A. Pengertian Variabel dan Indikator
Secara teoritis
variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang
mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan
obyek lain. Dinamakan variabel karena ada variasinya. Misalnya berat badan
dapat dikatakan variabel, karena berat badan sekelompok orang itu bervariasi
antara satu orang dengan yang lain. Jadi kalau peneliti akan memilih variabel
penelitian, baik yang dimiliki obyek, maupun bidang kegiatan dan keilmuan
tertentu, maka harus ada variasinya.[1]
Istilah variabel
merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian,
F.N. Kerlinger
menyebut variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin.
menyebut variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin.
Sutrisno Hadi
mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi misalnya jenis kelamin,
karena jenis kelamin mempunyai variasi: laki-laki – perempuan : berat badan,
karena ada berat 40 kg, dan sebagainya. Gejala adalah objek penelitian,
sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan di sini bahwa variabel
penelitian adalah suatu sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.[2]
Adapun pengertian
indikator menurut para pakar:[3]
1. Indikator
adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi dan umurnya
adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut ( Wilson, 1993).
2. Indikator
adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan
situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3. Indikator
adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak
langsung (WHO, 1981).
B. Macam-Macam Variabel
Variabel
dapat dibedakan atas yang kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel
kuantitatif misalnya luas kota, umur, banyaknya jam dalam sehari, dan
sebagainya. Contoh variabel kualitatif misalnya memakmurkan kepandaian.
Lebih
jauh variabel kuantitatif diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu variabel
diskrit dan variabel kontinum (discrete and continous).[4]
1.
Variabel diskrit: disebut juga variabel nominal
atau variabel kategorik karena hanya dapat dikategorikan atas dua kutub yang
berlawanan yakni “ya” dan “tidak”. Misalnya ya wanita atau dengan kata lain:
“wanita – pria”, “hadir – tidak hadir”, “atas – bawah”. Angka-angka digunakan dalam variabel dikrit
ini untuk menghitung, yaitu banyaknya pria, banyaknya yang hadir dan
sebagainya. Maka angka dinyatakan sebagai frekuensi.
2.
Variabel
kontinum: dipisahkan menjadi 3 variabel kecil yaitu:
a. Variabel
ordinal, yaitu variabel yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya panjang,
kurang panjang, pendek. Untuk sebutan lain adalah variabel “lebih kurang”
karena yang satu mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain.
Contoh: Ani terpandai, Siti pandai,
Nono tidak pandai.
b. Variabel
interval, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibanding dengan variabel
lain, sedang jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti. Misalnya:
Suhu udara di luar 310 C. Suhu tubuh kita 370 C. Maka selisih suhu
adalah 60
C.
Jarak Semarang – Magelang 70 km,
sedangkan Magelang – Yogya 101 km. Maka selisih jarak Magelang – Yogya, yaitu
31 km. Dibandingkan dengan variabel ordinal, jarak dalam variabel ordinal tidak
jelas. Jarak kepandaian antara Ani dan Siti tidak dapat diukur.
c. Variabel
ratio, yaitu variabel perbandingan. Variabel ini dalam hubungan antar-sesamanya
meruapakan “sekian kali”.
Contoh:
Berat pak Karto 70 kg, sedangkan
anaknya 35 kg. Maka pak Karto beratnya dua kali berat anaknya.
Kembali pada variabel
diskrit, variabel diskrit bukan hanya hasil hitungan, tetapi juga penomoran. Nomor
telepon misalnya, dapat digolongkan dalam variabel diskrit. Tinjauannya adalah
karena nomor telepon tidak menunjukkan “lebih – kurang”, “jarak”, atau “sekian
kali”. Jika nomor telepon pak Sosro 8000
dan
nomor telepon pak Noto 4000, tidak dapat diartikan:
a.
Nomor telepon
pak Sosro lebih banyak daripada nomor telepon pak Noto.
b.
Nomor telepon
pak Sosro berjarak 4000 dari nomor telepon pak Noto.
c.
Nomor telepon
pak Sosro dua kali nomor telepon pak Noto.
Berdasarkan
uraian tersebut, maka untuk mudahnya mengingat-ingat:
a.
Variabel diskrit
diberi simbol laki-laki perempuan dan gambar telepon.
b.
Variabel ordinal
diberi simbol gambar 3 orang yang berbeda tingginya.
c.
Variabel
interval diberi simbol gambar termometer.
d.
Variabel ration
diberi simbol gambar kayu penggaris.
Jika kita menghendaki,
variabel kontinum dapat diubah menjadi variabel diskrit dengan cara
mengklasifikannya menjadi “ya” dan “tidak”.
Cara:
1.
Menentukan batas
misalnya nilai rata-rata, maka angka di atas rata-rata: diberi “ya”, dan selain
nilai itu diberi “tidak”.
2.
Mengambil satu
nilai diberi “ya”, dan dan selain nilai itu diberi “tidak”.
Contoh:
Nilai bahasa indonesia berjarak
antara 3 dan 9 (variabel interval), variabel ini dapat dibuat diskrit dengan
mengambil misalnya nilai 7 sebagai “ya”, dan selain nilai itu (di atas atau di
bawahnya) diberi “tidak”.
Menurut hubungan antara
satu variabel dengan variabel yang lain macam-macam variabel dalam penelitian
dapat dibedakan menjadi:[5]
1.
Variabel
Independen
Variabel
ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas
adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam SEM (Structural
Equation Modeling) / Pemodelan Persamaan Struktural, variabel independen
disebut variabel eksogen.
2. Variabel Dependen
Variabel
ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) / Pemodelan Persamaan
Struktural, variabel dependen disebut variabel indogen.
Contoh
bagan hubungan variabel independen – dependen.
|
|
||||||
3. Variabel Moderator
Variabel
yang mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel
ini disebut dengan variabel independen kedua. Contoh: Hubungan motivasi dan
prestasi belajar akan semakin kuat bila peranan guru dalam menciptakan iklim
belajar sangat baik, dan hubungan semakin rendah bila peranan guru kurang baik
dalam menciptakan iklim belajar.
Contoh
bagan hubungan variabel independen – moderator, dependen.
4.
Variabel
Intervening
Variabel
yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan
dependen, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan
variabel penyela/antara yang terletak diantara variabel independen dan
dependen, sehingga independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya/timbulnya
variabel dependen.
Pada
contoh berikut dikemukakan bahwa tinggi rendahnya penghasilan akan mempengaruhi
secara tidak langsung
terhadap harapan hidup (panjang pendeknya umur). Dalam hal ini variabel
antaranya, yaitu yang berupa gaya hidup seseorang. Antara variabel penghasilan
dengan gaya hidup, terdapat variabel moderator, yaitu budaya lingkungan tempat
tinggal.
Contoh
bagan hubunga variabel independen – moderator – Itervening, dependen.
5. Variabel Kontrol
Variabel
yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen
terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak teliti.
Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian
yang bersifat membandingkan, melalui peta konsep.
Contoh
bagan hubungan variabel independen – kontrol, dependen.
Pada
kenyataannya, gejala – gejala sosial itu meliputi berbagai macam variabel
saling terkait secara simultan baik variabel independen, dependen, moderator,
dan intervening, sehingga penelitian yang baik akan mengamati semua variabel
tersebut. Tetapi karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti
sering hanya memfokuskan pada beberapa variabel penelitian saja, yaitu pada
variabel independendan dependen. Dalam penelitian kualitatif hubungan antara
semua variabel tersebut akan diamati, karena penelitian kualitatif berasumsi
bahwa gejala itu tidak dapat diklasifikasikan, tetapi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan (holistic).
C. Variabel dan Data
Sekali lagi, variabel
adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Sedangkan data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa
fakta ataupun angka. Dari sumber SK
menteri P dan K No. 0259/U/1997 tanggal 11 juli 1997 disebutkan bahwa data
dalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan umtuk menyusun suatu
informasi. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk
suatu keperluan.
Sesuai dengan macam
atau jenis variabel, maka data atau hasil pencatatannya juga mempunyai jenis
sebanyak variabelnya. Dengan demikian maka:[6]
1.
Data dari
variabel diskrit disebut data diskrit, berupa frekuensi.
2.
Data dari
variabel kontinum disebut data kontinum, berupa tingkatan, angka berjarak atau
ukuran.
Bagi peneliti yang
menginginkan mengolah data dengan metode statistik, maka datanya harus berupa
angka-angka.
Contoh:
Apabila
datanya merupakan data kualitatif, misalnya: sangat bagus, bagus, cukup, jelek,
jelek sekali, maka data tersebut diberi simbol angka misalnya: sangat bagus 5,
bagus 4, cukup 3, jelek 2, dan jelek sekali 1. Tetapi ingat, 5,4,3,2,1 hanya
simbol yang menunjukkan urutan tingkatan karena datanya berupa data ordinal.
Demikian juga jika ingin mengubah data
tersebut menjadi data diskrit karena akan diolah dengan teknik tertentu, maka
hanya diberi 2 macam simbol. Misalnya “sangat bagus” diberi simbol 1, yang lain
(tidak perlu ditingkatannya) diberi simbol 0 atau angka lain. Boleh saja kita memberi
simbol 2 untuk “sangat bagus” dan simbol 1 untuk yang lain, tetapi tidak
berarti bahwa 2 adalah dua kali 1. Angka-angka tersebut hanya simbol untuk
memisahkan menjadi dua bagi data yang ada.
D. Variabel sebagai Objek Penelitian
Apabila seorang
peneliti ingin menyelidiki apakah benar bahwa susu menyebabkan badan menjadi gemuk,
maka yang menjadi objek penelitiannya adalah susu dan berat badan orang. Maka
susu dan berat badan merupakan variabel penelitian.
Dalam penelitian
seperti ini, sebaiknya peneliti menggunakan pendekatan eksperimen. Kelompok eksperimen
adalah orang-orang yang minum susu, sedangkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding adalah orang-orang yang tidak diberi minum susu. Banyaknya susu yang
diberikan kepada kelompok eksperimen ditakar dengan ukuran liter, maka
variabelnya berbentuk variabel kontinum. Sedangkan tambah tidaknya berat badan,
diukur dengan ukuran kilogram, variabelnya juga variabel kontinum (ratio).[7]
Peneliti lain ingin
menyelidiki besarnya kesadaran masyarakat bagi orang-orang yang mendapatkan P4.
Dalam hal ini maka nilai penataran P4 dan kesadaran masyarakat merupakan
variabel penelitian. Baik nilai penataran P4 maupun kesadaran bermasyarakat
dapat diukur, digambarkan dalam bentuk angka dan dikategorikan sebagai variabel
interval. Dari kedua contoh penelitian ini, kita tahu bahwa kesamaannya, yaitu
sama-sama melihat pengaruh sesuatu treatment, maka ada variabel yang
mempengaruhi dan variabel akibat. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel
penyebab, variabel bebas atau independent variable (X). Sedangkan
variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel terikat atau dependent
variable (Y).
Dalam penelitian I,
susu merupakan variabel bebas dan berat badan merupakan variabel akibat.
Sedangkan dalam penelitian II, nilai penataran P4 merupakan variabel bebas dan
kesadaran bermasyarakat merupakan variabel terikat.
Dalam contoh dua
penelitian di atas, susu dan penataran P4 sebagai independent variables merupakan
variabel tunggal. Demikian pula berat badan dan kesadaran bermasyarakat,
keduanya merupakan variabel tunggal. Sebagai contoh eksperimen yang lebih dari
satu variabelnya adalah sebagai berikut:
Pengaruh lingkungan
belajar terhadap prestasi belajar murid.
Dalam hal ini variabel
lingkungan belajar diartikan terdiri dari lingkungan belajar di rumah sebagai
satu variabel atau sub-variabel dan lingkungan belajar di sekolah sebagai
variabel (sub-variabel) lain. Barangkali kalau akan lebih teliti lagi kita
dapat memperhatikan lingkungan belajar di masyarakat atau pergaulan sebagai
variabel (sub-variabel) ketiga. Berikut ini adalah contoh eksperimen dengan
variabel terikat lebih dari satu.[8]
Pengaruh frekuensi
mengikuti praktikum terhadap kemampuan mengajar. Yang menjadi variabel terikat
di dalam penelitian ini adalah kemampuan mengajar, yang nilainya diperinci
atas: kemampuan membuat persiapan tertulis dan kemampuan mengajar di kelas.
Jadi, secara terpisah ada dua variabel. Apabila dikehendaki lebih teliti,
kemampuan mengajar di depan kelas dapat diperinci lagi menjadi kemampuan
membuka pelajaran, mengajarkan materi dalam inti mengajar, menutup pelajaran,
kemampuan menggunakan alat, kemampuan mengelola kelas, mengevaluasi murid dan
sebagainya.
Pentingnya Memahami Variabel
Memahami variabel dan
kemampuan menganalisis atau mengidentifikasi setiap variabel menjadi variabel
yang lebih kecil (sub variabel) merupakan syarat mutlak bagi setiap peneliti.
Memang mengidentifikasi variabel dan sub-variabel ini tidak mudah, karenanya
membutuhkan kejelian dan kelincahan berpikir pelakunya.
Memecah-mecah variabel
menjadi sub variabel ini juga disebut kategorisasi, yakni memecah variabel
menjadi kategori-kategori data yang harus dikumpulkan oleh peneliti.
Kategori-kategori ini dapat diartikan sebagai indikator variabel. Dalam contoh
kesadaran bermasyarakat, jika akan mengukur apakah seseorang cukup besar atau
tidak kesadaran bermasyarakatnya, maka perlu dicari tanda-tandanya,
indikatornya, bukti-buktinya.
Kategori, indikator,
sub-variabel ini akan dijadikan pedoman dalam merumuskan hipotesis minor,
menyusun instrumen, mengumpulkan data dan kelanjutan langkah penelitian yang
lain. Sedikitnya sub-variabel atau kategori, akan menghasilkan kesimpulan yang
besar (jika variabelnya terlalu luas) dan sempit (jika variabelnya sedikit tapi
kecil-kecil).[9]
Berhubung pentingnya
kategorisasi variabel penelitian, maka berikut ini disajikan contoh penjabaran
variabel dan dilengkapi dengan cara memperoleh datanya.
Contoh:
Sebuah penelitian
dengan judul:
Pengaruh Kualitas Guru
Terhadap Prestasi Belajar Murid
Variabel bebas : kualitas guru
Variabel terikat : prestasi belajar murid
Yang ditulis di dalam tanda kurung
adalah cara atau metode bagaimana data diperoleh.
Variabel bebas:
Kualitas guru
|
Variabel Terikat:
Prestasi belajar
murid
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
|
Sub-Variabel
Pendidikan guru (dokumen)
Pengalaman mengajar (dokumen)
Banyaknya penataran (dokumen)
Usia (dokumen)
Minat menjadi guru (kuesioner kepada
guru)
Penguasaan terhadap materi pelajaran
(kuesioner murid)
Pendekatan/cara mengajar (observasi
atau kuesioner murid)
Cara memilih alat dan cara menggunakannya
(observasi dan kuesioner murid)
Hubungan guru-murid (kuesioner murid)
Pribadi guru (wawancara, kuesioner
berbagai pihak)
Keluarga guru (kuesioner atau
wawancara)
Cara memberi PR (kuesioner murid dan
guru)
Dan sebagainya
|
Sub-Variabel
1. Nilai harian dokumen)
2. Nilai ulangan umum (dokumen)
3. Nilai tugas-tugas (dokumen)
4. Cara menjawab pertanyaan di kelas (observasi)
5. Cara menyusun laporan (dokumen)
6. Nilai ketelitian catatan (dokumen)
7. Ketekunan, keuletan (observasi)
8. Usaha (observasi), dan sebagainya
|
Pada waktu menentukan
sub-variabel ini peneliti harus selalu sambil berpikir, bagaimana cara
mengumpulkan datanya. Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dapat terjadi
diketemukan variabelnya, kelihatannya menarik, tetapi mungkin tidak ada
datanya.[10]
Misalnya: Perlakuan
guru-gurunya, dalam tinjauan guru tersebut pada waktu ia sekolah.
Kesalahan yang sering
terjadi pada waktu mengidentifikasikan sub-variabel adalah disebutnya
sub-variabel akibat dari variabel terikat, misalnya: naik kelas; disebutnya
penyebab variabel bebas. Misalnya cita-cita orang tua, sang guru (yang
berpengaruh terhadap minat si guru menjadi guru)
Ada lagi kesalahan,
yaitu variabel lain yang juga merupakan penyebab terpengaruhinya variabel
terikat. Misalnya IQ siswa, lingkungan belajar, dan sebagainya. Variabel ini
bukan variabel bagian dari guru tetapi mempengaruhi timbulnya kejadian pada
variabel terikat. Variabel-variabel semacam ini disebut intervening variable,
atau lebih gampangnya dipahami disebut variabel pengganggu, karena mengotori
pengaruh guru terhadap prestasi belajar.
Tujuan kategorisasi
variabel ini adalah agar peneliti memahami dengan jelas permasalahan yang
sedang diteliti.
Memahami Variabel yang Bermakna
Bermanfaat atau
tidaknya hasil penelitian dapat diketahui antara lain dari variabel yang
ditentukan oleh peneliti. Tentang variabel penelitian ada dua hal yang diperhatikan,
yaitu: sifat variabel dan status variabel.[11]
1. Sifat Variabel
Ditinjau dari sifatnya, variabel penelitian dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu variabel statis dan variabel dinamis.
a.
Variabel statis,
adalah
variabel yang tidak dapat diubah keberadaannya, misalnya jenis kelamin, status
sosial ekonomi, tempat tinggal, dan lain-lain. Andaikata, hasil penelitian
menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variabel-variabel tersebut,
peneliti tidak mampu mengubah atau mengusulkan untuk mengubah variabel
dimaksud. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingat-ingat, kita sebut saja
variabel tersebut sebagai “variabel tidak berdaya”
b.
Variabel
dinamis, adalah variabel yang dapat diubah keberadaannya
berupa pengubahan, peningkatan, atau penurunan. Contoh variabel dinamis adalah:
kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan, dan sebagainya. Andaikata hasil
penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variabel-variabel
tersebut, maka peneliti dapat mengubah atau mengusulkan untuk mengubahnya. Oleh
karena itu, untuk mempermudah mengingat-ingat, kita sebut saja variabel ini
dengan variabel terubah.
2. Status Variabel
Dalam membicarakan status variabel ini kita perlu
melihat satu variabel dalam hubungannya dengan variabel lain. Semua variabel
mempunyai status penting, namun jika dibandingkan antara dua status di bawah
ini, kita dapat menentukan mana yang lebih bermakna dalam penelitian.
a. Kebiasaan
hidup sehari-hari - - - - - - - - - > motivasi berprestasi.
b. Motivasi
berprestasi - - - - - - - - - - - - > etos kerja.
c. Etos
kerja - - - - - - - - - - - - - - > keberhasilan kerja.
Dalam setiap kaitan dua variabel yang disajikan di
atas, variabel yang disebutkan pertama merupakan penyebab untuk variabel kedua.
Variabel pertama berstatus sebagai sesuatu yang akan dilihat peranannya
terhadap variabel yang disebutkan kedua.
Kemanfaatan peneliti selalu harus dilihat dari
variabel pertama. Apa yang dapat dilakukan oleh peneliti, atau apa saja yang
dapat disarankan oleh peneliti terhadap orang lain agar tampak bahwa kegiatan
penelitian yang kita lakukan mempunyai manfaat yang cukup besar.
E. Merumuskan Definisi Operasional Variabel-Variabel
Setelah
variabel-variabel diidentifikasikan dan diklasifikasikan, maka
variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional. Penyusunan
definisi operasional ini perlu, karena definisi operasional itu akan menunjuk
alat pengambil data mana yang cocok untuk digunakan.
Definisi operasional
adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang
dapat diamati (diobservasi). Konsep yang dapat diamati atau diobservasi ini
penting, karena hal yang dapat diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain
selain peneliti untuk melakukan hal yang serupa, sehingga apa yang dilakukan
oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain.[12]
Tentang caranya
menyusun definisi operasional itu bermacam-macam sekali. Namun, untuk
memudahkan pembicara, cara yang bermacam-macam itu dapat dikelompokkan menjadi
3 macam:
1. Yang
menekankan kegiatan (operation) apa yang perlu dilakukan,
2. Yang
menekankan bagaimana kegiatan (operation) itu dilakukan,
3. Yang
menekankan sifat-sifat statis hal yang didefinisikan.
Untuk memudahkan
pembicara, definisi-definisi itu berturut-turut di sini disebut
definisi-definisi pola I, pola II dan pola III.
1)
Definisi Pola I,
yaitu definisi yang disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operations)
yang harus dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi, contoh:
a. Frustasi
adalah keadaan yang timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal yang
sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai.
b. Lapar
adalah keadaan dalam individu yang timbul setelah dia tidak makan selama 24
jam.
c. Garam
meja adalah hasil kombinasi kimiawi antara sodium dan chlorine.
Definisi
Pola I ini, yang menekankan operasi atau manipulasi apa yang harus dilakukan
untuk menghasilkan keadaan atau hal yang didefinisikan, terutama berguna untuk
mendefinisikan variabel bebas.
2)
Definisi Pola
II, yaitu definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu
beroperasi. Contoh:
a. Orang
cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalam memecahkan masalah, tinggi
kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan bilangan.
b. Orang
lapar adalah orang yang mulai menyantap makanannya kurang dari satu menit
setelah makanann itu dihidangkan, dan menghabiskannya dalam waktu kurang dari
10 menit.
c. Dosen
yang otoriter adalah dosen yang menuntut mahasiswanya melakukan hal-hal tepat
seperti yang digariskannya, suka memberi komando, dan mengutamakan hubungan
formal dengan mahasiswanya.
3)
Definisi Pola
III, yaitu definisi yang dibuat berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan
itu nampaknya. Contoh:
a. Mahasiswa
yang cerdas adalah mahasisiwa yang mempunyai
ingatan baik, mempunai perbendaharaan kata luas, mempunyai kemampuan
berpikir baik, mempunyai kemampuan berhitung baik.
b. Ekstraversi
adalah kecenderungan lebih suka ada dalam kelompok daripada seorang diri.
c. Prestasi
aritmetika adalah kompetensi dalam bidang aritmetika yang meliputi menambah,
mengurangi, memperbanyakkan, membagi, menggunakan pecahan, menggunakan desimal.
Seringkali dalam membuat definisi operasional pola
III ini peneliti menunjuk kepada alat yang digunakan untuk mengambil datanya.
Setelah definisi
operasioanal variabel-variabel penelitian selesai dirumuskan, maka prediksi yang
terkandung dalam hipotesis telah dioperasionalisasikan. Jadi peneliti telah
menyusun prediksi tentang kaitan berbagai variabel penelitiannya itu secara
operasioanl, dan siap diuji melalui data empiris.[13]
[1] Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 38.
[2] Ibid.
[3] http://hidaylaela.blogspot.com/2013/05/metodologi-penelitian-pendidikan.html diakses pada Sabtu,
20 September 2014 pukul 16.04 WIB.
[4] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta,2010), hlm. 159.
[5] Sugyono, Statistika Untuk
Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.
4.
[6] Suharsimi, Penelitian . .
. , hlm. 161.
[7] Ibid, hlm. 162.
[8] Ibid.
[9] Ibid, hlm. 164.
[10] Ibid, hlm. 166.
[11] Ibid.
[12] Sumadi Suryabrata, Metodologi
Penelitian, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm. 83.
[13] Ibid, 85.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar