Ahad, 6 Nopember 2016
telah diselenggarakan sebuah acara di Lembaga Pendidikan Islam Al-Azhar
Tulungagung. Dari banner yang terpampang di panggung sederhana dapat dilihat
secara jelas bahwa acara tersebut adalah “Halaqah Ilmiah Tarbiyah Nabawiyah”
yang artinya kurang lebih seminar ilmiah tentang pendidikan para Nabi.
Hal yang menarik adalah pematerinya seorang Habib dari Yaman, Habib Abdullah
bin Abdul Al-Hasby. Beliau menyampaikan materi dalam bahasa Arab, yang kemudian
diterjemahkan oleh Habib Sholeh dari Solo.
Apa sih tarbiyah nabawiyah itu? Ia adalah pendidikan yang disandarkan
pada Nabi atau dengan kata lain pendidikan yang sistem atau caranya mencontoh
Nabi ketika mendidik umatnya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Nabi Muhammad adalah
manusia yang paling berpengaruh pada peradaban. Sebuah hadits menyatakan bahwa
Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak. Berbicara tentang pendidikan
selalu berkaitan dengan akhlak, karena salah satu tujuan
pendidikan adalah terwujudnya akhlak atau moral yang baik dalam diri peserta
didik.
Beberapa hal yang disampaikan oleh pemateri di
antaranya:
Nabi diutus
ketika masyarakat dalam keadaaan jahiliyyah, di mana manusia dikuasai dengan
kehidupan hewaniyah. Mereka menyembah apa yang ia makan dan membunuh apa yang
dilahirkan (mereka membunuh bayi yang terlahir perempuan), serta
merendahkan orang miskin dan perempuan. Ini lah alasan sifat mereka disebut seperti
binatang buas.
Sebuah hadits
tentang pendidikan mengatakan yang isinya, “Setiap manusia dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka lingkungan lah yang mempengaruhi mereka, membuat mereka
jahat atau baik”. Maka kehadiran Nabi saat itu tidak lain hanyalah merubah
masyarakat jahiliyyah menjadi masyarakat yang beradab.
Dan untuk mewujudkan tujuan tersebut tidaklah mudah, mengingat kehidupan mereka
tidak beda dengan kehidupan hewan. Maka diperlukan pendidik yang ekstra sabar
untuk menghadapi mereka.
Nabi Muhammad
dibelah dadanya, diambil hatinya, dan disucikan dengan air zamzam, ini
bertujuan agar Nabi sabar dalam menghadapi mereka sehingga berhasil men-tarbiyah
orang-orang Jahiliyyah tersebut. Melihat kesuksesan Rasulullah merubah
zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang ini, maka sangat baik jika
pendidik mencontok pendidik termulia tersebut. Mengenai hal tersebut, Habib
Abdullah menjelaskan bahwa sifat yang harus dimiliki guru yaitu:
- Luasnya hati (sabar). Karena dengan kesabaran, guru mampu menghadapi murid-murid uniknya. Jika guru tidak punya kesabarandalam menghadapi kenakalan muridnya, maka dia harus berdoa agar diberi kesabaran.
- Sifat kasih sayang. Nabi Muhammad memiliki sifat kasih sayang yang sangat luar biasa, sehingga guru wajib memiliki sifat ini agar selalu mengasihi dan menyayangi setiap muridnya.
- Tenang, tentram, dan bersahaja. Ini bukan berarti tenangnya patung. Rasulullah pun juga pernah marah, namun marahnya adalah marah yang tepat pada waktunya.
- Merendahkan diri kepada Allah, artinya tidak boleh ada sifat sombong pada diri guru. Guru harus memperbanyak doa untuk memperbaiki diri dan muridnya dengan wirid dan al-Quran. Jika suatu saat ditemukan kehebatan pada santri atau pun hal yang lain, maka guru tidak boleh menisbatkan hal tersebut karena dirinya, melainkan guru harus menyadari bahwa semua itu atas pertolongan Allah.
Itulah beberapa
akhlak mulia yang ada pada Rasulullah.
Mengenai akhlak Nabi, ada sahabat bertanya kepada Aisyah r.a, “Bagaimana akhlak
Rasulullah itu?” Aisyah pun menjawab, “akhlak Rasulullah adalah al-Quran”. Maka
tidak salah jika Rasulullah disebut al-Quran berjalan. Mengenai Rasulullah, pendidik, dan
Al-Quran, saya jadi teringat kalimat sederhana namun luar biasa di dalam novel
karangan seorang novelis no. 1 Indonesia:
Al-Quran adalah tuntunan terbaik untuk para pendidik
Mungkin itulah
kalimat sederhana dari Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy) yang bisa untuk
bahan renungan bagi para pendidik.