Pada
semester genap, salah satu agenda kampus kami adalah mengadakan ujian
komprehensif untuk mahasiswa semester tua (minimal smt 8). Apa itu ujian
komprehensif?? Komprehensif mempunyai makna menyeluruh. Jadi, ujian
komprehensif adalah sebuah ujian yang mana hal-hal yang diujikan adalah
keseluruhan materi yang telah dipelajari selama 3,5 tahun menimba ilmu. Untuk fakultas
Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan jurusan Pendidikan
Agama Islam, yang menjadi bahan ujian adalah tentang Keislaman,
Pendidikan dan Pembelajaran, Keilmuan PAI pada SMP/SMA dan sederajat, serta
ilmu Penelitian. Dengar-dengar ujian ini sudah dihapuskan, eh ternyata masih
nongol juga di kampus kami. Hukum
mengikutinya adalah wajib karena ini adalah pra-syarat sidang skripsi. Ya
sudah lah mau gimana lagi, meskipun dengan detak jantung tak karuan, kita harus
kuat dan semangat menghadapinya, teman!
Gelombang
pertama ujian ini jatuh pada tanggal 15-17 Maret 2016. Sebagian besar mahasiswa
memilih pada gelombang ini, termasuk teman-temanku. Wajar saja jika umpan BBM
dan beranda Facebook ku dipenuhi dengan status-status tentang ujian
komprehensif, entah itu isinya tentang memotivasi dirinya dan teman lainnya
untuk semangat belajar, doa-doa agar diberi kelancaran, rasa syukur karena
momok ujian kompre sudah tinggal sejarah, maupun keluh kesah mereka karena
meninggalkan jejak sejarah kompre yang menyebalkan. Oh ya, ada salah satu akun yang
bilang, “perjuangan 3,5 tahun hanya ditentukan pada 30 menit ujian komprehensif”
benarkah demikian?? Eh, mulai nglupain skripsinya vrooohhh???? :3
Tidak hanya
di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Selesai ujian, sebagian teman-teman
juga saling berbagi kisah kompre mereka. Sepertinya ada kebahagiaan tersendiri
setelah mereka menceritakan pada teman-temannya. Untuk yang tidak
bercerita, mungkin mereka menganggap kalau kisah mereka tidak perlu diumbar ke
publik. Gak usah dipaksa-paksa lah. Itu HAM! :D
Suasana Ujian Komprehensif |
Dari cerita teman-teman dan pengalaman sendiri, aku akan
menyampaikan beberapa hal. Pertama, penguasaan materi memang menentukan
hasil akhir ujian kompre, lulus atau mengulang. Namun, tak bisa dipungkiri,
siapa dan bagaimana dosennya juga sangat mempengaruhi, bahkan menurutku lebih
mempengaruhi dari pada yang pertama. Bagaimana tidak? Ketika mungkin kita
menganggap sudah belajar sungguh-sungguh dan cukup menguasai kisi-kisi yang
ada, namun mendapat dosen penguji yang pertanyaannya jauh dari itu semua, apa yang
akan dilakukan? Mungkin menjawab ngawur ataupun berkata “PAS” adalah solusinya.
Belum lagi, kalau dosen tersebut cukup pelit untuk masalah nilai, pasti bayangan “Mengulang” selalu
mengikuti. Beda dengan ketika mendapat dosen yang katakanlah lumayan “woles”,
pertanyaan yang dilontarkan begitu mudah serta sebagian besar soal bisa
ditaklukkan, pasti keluar ruangan rasanya plooonnggg banget.
Banyak yang menyebut keadaan yang demikian itu dengan
sebutan “bejo-bejan”, “nasib-nasiban”, dan “untung-untungan” atau bisa jadi
“kebetulan”, kebetulan dapat dosen killer jadinya mengulang, kebetulan
dapat dosen mudah alhamdulillah lulus. Aku setuju saja dengan masalah
“kebetulan” tersebut, namun tiba-tiba jadi teringat quote di akun FB bang Tere Liye yang berbunyi kurang lebih seperti ini, “Tidak ada kebetulan di
muka bumi ini, yang ada semua telah menjadi skenario dari Tuhan”. Aku gak jadi
setuju kalo begono, hehehehe. Ya, karena semuanya memang sudah diatur oleh Sang
Maha Pengatur.
Mungkin akan ada pernyataan, “Gak usah lah belajar rajin,
kalo pas mujur pasti lulus kan?” atau macam ini, “Buat apa belajar, kalo gak ada materi (yang kita pelajari) yang keluar?”. Uuuupppsss, yang demikian itu pemikiran
yang salah kaprah teman. Dalam akun instagram, seorang cowok keren berujar,
“Tujuan Tuhan menciptakan kita bukan untuk GAGAL atau SUKSES, melainkan untuk
BERUSAHA”. Ingat terus kalimat ini ya,,,, hehehehe. Masalah lulus ataupun
mengulang seharusnya kita serahkan pada Allah, yang penting tetap berusaha dan
berdoa.
Kedua, masih tentang dosen penguji namun beda
ceritanya. Ada yang cerita ke aku bahwasanya dari sekian banyak soal, dia dan
teman-temannya hanya BISA MENJAWAB SATU SOAL. Namun selesai ujian, dosen
langsung mengumumkan bahwa mereka mendapatkan nilai B. Senang bukan??? Padahal,
selain mereka, juga ada mahasiswa yang mendapatkan nilai B karena TIDAK BISA
MENJAWAB SATU DUA SOAL saja. Apakah ini adil??
Pasti
banyak yang menyatakan itu tidak adil, kan? Namun mau bagaimana lagi?
Kita kembalikan saja ke poin pertama, dosen adalah
salah satu penentu kelulusan.
Setiap dosen memiliki ketentuan penilaian yang berbeda. Jadi, bisa dikatakan
nilai yang diperoleh hanyalah ke-relatif-an. Jika seseorang memperoleh nilai
yang lebih baik dari teman yang dosen pengujinya berbeda, bukan berarti dia
lebih pandai dari temannya tersebut, begitu juga sebaliknya. Karenanya, tidak
usahlah menjadikan nilai tersebut sebagai ukuran dari kepandaian.
Ketiga, dan mungkin ini yang terakhir, selayaknya
kita menjadikan ujian komprehensif ini sebagai sarana untuk muhasabah. Di atas
telah disinggung bahwasanya nilai dari dosen tidak tepat kalau dijadikan ukuran
pengetahuan kita selama 3,5 tahun menempuh ilmu. Karena yang tahu hal tersebut adalah
diri kita masing-masing. Ketika soal-soal yang keluar adalah soal yang tidak
kita ketahui jawabannya, padahal kita sadar bahwasanya seharusnya kita
mengetahuinya, maka kita harus belajar lagi agar pengetahuan kita bertambah
sekaligus bermanfaat.
Sebagai contoh adalah mahasiswa jurusan PAI, ketika disuruh
membaca al-Quran masih grotal gratul alias belum lancar, ditanya ilmu tajwid
masih kebingungan, ditanya doa-doa keseharian belum bisa, doa sholat dhuha
belum bisa, belum hafal surat-surat pendek, menyebut nama surat pendek masih
salah, bacaan sholat belum lancar, tidak tahu atau lupa tempat wuquf (yang satu
ini adalah pengalaman pribadi hehehe), dan masih banyak lagi. Kuliah di Institut Agama Islam yang kesehariannya mempelajari ilmu keislaman,
tidak sewajarnya jika hal-hal tersebut belum dikuasai.
Kita lah yang mengetahui kemampuan diri kita, gak usah
terpacu pada nilai yang diberi dosen. Mari bermuhasabah! Mari pelajari hal-hal
apa saja yang kita rasa belum kita kuasai, menghafal doa apa saja yang
belum dihafal. Sehingga ke depannya kita bisa lebih baik lagi baik ilmu dan
amalan kita sehari-hari. Amiiiinnn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar