A.
Bunyi
Surat An-Nahl ayat 125
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
B.
Terjemah
Surat An-Nahl ayat 125
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.[1]
C.
Makna
lughoh
È@Î6y
y7În/u أي الدين الإسلام Jalan
Tuhanmu yakni Agama Islam
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ أي القران Hikmah
yakni kebijaksanaan, Al-Quran
psàÏãöqyJø9$#
ÏpuZ|¡ptø:$# أي نصيحة جيدة أي عليم جيد Peringatan
yang baik, yakni nasihat
yang baik, pendidikan yang baik.
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/
}Ïd ß`|¡ômr& أي مناقشة جيدة Bantahlah
mereka dengan cara yang
baik, yakni debat yang baik.
D. Sababun
Nuzul
Tidak ditemukan sababun
nuzulnuya.
E. Munasabah
Dalam
ayat
sebelumnya (QS An-Nahl : 124) yang berbunyi
$yJ¯RÎ) @Ïèã_ àMö6¡¡9$# n?tã úïÏ%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù 4 ¨bÎ)ur y7/u ÞOä3ósus9 öNæhuZ÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $yJÏù (#qçR$2 ÏmÏù tbqàÿÎ=tFøs ÇÊËÍÈ
“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas
orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. dan Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa
yang Telah mereka perselisihkan itu.”
Di sini dijelaskan
bahwasannya manusia sedang berselisih. Untuk menyelesaikan perselisihan itu, lalu
dalam ayat ini (An- Nahl: 125) dijelaskan bahwasannya harus berdakwah kepada
manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta membantah dengan cara yang
baik pula. Lalu pada ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana cara memberikan
balasan, yakni pada An-Nahl ayat 126 -
127:
÷bÎ)ur óOçGö6s%%tæ (#qç7Ï%$yèsù È@÷VÏJÎ/ $tB OçFö6Ï%qãã ¾ÏmÎ/ ( ûÈõs9ur ÷Län÷y9|¹ uqßgs9 ×öyz úïÎÉ9»¢Á=Ïj9 ÇÊËÏÈ ÷É9ô¹$#ur $tBur x8çö9|¹ wÎ) «!$$Î/ 4 wur ÷btøtrB óOÎgøn=tæ wur Ûs? Îû 9,ø|Ê $£JÏiB crãà6ôJt ÇÊËÐÈ
“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan
yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu
bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka
dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Diterangkan, apabila
mereka (manusia) meremehkan dakwah tersebut atau mungkin sampai menyiksa
pendakwah, maka hendaknya membalas dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadanya atau jangan sampai balasan tersebut melebihi dari siksaan
mereka (adil).
F. Makna
Ijmali
1. Metode
yang dapat diterapkan dalam pendidikan,
yaitu:
Ø Dengan menyampaikan materi
pendidikan dengan perkataan yang lemah lembut namun tegas dan benar berdasarkan
ilmu dan menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian dan
bahasa yang dikuasai peserta didik (metode ceramah).
Ø Memberikan nasihat dan perumpamaan
yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan.
Ø berdebat dengan mengeluarkan
pendapat yang kebenarannya dapat dipahami oleh akal dan diyakini oleh hati
(metode diskusi).
2. Hasil
akhir dari pendidikan kita serahkan (tawakkal) kepada Allah SWT.
G. Makna
Tafsili
1. Berdakwah
dengan hikmah, berarti harus menguasai keadaan dan kondisinya, serta
batasan-batasan yang disampaikan setiap kali ia jelaskan kepada mereka.
Sehingga, tidak memberatkan dan menyulitkan mereka sebelum mereka siap
sepenuhnya.[2] Sedangkan
arti hikmah menurut Abdul
Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz berdasarkan penelitiannya adalah sebagai
berikut:
والمراد
بها: الأدلة المقنعة الواضحة الكاشفة للحق،
والداحضة للباطل؛ ولهذا قال بعض المفسرين: المعنى: بالقرآن؛ لأنه الحكمة العظيمة؛ لأن
فيه البيان والإيضاح للحق بأكمل وجه، وقال بعضهم: معناه: بالأدلة من الكتاب والسنة.
“Dan adapun yang dimaksud dengan
hikmah adalah: petunjuk yang memuaskan, jelas, serta menemukan (mengungkapkan)
kebenaran, dan membantah kebatilan. Oleh karena itu, telah berkata sebagian
mufassir bahwa makna hikmah adalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran
adalah hikmah yang agung. Karena sesungguhnya di dalam Al-Quran ada keterangan
dan penjelasan tentang kebenaran dengan wajah yang sempurna (proporsional). Dan
telah berkata sebagian yang lain bahwa makna hikmah adalah dengan petunjuk dari
Al-Quran dan As-Sunnah.”[3]
Namun
begitu, hal yang lebih urgen dalam metode ini adalah kesesuaian antara
nasihat/pelajaran yang diberikan dengan keteladan yang tercermin. Allah
berfirman dalam surat Ash-Shaff ayat 2-3:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.”
(QS. Ash-Shaff: 2-3)
Adapun
yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah mengatakan / menyampaikan ilmu-ilmu
yang fardhu ‘ain, seperti ilmu tentang sholat. Sedangkan untuk ilmu yang fardhu
kifayah, penyampai ilmu tidak harus mengerjakannya. Sesuai sabda Rasulullah
SAW:
مروا با المعروف وإن لم تفعلوا وانهو
عن المنكر وإن تفعلوا
“Perintahlah pada kebaikan
meskipun kamu belum mengerjakannya dan cegahlah kemungkaran meskipun kamu telah
mengerjakannya.”
Teladan
yang baik adalah yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. sedangkan teladan yang
buruk tidak mungkin diteladankan Rasul, maka teladan yang buruk diperlihatkan
pada waktu Isra’ Mi’raj. Firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
2.
Berdakwah dengan mau’idzah
hasanah (nasihat yang baik), yang bisa menembus hati manusia dengan lembut
dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan
tanpa ada maksud yang jelas. Begitu pula tidak dengan cara memberikan
kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa disadari atau lantaran ingin
bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberikan nasehat akan lebih banyak menunjukan
hati yang bingung, menjinakan hati yang membenci dan memberikan banyak kebaikan
ketimbang bentakan, gertakan dan celaan.[4]
3. Berdakwah
juga harus mendebat dengan cara yang lebih baik. Tanpa bertindak zalim terhadap
orang yang menentang ataupun sikap peremehan dan pencelaan terhadapnya.[5]
Seperti firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 46.
wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& wÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÍÏÈ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan
cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan
Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu;
dan Hanya kepada-Nya kami berserah diri".
4.
Telah berkata Imam Baidhowi yang dimaksud dengan: “Hikmah
adalah: seruan atau ajakan yang has kepada umat yang sedang belajar yang
dituntut kepada kebenaran”. Al-Mau'idhoh adalah: pendidikan atau
seruan kepada kaum awam. Jadilhum Billati Hiya Ahsan adalah:
maka debatlah mereka dengan yang lebih baik (sebaik-baik debat), yaitu
perdebatan sambil menyeru mereka dengan jalan yang lebih baik. Berbagai jalan
perdebatan itu antara lain: Debat dengan cara halus, debat dengan penuh kasih
sayang, dan perdebatan yang meninggalkan artinya semudah-mudahnya cara untuk
membangun dalil-dalil yang harus dipersembahkan dan dikedepankan.[6]
5. Ketiga metode pendidikan tersebut
akan lebih tepat jika digunakan dengan memperhatikan kebutuhan, situasi dan
kondisi yang dihadapi dalam upaya penyampaian nilai-nilai pendidikan. Terlepas dari itu, hanya Allah
semata yang Maha Berkehendak dalam hasil akhir setiap usaha dakwah dan
pendidikan yang dilakukan, karena hidayah yang disampaikan melalui transfer
ilmu dengan metode tertentu tidaklah menjadi satu-satunya jalan.[7]
Allah menegaskan hal ini dalam Al-Quran:
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4
uqèdur ãNn=÷ær& úïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).
H.
Ibrah
(Pendidikan yang dapat diambil) dari surat An-Nahl ayat 125.
Metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan ialah:
1. Metode hikmah, yaitu dengan
keteladanan (menyatunya ucapan dan perbuatan yang sesuai dengan hati.
2. Metode mauidzah hasanah, yaitu
metode ceramah.
3. Metode mujadalah, yaitu dengan
menggunakan argumen, seperti diskusi, halaqah, seminar, berdebat. Adapun cara
berargumen juga harus mempertimbangkan benar dan salahnya.
I. Natijah
Al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 merupakan ayat yang
mengandung nilai-nilai edukatif tentang metode pendidikan agama Islam yang
meliputi: hikmah, mau'idzoh hasanah, dan mujaadalah billatii hiya ahsan.
Pertama
hikmah berupa kesesuaian antara perbuatan dan perkataan (pelajaran dengan
metode keteladanan).
Kedua mauidzhah
hasanah yaitu nasihat/pelajaran yang ditujukan kepada akal untuk dipahami, juga
ditujukan kepada perasaan peserta didik dengan maksud untuk memberikan
kenyamanan, kepuasan dan keyakinan di dalam hati, juga mengandung makna, Dan
Ketiga mujadaalah
yaitu diskusi yang bertujuan untuk menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada
pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat
orang lain, memahami tema pembahasan, antusias, mengungkapkan dengan baik,
dengan santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk
mencapai kebenaran serta memuaskan semua pihak.
[1] Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun-nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006), hal. 1117-1118).
[3] http://abusyauqitamim.wordpress.com/2012/12/04/metode-pendidikan-dalam-perspektif-al-quran-kajian-tafsir-surat-an-nahl-ayat-125/
diakses pada 21 November 2013 pukul 19.45 WIB.
[4] Sayyid Quthb, Tafsir . .
. , hal. 292.
[5] Ibid, hal. 293.
[6] http://muhamadiqbalmalik.blogspot.com/2012/04/metode-pendidikan-dalam-perspektif-al.html
diakses pada 22 November 2013 pukul 12.40 WIB.
[7] http://azzahraasofi.blogspot.com/2013/07/tafsir-ibnu-katsir-surat-nahl-125_7.html
diakses pada 21 November 2013 pukul 19.20 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar