“Mbak, kelas ini kelas bermasalah”
kata Guru Pamong (GP) ku menunjuk tulisan 8D. Aku bertanya-tanya dalam hati,
bermasalah bagaimana?
“Kalau diajar ramai sendiri, sampai
sebagian besar guru tidak tahan untuk mengajar mereka. Kalau memang parah,
siswa disuruh keluar atau guru mengakhiri pelajaran sebelum waktunya itu sudah
biasa mbak” jelas GP seolah-olah beliau mengerti apa yang berbicara di otakku.
Aku adalah orang yang gampangan
percaya dengan orang asing. Makanya, akupun langsung percaya akan penjelasan
GP. Untuk meningkatkan rasa percayaku pada berita itu, kuniatkan untuk langsung
survey ke TKP. Tuhan, sanggupkah aku menghadapi mereka semua?
Benar, mereka sangat sulit untuk
diatur. Tidak laki-laki tidak perempuan sama saja. Berpindah-pindah dari kursi
satu ke kursi yang lain saat guru menjelaskan pelajaran bukanlah hal yang tabu
bagi mereka. Bahkan, ketika guru memperingatkanpun, peringatan itu hanya
berjalan melewati telinga mereka, tak digubris. Di mana sopan santun kalian
nak?
Apapun yang terjadi, aku tetap harus
belajar bersama selama enam minggu. Bukan, bukan aku, melainkan partner
ku lah yang harus sanggup mengajar mereka. Karena apa? Karena aku sudah merasa
kalah lebih dulu sebelum berjuang menghadapi mereka. Eits, ini bukan berarti
aku berlepas tangan dengan mereka lho. Sebagai partner yang baik, aku pun harus
bersedia untuk ikut merasakan bagaimana menghadapi siswa-siswi unik tersebut.
Hari berganti hari, aku dan partner
ku pun sudah terbiasa belajar bersama kelas tersebut. Hingga kami sedikit lebih
mengetahui karakter dari mereka. Semua siswa pintar kalau dikumpulkan menjadi
satu, pasti ada yang paling bodoh. Teori ini bisa juga diaplikasikan dalam
kelas tersebut. Meskipun mereka terkenal dengan kelas bermasalah, namun tetap
juga ada beberapa siswa yang bersemangat belajar, mau mendengarkan penjelasan
dan sopan terhadap gurunya. Tak ada kelas yang tak berwarna.
Keberadaan mereka – siswa tidak
bermasalah – di kelas tersebut membuat aku merasa kasihan kepada mereka. Dari rumah,
mereka berniat dan bersemangat untuk belajar sungguh-sungguh. Namun, proses
pembelajaran mereka di kelas menjadi tidak maksimal hanya karena lingkungan mereka
yang tidak mendukung. Teman ramai membuat konsentrasi mereka terganggu. Belum lagi
jika mood gurunya lagi jelek ditambah siswanya tidak bisa dikondisikan,
yang ada si guru malah meninggalkan kelas tersebut dan lengkaplah mereka tidak
mendapatkan ilmu dengan maksimal. Kasihan bukan??
Saya tidak menyalahkan siswa-siswi
yang bisa dikatakan kurang bersemangat dalam belajar. Aku selalu ingat teori
bahwasanya siswa itu unik. Unik yang dimaksud adalah keberagaman siswa dalam
memperoleh pelajaran salah satunya. Keunikan mereka itulah yang menjadikan
ujian bagi seorang guru, yakni membingungkan guru dalam menentukan metode yang
tepat untuk mereka.
Ujian tersebut telah menyerang kami,
partner ku khususnya. Berbagai metode pembelajaran inovatif telah dicoba, namun
tetap saja tidak membuat mereka keranjingan belajar. Salah satu metode yang aku
ingat adalah tebak kata. Mereka terlihat senang memang ketika sesi tebak kata,
namun tetap saja polah mereka semakin menjadi-jadi. Seharusnya hanya dua siswa
yang maju ke depan, malah separuh kelas maju ke depan dan menghancurkan
semuanya. Tetap saja kurang bahkan tidak efektif.
Melihat dari ulah mereka di kelas,
dapat ditebak bahwasanya mereka adalah siswa kinestetik. Apa itu kinestetik? Kinestetik
yang aku ingat adalah mereka yang cenderung aktif bergerak, suka jahilin temannya
dan kurang lebih seperti itu, hehehe. Satu siswa yang akan saya jelaskan di
sini, mungkin ini sudah mewakili teman sekelasnya.
Sumber gambar :
http://seratusinstitute.com/news/detail/psikologi/23/visual-auditori-dan-kinestetik.html
|
Ada satu siswa yang ketika disuruh
mengerjakan soal, dia malah kotekan (memukul bangku menjadikan sebuah
irama) sambil bernyanyi, untungnya lagu yang dinyanyikan adalah sholawatan. Nah,
ini salah satu ciri kinestetik, sulit sekali untuk diam. Bahkan aku perhatikan
hingga lebih dari sepuluh menit dia tidak mau diam. Entah ada angin apa yang
datang, tiba-tiba dia diam dan sadar lalu lekaslah ia mengerjakan soalnya. Melihat
jawabannya, sebenarnya dia mampu menangkap pelajaran. Akan tetapi rasa malas
dan tak bisa anteng itulah masalahnya.
Lantas, metode pembelajaran apa yang
cocok untuk mereka siswa kinestetik?? Haruskah menirukan metodenya guru yang
ada dalam drama korea God of Study dengan senam atau badminton sambil menghafal
pelajaran?? Bayangan saya kalau itu diterapkan, mungkin mereka hanya senam atau
badminton tanpa ada pelajaran yang masuk. Tapi ya gak tau juga deh, soalnya
belum dicoba, hehehe.
Untuk guru yang bisa menentukan
metode yang efektif buat mereka, saya acungi dua jempol. Karena memang tidak
ada siswa yang tak bisa dididik, yang ada hanyalah guru yang tak bisa mendidik.
Astaghfirullah.
nah, anak saya begitu tuh, tipe kinestetik, yaa cara belajarnya memang begitu, hrus sambil gerak2, ngenalin abc sambil gerak2, ngenalin warna jg gt,
BalasHapusbutuh tenaga dan kesabran ekstra memang menghadapi anak kinestetik, saran sy mungkin bs bagi tugas sm temennya, smbil cari2 solusi yg sip,
semangaaatt..
selalu salut dg apa yg dilakukan oleh para pendidik..:)
Terima kasih mbak Ida atas sarannya,
HapusSemoga jika nanti bertemu peserta didik yang kinestetik lagi, saya lekas mendapat intuisi berupa solusi menghadapinya.... :)