas para Nabi adalah untuk menyeru pada kaumnya untuk hanya menyembah Allah SWT, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada kemunkaran. Beberapa dalil yang menunjukkan tugas Nabi adalah:
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïƨB ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS An-Nahl 36).

öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Imron 110)


B.     Konsep Pendidikan Islam
Secara umum pengertian pendidikan Islam juga belum memiliki rumusan yang disepakati oleh seluruh ahli pendidikan Islam. Dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama (First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh King Abdul Aziz University Jeddah pada tahun 1977, belum berhasil merumuskan definisi yang jelas dan disepakati tentang pengertian pendidikan menurut ajaran Islam. Pada bagian rekomendasi, para peserta hanya membuat kesimpulan bahwa pengertian atau definisi pendidikan menurut Islam adalah keseluruhan pengertian yang terkandung dalam istilah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[3]
Menurut Naquib al-Attas, sebagaimana yang dikutib oleh Abdul Aziz, istilah ta’dib merupakan istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan ilmu pendidikan. Istilah tarbiyah menurut pendapatnya dianggap terlalu keras. Karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan. Istilah ta’dib menurut penjelasannya berasal dari kata kerja adabun yang berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakekat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkhis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat mereka. Demikian juga tentang kedudukan seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakekat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohaniah seseorang.[4]
Berdasarkan pengetahuan ini, al-Attas mendefinisikan pendidikan menurut Islam sebagai pengenalan dan pengetahuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kedudukan Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud tersebut. Pengertian singkat tersebut menjelaskan bahwa pendidikan menurut Islam adalah usaha agar manusia mengenali kedudukan Tuhan dalam kehidupan ini.[5]
Sedangkan pendidikan Islam yang didefinisikan Ridha dalam kutipan Abdul Aziz, adalah al-ta’lim yang merupakan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan dalam jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Transmisi ilmu pengetahuan itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis nama-nama segala sesuatu yang diajarkan oleh Allah kepadanya.[6]
Selain Ridha yang juga mengatakan bahwa pendidikan Islam itu identik dengan al-ta’lim adalah Abdul al-Fata Jalal. Menurutnya, dalam kutipan Abdul Aziz, al-ta’lim memiliki makna doktrinasi pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah. Sehingga terjadi tazkiyah al—nafs (penyucian diri atau pembersihan diri) dari manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tak diketahuinya.[7]
Dari uraian pendidikan di atas, maka pendidikan Islam adalah proses bimbingan dari seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah serta pengembangan pemahaman kedua sumber tersebut berdasarkan kepada pemikiran (ra’yu) dan ijtihad.[8]
Adapun salah satu dari ayat-ayat yang menunjukkan tentang pendidikan Islam adalah QS Al-Baqarah ayat 151:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
“Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 151).
Munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya,:
9e@ä3Ï9ur îpygô_Ír uqèd $pkŽÏj9uqãB ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù'tƒ ãNä3Î/ ª!$# $·èŠÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÍÑÈ ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( ¼çm¯RÎ)ur ,ysù=s9 `ÏB y7Îi/¢ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÒÈ ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNà6ydqã_ãr ¼çntôÜx© žxy¥Ï9 tbqä3tƒ Ĩ$¨Y=Ï9 öNä3øn=tæ îp¤fãm žwÎ) šúïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNåk÷]ÏB Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB ÎTöqt±÷z$#ur §NÏ?T{ur ÓÉLyJ÷èÏR ö/ä3øn=tæ öNä3¯=yès9ur tbrßtGöhs? ÇÊÎÉÈ
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS Al-Baqarah: 148 – 150).
 Pada ayat sebelumnya tersebut dijelaskan tentang suatu nikmat yang diberikan oleh Allah, yaitu nikmat peralihan kiblat, dan pada QS Al-Baqarah ayat 151 diterangkan bahwa nikmat tersebut akan disempurnakan lagi dengan datangnya seorang Rasul yang akan mendidik dan memberikan pengetahuan tentang apa yang belum diketahui oleh umatnya.
Munasabah dengan ayat selanjutnya. Setelah Allah menyempurnakan nikmat dengan mendatangkan seorang Rasul, lalu pada ayat selanjutnya Allah memerintahkan agar supaya ingat dan bersyukur kepada-Nya serta melarang ingkar pada nikmat-Nya:
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152).

C.    Hubungan tentang Pendidikan Islam dengan Misi Profetis
Di dalam QS Al-Baqarah ayat 151 di atas, diterangkan bahwasannya Allah telah menyempurnakan nikmatnya dengan mendatangkan Rasul-Nya, yang mana Rasul tersebut akan mengajari para umatnya apa-apa yang belum diketahui mereka dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Ini menunjukkan bahwasannya Allah mengutus rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia untuk menuntun mereka kepada hidayah-Nya, yaitu dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar.
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya’ 107)

Tidak akan tertuntun dengan hidayah itu melainkan orang-orang yang siap menerimanya, walaupun rahmat itu meliputi orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman.[9]
Sesungguhnya manhaj yang dibawa oleh Muhammad saw. merupakan manhaj yang menghendaki kebahagiaan bagi manusia dan menuntun mereka kepada kesempurnaan yang telah ditentukan dalam kehidupan ini.
Risalah terakhir ini datang pada saat akal manusia telah matang. Ia datang membawa kitab yang terbuka untuk semua akal pikiran dalam setiap generasi, yang mencakup seluruh pokok-pokok kehidupan manusia yang tidak akan berubah. Ia selalu siap memenuhi segala kebutuhan manusia yang terus-menerus baru, yang diketahui oleh Allah Pencipta manusia. Dia lebih tahu tentang makhluk-Nya dn Dia adalah Maha Mengetahui dan Maha Meliputi.
Kitab Al-Qur’an ini telah meletakkan pokok-pokok manhaj yang kekal bagi kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah dan baru. Ia membiarkan manusia untuk menyimpulkan hukum-hukum perincian dan cabang-cabang bagian kecil dari hukum itu yang dibutuhkan oleh kehidupannya yang terus tumbuh dan baru. Mereka juga dianjurkan untuk menyimpulkan sarana-sarana pelaksanaan hukum itu sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan dan kebutuhannya, asal jangan sampai berbenturan dengan kaidah-kaidah pokok dari manhaj yang abadi itu.
Sesungguhnya risalah Muhammad saw. merupakan rahmat bagi kaumnya dan bagi seluruh manusia setelahnya. Kaidah-kaidah yang dibawanya kelihatan aneh sekali pada awalnya bagi hati nurani manusia, disebabkan oleh jurang yang jauh antara manhajnya dengan kenyataan hidup dan kondisi ruh masyarakat yang jauh menyimpang. Namun, kemudian manusia sejak itu mendekat sedikit demi sedikit kepada nuansa kaidah-kaidah ini. Sehingga, keanehannya pun berangsur-angsur hilang dari persepsi mereka.[10]
Islam datang membawa seruan untuk kesatuan manusia, yang menghilangkan segala perbedaan jenis kelamin dan perbedaan geografis, agar mereka semua bertemu dalam satu akidah dan satu sistem masyarakat. Perkara ini sangat aneh bagi nurani, pikiran, dan kenyataan manusia pada saat itu. Orang-orang yang berstrata tinggi dan mulia menganggap diri mereka berasal dari sumber kehidupan lain yang tidak sama dengan sumber kehidupan para hamba sahaya.
Islam juga datang untuk menyamakan kedudukan manusia dalam peradilan dan hukum. Selain itu, banyak bukti lain yang menunjukkan bahwa risalah Muhammad saw. merupakan rahmat bagi seluruh manusia, dan bahwasannya Muhammad saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta, baik yang beriman kepadanya maupun yang tidak beriman kepadanya secara sama-sama.
Iniah unsur murni dari rahmat dalam risalah Muhammad saw., yaitu unsur tauhid yang mutlak dan menyelamatkan manusia dari praduga-praduga jahiliyah, beban-beban animisme, dan tekanan khurafat. Unsur inilah yang mampu meluruskan kehidupan dalam kaidahnya yang kokoh. Sehingga, ia menghubungkannya dengan seluruh yang ada, sesuai dengan hukum yang jelas dan sunnah yang tetap. Bukan dengan menurutkan kepada hawa nafsu dan dorongan syahwat. Unsur menjamin manusia untuk bersikap tegak dan tidak tunduk kepada siapapun selain kepada Allah Yang Maha Perkasa.[11]
Dan sebagai salah satu pengajaran, Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan berita gembiara kepada orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan memberi peringatan kepada mereka yang ingkar, agar mereka paham apa yang seharusnya mereka perbuat agar mendapatkan kebahagiaan dunia maupun akhirat, sebagaimana bunyi QS Saba’ ayat 28:
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS Saba’ : 28).
Inilah batas-batas risalah umum bagi manusia seluruhnya. Pemberi berita gembira dan peringatan. Dan, pada batas inilah risalah itu berhenti. Sedangkan, pembuktian berita gembira dan peringatan itu adalah urusan Allah.[12]
šcqä9qà)tƒur 4ÓtLtB #x»yd ßôãuqø9$# bÎ) óOçFZà2 tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÒÈ
Dan mereka berkata: "Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?".

Pertanyaan ini menyiratkan kebodohan mereka tentang fungsi Rasul dan ketidaktahuan mereka tentang batas-batas risalah. Al-Qur’an amat menekankan akidah tauhid. Muhammad saw. tak lain adalah seorang Rasul yang mempunyai tugas tertentu, dan beliaupun menjalankannya.
Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an hidup dan manusia yang terhindar dari dosa. Di dalam sebuah hadits pun diterangkan bahwasannya Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak. Untuk itu, alangkah baiknya kita mencontoh akhlak beliau dalam kehidupan sehari-sehari.





[1] http://nuqynurqoyyimah.blogspot.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-a.html diakses pada Rabu, 19 Maret 2014 pukul 19.42 WIB.
[2] http://misteriyana.wordpress.com/2013/06/05/pendidikan-profetik/ diakses pada Ahad, 23 Maret pukul 11.54 WIB.
[3] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 7.
[4] Ibid, hlm 8.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid, hlm. 9.
[8] Ibid.
[9] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 15, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 138.
[10] Ibid, hlm 139.
[11] Ibid, hlm. 140.
[12] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 18, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 183.

Like Me :)

Konsep Pendidikan dan Misi Profetis



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Istilah Teknis dan Pengertian Profetis
Profetis memiliki arti kenabian, berasal dari bahasa Inggris Prophetical yang mempunyai makna kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal tidak hanya secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.[1]
Secara definitif, pendidikan profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik.[2]
Sehingga disimpulkan bahwa, pendidikan profetik (Prophetic Teaching) adalah suatu metode pendidikan yang selalu mengambil inspirasi dari ajaran nabi Muhammad saw. Prinsip dalam pendidikan profetik yaitu mengutamakan integrasi. Dalam memberikan suatu materi bidang tertentu juga dikaitkan dengan landasan yang ada di Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga tujuan baik duniawi maupun akhirat dapat tercapai.
Adapun tugas-tugas para Nabi adalah untuk menyeru pada kaumnya untuk hanya menyembah Allah SWT, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada kemunkaran. Beberapa dalil yang menunjukkan tugas Nabi adalah:
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïƨB ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS An-Nahl 36).

öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Imron 110)


B.     Konsep Pendidikan Islam
Secara umum pengertian pendidikan Islam juga belum memiliki rumusan yang disepakati oleh seluruh ahli pendidikan Islam. Dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama (First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh King Abdul Aziz University Jeddah pada tahun 1977, belum berhasil merumuskan definisi yang jelas dan disepakati tentang pengertian pendidikan menurut ajaran Islam. Pada bagian rekomendasi, para peserta hanya membuat kesimpulan bahwa pengertian atau definisi pendidikan menurut Islam adalah keseluruhan pengertian yang terkandung dalam istilah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[3]
Menurut Naquib al-Attas, sebagaimana yang dikutib oleh Abdul Aziz, istilah ta’dib merupakan istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan ilmu pendidikan. Istilah tarbiyah menurut pendapatnya dianggap terlalu keras. Karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan. Istilah ta’dib menurut penjelasannya berasal dari kata kerja adabun yang berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakekat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkhis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat mereka. Demikian juga tentang kedudukan seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakekat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohaniah seseorang.[4]
Berdasarkan pengetahuan ini, al-Attas mendefinisikan pendidikan menurut Islam sebagai pengenalan dan pengetahuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kedudukan Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud tersebut. Pengertian singkat tersebut menjelaskan bahwa pendidikan menurut Islam adalah usaha agar manusia mengenali kedudukan Tuhan dalam kehidupan ini.[5]
Sedangkan pendidikan Islam yang didefinisikan Ridha dalam kutipan Abdul Aziz, adalah al-ta’lim yang merupakan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan dalam jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Transmisi ilmu pengetahuan itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis nama-nama segala sesuatu yang diajarkan oleh Allah kepadanya.[6]
Selain Ridha yang juga mengatakan bahwa pendidikan Islam itu identik dengan al-ta’lim adalah Abdul al-Fata Jalal. Menurutnya, dalam kutipan Abdul Aziz, al-ta’lim memiliki makna doktrinasi pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah. Sehingga terjadi tazkiyah al—nafs (penyucian diri atau pembersihan diri) dari manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tak diketahuinya.[7]
Dari uraian pendidikan di atas, maka pendidikan Islam adalah proses bimbingan dari seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah serta pengembangan pemahaman kedua sumber tersebut berdasarkan kepada pemikiran (ra’yu) dan ijtihad.[8]
Adapun salah satu dari ayat-ayat yang menunjukkan tentang pendidikan Islam adalah QS Al-Baqarah ayat 151:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
“Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 151).
Munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya,:
9e@ä3Ï9ur îpygô_Ír uqèd $pkŽÏj9uqãB ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù'tƒ ãNä3Î/ ª!$# $·èŠÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÍÑÈ ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( ¼çm¯RÎ)ur ,ysù=s9 `ÏB y7Îi/¢ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÒÈ ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNà6ydqã_ãr ¼çntôÜx© žxy¥Ï9 tbqä3tƒ Ĩ$¨Y=Ï9 öNä3øn=tæ îp¤fãm žwÎ) šúïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNåk÷]ÏB Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB ÎTöqt±÷z$#ur §NÏ?T{ur ÓÉLyJ÷èÏR ö/ä3øn=tæ öNä3¯=yès9ur tbrßtGöhs? ÇÊÎÉÈ
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS Al-Baqarah: 148 – 150).
 Pada ayat sebelumnya tersebut dijelaskan tentang suatu nikmat yang diberikan oleh Allah, yaitu nikmat peralihan kiblat, dan pada QS Al-Baqarah ayat 151 diterangkan bahwa nikmat tersebut akan disempurnakan lagi dengan datangnya seorang Rasul yang akan mendidik dan memberikan pengetahuan tentang apa yang belum diketahui oleh umatnya.
Munasabah dengan ayat selanjutnya. Setelah Allah menyempurnakan nikmat dengan mendatangkan seorang Rasul, lalu pada ayat selanjutnya Allah memerintahkan agar supaya ingat dan bersyukur kepada-Nya serta melarang ingkar pada nikmat-Nya:
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152).

C.    Hubungan tentang Pendidikan Islam dengan Misi Profetis
Di dalam QS Al-Baqarah ayat 151 di atas, diterangkan bahwasannya Allah telah menyempurnakan nikmatnya dengan mendatangkan Rasul-Nya, yang mana Rasul tersebut akan mengajari para umatnya apa-apa yang belum diketahui mereka dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Ini menunjukkan bahwasannya Allah mengutus rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia untuk menuntun mereka kepada hidayah-Nya, yaitu dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar.
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya’ 107)

Tidak akan tertuntun dengan hidayah itu melainkan orang-orang yang siap menerimanya, walaupun rahmat itu meliputi orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman.[9]
Sesungguhnya manhaj yang dibawa oleh Muhammad saw. merupakan manhaj yang menghendaki kebahagiaan bagi manusia dan menuntun mereka kepada kesempurnaan yang telah ditentukan dalam kehidupan ini.
Risalah terakhir ini datang pada saat akal manusia telah matang. Ia datang membawa kitab yang terbuka untuk semua akal pikiran dalam setiap generasi, yang mencakup seluruh pokok-pokok kehidupan manusia yang tidak akan berubah. Ia selalu siap memenuhi segala kebutuhan manusia yang terus-menerus baru, yang diketahui oleh Allah Pencipta manusia. Dia lebih tahu tentang makhluk-Nya dn Dia adalah Maha Mengetahui dan Maha Meliputi.
Kitab Al-Qur’an ini telah meletakkan pokok-pokok manhaj yang kekal bagi kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah dan baru. Ia membiarkan manusia untuk menyimpulkan hukum-hukum perincian dan cabang-cabang bagian kecil dari hukum itu yang dibutuhkan oleh kehidupannya yang terus tumbuh dan baru. Mereka juga dianjurkan untuk menyimpulkan sarana-sarana pelaksanaan hukum itu sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan dan kebutuhannya, asal jangan sampai berbenturan dengan kaidah-kaidah pokok dari manhaj yang abadi itu.
Sesungguhnya risalah Muhammad saw. merupakan rahmat bagi kaumnya dan bagi seluruh manusia setelahnya. Kaidah-kaidah yang dibawanya kelihatan aneh sekali pada awalnya bagi hati nurani manusia, disebabkan oleh jurang yang jauh antara manhajnya dengan kenyataan hidup dan kondisi ruh masyarakat yang jauh menyimpang. Namun, kemudian manusia sejak itu mendekat sedikit demi sedikit kepada nuansa kaidah-kaidah ini. Sehingga, keanehannya pun berangsur-angsur hilang dari persepsi mereka.[10]
Islam datang membawa seruan untuk kesatuan manusia, yang menghilangkan segala perbedaan jenis kelamin dan perbedaan geografis, agar mereka semua bertemu dalam satu akidah dan satu sistem masyarakat. Perkara ini sangat aneh bagi nurani, pikiran, dan kenyataan manusia pada saat itu. Orang-orang yang berstrata tinggi dan mulia menganggap diri mereka berasal dari sumber kehidupan lain yang tidak sama dengan sumber kehidupan para hamba sahaya.
Islam juga datang untuk menyamakan kedudukan manusia dalam peradilan dan hukum. Selain itu, banyak bukti lain yang menunjukkan bahwa risalah Muhammad saw. merupakan rahmat bagi seluruh manusia, dan bahwasannya Muhammad saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta, baik yang beriman kepadanya maupun yang tidak beriman kepadanya secara sama-sama.
Iniah unsur murni dari rahmat dalam risalah Muhammad saw., yaitu unsur tauhid yang mutlak dan menyelamatkan manusia dari praduga-praduga jahiliyah, beban-beban animisme, dan tekanan khurafat. Unsur inilah yang mampu meluruskan kehidupan dalam kaidahnya yang kokoh. Sehingga, ia menghubungkannya dengan seluruh yang ada, sesuai dengan hukum yang jelas dan sunnah yang tetap. Bukan dengan menurutkan kepada hawa nafsu dan dorongan syahwat. Unsur menjamin manusia untuk bersikap tegak dan tidak tunduk kepada siapapun selain kepada Allah Yang Maha Perkasa.[11]
Dan sebagai salah satu pengajaran, Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan berita gembiara kepada orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan memberi peringatan kepada mereka yang ingkar, agar mereka paham apa yang seharusnya mereka perbuat agar mendapatkan kebahagiaan dunia maupun akhirat, sebagaimana bunyi QS Saba’ ayat 28:
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS Saba’ : 28).
Inilah batas-batas risalah umum bagi manusia seluruhnya. Pemberi berita gembira dan peringatan. Dan, pada batas inilah risalah itu berhenti. Sedangkan, pembuktian berita gembira dan peringatan itu adalah urusan Allah.[12]
šcqä9qà)tƒur 4ÓtLtB #x»yd ßôãuqø9$# bÎ) óOçFZà2 tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÒÈ
Dan mereka berkata: "Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?".

Pertanyaan ini menyiratkan kebodohan mereka tentang fungsi Rasul dan ketidaktahuan mereka tentang batas-batas risalah. Al-Qur’an amat menekankan akidah tauhid. Muhammad saw. tak lain adalah seorang Rasul yang mempunyai tugas tertentu, dan beliaupun menjalankannya.
Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an hidup dan manusia yang terhindar dari dosa. Di dalam sebuah hadits pun diterangkan bahwasannya Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak. Untuk itu, alangkah baiknya kita mencontoh akhlak beliau dalam kehidupan sehari-sehari.





[1] http://nuqynurqoyyimah.blogspot.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-a.html diakses pada Rabu, 19 Maret 2014 pukul 19.42 WIB.
[2] http://misteriyana.wordpress.com/2013/06/05/pendidikan-profetik/ diakses pada Ahad, 23 Maret pukul 11.54 WIB.
[3] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 7.
[4] Ibid, hlm 8.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid, hlm. 9.
[8] Ibid.
[9] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 15, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 138.
[10] Ibid, hlm 139.
[11] Ibid, hlm. 140.
[12] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 18, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 183.
Blog Design by W-Blog