Pagi yang cerah. Di sebuah kelas bertuliskan KELAS 5,
seperti biasanya para siswa berisik berbicara tentang hal-hal yang menurut
mereka asyik dibicarakan kepada teman-temannya. Bicara tentang permainan, PR
yang menurutnya sulit, ulangan harian, dan lain sebagainya. Tampak seorang anak
laki-laki melongokkan kepalanya di pintu, sebentar dan langsung segera duduk
manis di bangkunya sambil memberikan isyarat diam kepada teman-temannya. Tidak
lama kemudian, sang guru datang. Semua siswa pun segera menyesuaikan diri di
bangkunya masing-masing. Diam seketika.
“Silahkan masuk!” Ucap Bu Mila setelah mengucapkan
salam kepada siswa-siswanya.
Masuklah seorang siswa laki-laki, para siswa pun mulai
bisik-berbisik mengenai siswa laki-laki tersebut dengan teman yang berada di
dekatnya, membuat suasana kelas cukup berisik kembali.
“Anak-anak silahkan diam,” ucap Bu Mila. Semua siswapun diam. “Tolong dengarkan teman
barumu akan berkenalan” lanjut Bu Mila.
Para siswa pun mendengarkan perkenalan teman barunya. Tapi,
ada salah satu siswa yang tidak tertarik dengan penjelasan siswa baru itu, Leon
namanya, dia lebih memilih serius mengamati penampilan siswa baru tersebut.
Rambut yang tertata rapi, wajah yang terlihat ceria,
serta berpenampilan rapi. Benda-benda yang dipakainya diamati satu per satu.
Tas yang disandang di bahunya, sepatu, serta jam yang melingkar di tangannya,
semuanya cukup sederhana, bukan barang mewah. Kemudian Leon beralih pada benda kotak yang tertempel di dada sebelah kanan, sebuah papan
nama kecil bertuliskan HAMZAH. Setelah pengamatan terhadap teman barunya
selesai, ia pun sibuk dengan buku-buku di mejanya, tak lagi mau menggubris
perkenalan singkat Hamzah.
***
Pelajaran IPA
pun dimulai. Sebelum Bu Mila menjelaskan materi, beliau memberikan pertanyaan
kepada siswanya. Leon pun langsung mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Sudah dihafal oleh guru dan
teman-temannya bahwa Leon selalu menjadi yang pertama kali mengangkat tangan
dan sebagian banyak jawabannya benar. Namun sayang, jawabannya kali ini kurang
benar. Meski dia mudah menguasai semua mata pelajaran, namun ada pelajaran yang
tidak terlalu dikuasainya yakni materi yang banyak hafalannya seperti IPA dan
IPS.
“Jawaban Leon
bagus, tapi masih kurang benar, siapa lagi yang bisa menjawab?” tanya Bu Mila.
“Pernapasan
dada melibatkan aktivitas tulang dada dan otot tulang rusuk, sedangkan
pernapasan perut melibatkan aktivitas otot diafragma” jawab Hamzah tanpa angkat
tangan terlebih dahulu. Guru dan semua temanpun menatap ke arah Hamzah. Begitu
juga dengan Leon, dia juga menatap Hamzah, tapi bukan tatapan kagum seperti tatapan
guru dan teman-temannya, melainkan tatapan sinis nan tajam.
“Jawaban yang
tepat Hamzah” kata Bu Mila sambil mengacungkan jempol ke arah Hamzah.
Mendengar
pujian guru kepada Hamzah, Leon mulai iri pada Hamzah. Tak pernah dia bayangkan
akan ada teman yang menyainginya. Dia marah sekaligus takut jika posisi juara
kelasnya diganti oleh siswa baru tersebut.
“Heleh, mungkin
dia hanya jago pada pelajaran IPA” kata Leon dalam hati mencoba menghibur
dirinya sendiri.
***
Bel istirahat
pun berbunyi. Kesempatan ini digunakan Hamzah untuk mengenal teman-teman
sekelasnya. Dengan wajah yang bersahabat serta ramah membuat dirinya mudah
akrab dengan siapapun, termasuk teman-teman barunya.
“Setelah
istirahat jangan lupa ada ulangan matematika” seru Leon sebagai ketua kelas
mengingatkan teman-temannya. Anak yang unggul dalam hal hitung menghitung ini
selalu senang jika ada ulangan matematika, karena dia yakin pasti mendapatkan
nilai tertinggi.
“Aku Reno”.
“Aku Aldi”
“Aku Tommy”.
Reno, Aldi, dan
Tommy mengenalkan namanya kepada Hamzah dengan senyum.
“Kamu pasti
ketua kelasnya kan?” tanya Hamzah sambil menyodorkan tangan kanannya pada Leon,
ingin menjabat tangannya. Sayang, Leon tidak menerima uluran tangannya, Leon
malah memperlihatkan wajah sinis dan segera duduk di bangkunya.
Hamzah sedikit
kecewa dengan sikap ketua kelasnya.
“Cepetan
belajar matematika sana, Zah! Kamu pasti belum belajar kan?” ujar Tomy.
“Iya,
sana-sana” Reno dan Aldi ikut-ikutan menyuruh Hamzah untuk segera duduk di
bangkunya agar Hamzah tidak terlalu kecewa atas perlakuan Leon. Aldi, Reno, dan
Tommy sudah berteman akrab dengan Leon sejak mereka duduk di kelas tiga. Jadi,
mereka sudah paham apa maksud Leon tidak mau berkenalan dengan Hamzah. Itulah
jeleknya Leon, dalam berteman dia selalu pilih-pilih. Hanya anaknya orang kaya
saja yang bisa berteman akrab dengannya, seperti Aldi, Reno, dan Tommy.
Bel masuk
berbunyi dan ulangan matematika pun dilaksanakan. Semua siswa mengerjakan
dengan serius dan sungguh-sungguh. Walaupun ada beberapa siswa yang terlihat
kebingungan dan mencoba untuk bertanya temannya, namun tidak mereka lakukan
karena takut pada Bu Mila.
Satu setengah
jam sudah ulangan harian matematika berlangsung. Bu Mila pun meminta Leon untuk
mengumpulkan pekerjaan teman-temannya. Satu per satu pekerjaan temannya pun
diambilnya dan dikumpulkan kepada Bu Mila yang kemudian dikoreksi. Sambil
menunggu hasil ulangan, siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang ada
di buku paket mereka.
Tiga puluh
menit kemudian, Bu Mila membagikan hasil ulangan matematika tersebut. Kertas
ulanganpun sudah di tangan mereka masing-masing. Untuk mereka yang mendapatkan
nilai bagus, mereka sangat senang. Bagi yang mendapatkan nilai kurang, sudah
pasti mereka cukup kecewa. Untuk Leon, dia terlihat begitu bahagia mendapati
angka sembilan puluh delapan pada kertas ulangannya.
“Nilai sempurna
pada ulangan matematika ini diraih oleh Hamzah! Selamat Hamzah, pertahankan
prestasimu!” kata Bu Mila memuji Hamzah.
“Alhamdulillah”
ucap Hamzah lirih.
“Untuk yang
lain, lebih rajin lagi ya belajarnya”.
“Iya Bu,” jawab
para siswa serentak.
“Agar kalian
bisa mendapatkan nilai seratus seperti Hamzah” lanjut Bu Mila.
“Wah, ternyata
ada yang lebih jago dari Leon teman-teman” Edo bersuara yang diikuti tawa
teman-temannya.
“Leon sudah
bagus, hanya saja mungkin dia kurang teliti” ujar Bu Mila berharap untuk
ulangan ke depan Leon harus lebih teliti lagi. “Oke anak-anak, besok kita
ulangan IPA ya, jangan lupa belajar rajin” lanjut Bu Mila.
“Ya Buuu”.
Bel pulang berbunyi, kali
ini Leon langsung segera keluar kelas tanpa menunggu maupun menyapa Aldi, Reno,
dan Tommy seperti biasanya. Mereka memanggil Leon, namun Leon tak
mempedulikannya, dia tetap terus berlari dan mengambil sepedanya. Sikap Leon
membuat mereka bingung. Mereka mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah mereka
buat sehingga membuat Leon seperti itu, namun mereka tak menemukan juga, ini
berarti memang mereka tidak berbuat salah.
“Tommy, Aldi,
Reno, aku pulang dulu ya, assalamulaikum” Hamzah menyapa Reno, Aldi, dan Tommy
yang masih bingung dengan sikap Leon.
“Iya, Zah,
wa’alaikumussalam” jawab mereka bertiga bersama yang kemudian segera mengikuti
langkah Hamzah mengambil sepeda di parkiran.
Bruug.
Suara itu
mengagetkan Reno, Aldi, dan Tommy yang lagi sibuk mengeluarkan sepedanya di
tempat parkir. Merekapun menoleh ke arah suara itu muncul, dan mendapati Leon
duduk di lapangan sekolah dengan sepeda yang ambruk di sampingnya. Lalu mereka
pun segera mengambil sepedanya dan cepat-cepat menghampiri Leon.
“Leon, kamu
tidak apa-apa?” mengetahui Leon terjatuh, Hamzah langsung turun dari sepedanya
dan berniat membantu Leon berdiri. Namun, Leon mencegahnya dengan mengibaskan
tangan Hamzah. Leon juga tidak menjawab pertanyaan Hamzah, dia hanya diam
dengan wajah lebih geram dari pada di kelas tadi.
“Leon, kenapa
sih kamu buru-buru pulang?” tanya Tommy menghampiri Leon yang masih duduk di
lapangan sekolah. Begitu juga dengan Aldi dan Reno, mereka menghampiri Leon
dengan panik.
“Apa yang
sakit?” tanya Aldi.
Leon pun
memperlihatkan lututnya yang luka dan mengeluarkan darah yang tidak mengalir.
Melihat luka Leon, Hamzah segera sibuk dengan tasnya untuk mengambil betadine.
“Heh, apa yang
akan kamu lakukan?” akhirnya Leon bersuara setelah melihat betadine di
tangan kanan Hamzah. “Kamulah yang menyebabkan kecelakaan ini” Leon berbicara
sinis pada Hamzah. Meski Leon berbicara kasar pada Hamzah, tapi Hamzah tidak
peduli. Menurut Hamzah, ada yang lebih penting dari menjawab perkataan Leon, yaitu
mengobati luka Leon. Awalnya Leon menolak untuk ditetesi betadine, namun
karena paksaan dari ketiga temannya, dia pun mempersilahkan Hamzah mengobati
lukanya.
“Heh, kenapa
kamu mau mengobati lukaku?” tanya Leon pada Hamzah ketika Hamzah memasukkan betadine
ke dalam tasnya. “Kamu tidak merasa kalau aku membencimu?” lanjut Leon
kemudian.
Hamzah
tersenyum mendengar pertanyaan Leon, “Iya aku tahu, bahkan aku juga merasa kamu
tidak akan pernah mau berteman denganku” jawab Hamzah yang kemudian mengambil
sepedanya yang tergeletak di sampingnya. “Tidak masalah
kan kalau air toba dibalas dengan air susu?”
tanya Hamzah dengan senyum meledek.
Aldi, Tommy,
dan Reno memikirkan kalimat yang diucapkan Hamzah. Mereka seperti pernah
mendengar, namun masih lupa-lupa ingat akan arti pernyataan Hamzah. “Oh iya, justru
itu baik Zah kalau kejahatan dibalas dengan kebaikan” ujar Tommy setelah
menemukan arti dari pernyataan Hamzah.
Reno pun ingat
setelah Tommy mengatakan artinya dan langsung berkata, “Iya, dari pada air susu
dibalas dengan air toba, kan tidak punya rasa terima kasih banget tuh orang, ya
gak teman-teman?” Reno melemparkan pertanyaan ke arah teman-temannya. Aldi dan
Tommy mengangguk menyetujui perkataan Reno. Sedangkan Leon tetap diam sambil
menahan perih luka di lututnya.
“Ya sudah, aku
pulang duluan, semoga cepat sembuh Leon, assalamualaikum” kata Hamzah yang
kemudian mengayuh sepedanya.
“Iya,
waalaikumussalam” jawab Reno, Aldi, dan Tommy.
“Hamzah, tunggu
dulu!” teriak Leon.
Hamzah berhenti
tepat di gerbang sekolah dan menoleh ke belakang ke arah Leon dan
teman-temannya. Tampak Leon berusaha untuk berdiri yang dibantu oleh ketiga
temannya. Dia pun menaiki sepedanya dan diikuti oleh ketiga temannya. Karena
lukanya tidak terlalu parah, Leonpun tetap bisa mengayuh sepeda meski lukanya
belum sembuh total.
Leon mengayuh
sepeda dengan hati-hati, “Kalau aku berteman dengan Hamzah, pasti besok dia mau
membantuku mengerjakan ulangan IPA” ucap Leon dalam hati.
“Ada apa?”
tanya Hamzah setelah Leon menghampirinya.
Leon
mengulurkan tangannya pada Hamzah, “Maafkan aku, maukah kamu jadi temanku?” kata
Leon.
Reno, Aldi, dan
Tommy pun bingung dengan sikap Leon yang tiba-tiba mengajak Hamzah untuk
menjadi temannya. Karena biasanya, kalau mulai awal sudah tidak suka dengan seseorang,
selamanya dia tidak akan mau berteman, kecuali kalau ada yang diharapkan Leon
dari anak tersebut.
Hamzah juga tak
kalah bingungnya, dia bingung karena menurut teman sebangkunya tadi, dia bukan
tipe anak yang akan dijadikan teman Leon. Awalnya Hamzah ragu-ragu, namun
akhirnya dia menerima uluran tangan Leon dan dengan senang hati mau berteman dengan
Leon. Mereka berdua pun berjabat tangan.
***
Matahari pagi
kembali muncul membuat cerahnya pagi. Hamzah sampai di gerbang sekolah tepat
pukul 06.30. Seperti biasanya, penampilannya rapi dan terlihat siap menerima
ilmu dari guru yang mengajar hari ini.
“Hamzah!”
Mendengar
namanya dipanggil, dia pun berhenti dan menoleh ke arah suara tersebut. Dia
mendapati seorang bapak dengan anaknya lagi berhenti berseberang dengannya.
Mereka terlihat akan menyeberang menuju gerbang sekolah. Hamzah mengamati bapak
tersebut (tanpa melihat anak yang diboncengnya), dia seperti tidak asing dengan
bapak yang memanggilnya.
“Kamu Hamzah
anaknya Pak Firman?” tanya bapak tersebut setelah mendekati Hamzah.
“Oh iya, Om
Anto?” tanya Hamzah memastikan. Dia pun bersalaman dengan Pak Anto.
“Ayah kok
mengenalnya?” tanya anak yang dibonceng setelah turun dari motor.
“Leon?” Hamzah
kaget mengetahui anak yang dibonceng Pak Anto ternyata adalah Leon.
“Oh iya, kalian
satu kelas ya? Hamzah, Leon ini anak om yang biasanya om ceritakan ke kamu. Ini
lukanya belum sembuh total, makanya dia dilarang naik sepeda sama ibunya” jelas
Pak Anto.
Hamzah
mengangguk tersenyum mendengar penjelasan Pak Anto.
“Dan Leon,
Hamzah ini adalah anaknya Pak Firman, juragan buahnya Ayah, masih ingat?” tanya
Pak Anto pada Leon.
Leon pun
mengangguk dengan wajah kaget karena mengetahui bahwa ternyata Hamzah adalah
anaknya Bos dari ayahnya. Ayah Leon adalah juragan buah, pedagang-pedagang buah
kecil mengambil buah di rumah ayah Leon, dan ayah Leon mengambilnya dari
ayahnya Hamzah.
“Ini berarti
Hamzah lebih kaya dari aku” ucap Leon dalam hati.
“Ya sudah, Om
tinggal dulu Hamzah, barengin Leon masuk kelas ya” pinta pak Anto.
“Siap Om”.
Hamzah menuntun
sepedanya dari gerbang sampai ke tempat parkir, dan Leon berjalan
menjajari Hamzah. Keduanya hanya diam tanpa berbicara apapun. Leon masih tidak
mengira bahwa Hamzah yang berpenampilan serta memakai benda-benda sederhana
ternyata anaknya Pak Firman, juragan buah kaya raya.
“Sudah siap
menghadapi IPA?” tanya Hamzah membuyarkan lamunan Leon.
Leon hanya
menjawab dengan anggukan.
***
Bel masuk
berbunyi. Jam pertama adalah jadwalnya kelas 5 ulangan IPA. Setelah berdoa, Bu
Mila membagikan kertas soal beserta kertas jawabannya. Para siswa begitu serius
mengerjakan ulangan harian ini. Kelas begitu hening.
Pelajaran IPA
adalah pelajaran yang sangat disukai Hamzah, karena dia bercita-cita menjadi
dokter. Beda dengan Leon, dia sangat membenci pelajaran IPA. Memang dia selalu
berusaha untuk menguasai IPA, tapi tetap saja nilai IPA masih di bawah nilai
matematikanya. Hamzah mampu mengerjakan soal-soal dengan mudah dan lancar.
Sedangkan Leon, ada beberapa soal yang menurutnya sulit, sehingga dia ragu-ragu
untuk menjawabnya.
“Hamzah” Leon
memanggil Hamzah berbisik sambil menunjukkan tiga jari kanannya. Bangku Hamzah
di dekat bangku Leon, jadi memudahkan mereka untuk bertanya jawab.
Hamzah menoleh
ke arah Leon dengan senyum. Leon yakin dengan mau menjadi temannya Hamzah,
Hamzah pasti mau memberi tahu jawaban nomor tiga. Namun, Hamzah malah berdiri
dan maju ke meja guru untuk mengumpulkan pekerjaannya. Semua temannya kagum
pada kecepatan Hamzah mengerjakan ulangan IPA tersebut. Sementara Leon, dia
kecewa sekaligus marah pada Hamzah karena ternyata dia tidak mau memberi tahu
jawabannya.
Ketika jam
istirahat.
“Hamzah!” Leon
berteriak memanggil Hamzah yang lagi senang bermain kelereng bersama
teman-temannya.
Hamzah menoleh
ke arah Leon, “Hoe Leon, Aldi, Reno, Tommy, sini ikut bermain!” Meski Hamzah
tahu kalau Leon tidak akan mau bermain bersama teman-teman yang lain, namun
Hamzah tetap mengajaknya. Dia ingin Leon berubah dan tidak pilih-pilih teman
lagi.
Dengan berat
hati, Leon diikuti ketiga temannya menuju tempat permainan Hamzah dan
teman-teman. “Aku mau bertanya, Zah” ucap Leon. Hamzah dan teman-temanpun
berhenti bermain.
“Mau tanya apa Leon?”
Hamzah balik bertanya.
“Aku mau tanya,
kemarin aku tidak mau berkenalan dan berteman denganmu, tapi kenapa kamu
menolongku saat aku jatuh dari sepeda? Dan sekarang kita sudah berteman. tapi
kamu malah tidak mau membantuku saat ulangan tadi, kenapa?”
tanya Leon.
Hamzah
tersenyum dan menjawab, “Leon, teman-teman, kalian beragama Islam kan?” tanya
Hamzah yang dijawab dengan anggukan Leon dan teman-teman yang mendengarkan.
“Pasti kenal dengan Nabi Muhammad kan?” tanya Hamzah kemudian.
“Kenal dong, Nabi yang terakhir kan?” jawab Edo.
“Iya Do benar,
aku hanya mencontoh Nabi Muhammad saw. Ada sebuah cerita bahwa suatu hari ada seorang pengemis yang
menghina Nabi Muhammad, tapi apakah Nabi Muhammad balas menghina pengemis itu?
Tidak teman, Nabi Muhammad malah memberi makanan kepada pengemis tersebut” Hamzah
sedikit bercerita. “Sungguh mulia kan Nabi kita Muhammad?” tanya Hamzah
kemudian.
“Iya, baik
banget ya Nabi Muhammad” kata Reno.
Semuanya
mengangguk mengiyakan.
“Lalu kenapa
kamu pelit tidak mau memberikan jawabanmu pada Leon?” tanya Aldi.
“Ohhh kalau
yang itu beda teman” jawab Hamzah.
“Bedanya di
mana?” tanya Leon tidak sabar mendengar jawabannya.
“Agama kita,
Islam, menyuruh kita untuk tolong menolong dalam kebaikan, serta melarang
tolong menolong pada kejahatan. Nah, kalau mencontek saat ulangan boleh tidak?”
ujar Hamzah.
“Bu Guru sih
melarang kita nyontek” jawab Erik.
“Hmm iya, kata
Ibuku kalau kita nyontek itu berarti kita tidak jujur” ucap Tommy.
“Kalau tidak
jujur berarti berbohong, dosa dong Zah?” tanya Reno.
Hamzah
tersenyum, “Iya, kalian benar teman” jawab Hamzah sambil mengacungkan jempol
pada teman-temannya. “Kalau aku tadi membantu Leon dengan memberikan jawaban,
bukankah aku berdosa karena telah menolong dalam hal kejahatan?” lanjut Hamzah.
Mendengar
jawaban Hamzah, Leon hanya diam tanpa berkomentar apapun. Yang ada di pikiran Leon
hanyalah bagaimana agar bisa mendapatkan nilai yang bagus. Untuk selain Leon,
mereka semua mengangguk setuju dengan sikap Hamzah tidak mencontekkan
jawabannya pada Leon.
“Oke, satu
lagi” ucap Leon. Semuanya pun menoleh ke arah Leon. “Kalian tahu teman-teman,
sebenarnya Hamzah adalah anak Pak Firman. Kalian tahu Pak Firman kan? Juragan
buah yang sangat kaya, tapi kenapa benda-benda yang dipakai Hamzah tidak
semewah punyaku, punya Reno, Aldi, dan Tommy?” Leon menjelaskan siapa Hamzah
sebenarnya. “Kamu takut ya minta barang mahal pada ayahmu?” Leon bermaksud
meledek Hamzah.
Dengan tenang
dan tetap tersenyum Hamzah menjawab, “Leon, kenapa harus memakai barang-barang
mahal kalau yang sederhana saja bisa mencukupi kebutuhan kita? Apakah biar
semua tahu kalau kita orang kaya?” pertanyaan Hamzah tersebut membuat Leon
tercengang.
“Ibuku pernah
menasehati bahwa kita tidak boleh sombong di dunia ini. Teman, apa yang perlu
disombongkan? Uang yang banyak? Harta berlimpah yang kita miliki? Ibu ku selalu
bilang, itu bukan milik kita, semua itu hanya titipan dari Allah. Yang namanya
titipan, suatu saat pasti diambil lagi oleh pemiliknya kan? Kalau kita sampai
tidak mau berteman dengan anak yang tidak kaya, lalu jika Allah mengambil
kekayaan kita sehingga kita menjadi miskin, bagaimana perasaannya kalau
teman-teman meninggalkan dan tidak mau lagi berteman dengan kita hanya
gara-gara kita miskin?” jelas Hamzah berharap Leon menyadari kesalahannya.
“Apakah itu
mengasyikkan Leon?” tanya Hamzah bermaksud meledek Leon.
Teman-teman
Hamzah yang mendengarkan penjelasan Hamzah bersorak mendukung apa yang
dikatakan Hamzah. Sebenarnya Leon juga membenarkan perkataan Hamzah, namun
karena malu dan merasa tersindir dengan ucapan Hamzah, dia pun langsung pergi
masuk kelas.
sudah saatnya kita mengajarkan kesederhanaan kepada anak2. Semoga Hamzah bisa menjadi inspirasi, bahwa hidup sederhana itu lebih indah :)
BalasHapusAmiiiinnn. :)
Hapus