Senin,
19 Juni 2016 aku diundang buka bersama oleh salah satu teman kuliah, yaitu Bu
Wiwik Sunarsih. Dalam acara tersebut, Bu Wiwik sekeluarga mengundang salah satu
dosen dari IAIN Tulungagung untuk memberikan mauidzoh hasanah. Beliau adalah
Dr. H. M. Muntahibun Nafis, M. Ag.
Materi
yang disampaikan sungguh menarik. Beliau berusaha menyadarkan bagaimanakah
kondisi hati kami saat ini. Jika diibaratkan dengan dua buah benda, gelas dan
cikrak yang dituangi air, maka seperti benda yang manakah hati ini?
Gelas,
suatu benda di mana jika air dituangkan ke dalam benda tersebut, tentu dia akan
menerimanya atau dia siap untuk menjadi wadah air tersebut. Namun apakah hal
yang sama juga terjadi pada cikrak? Sudah tahu apa itu cikrak? Ya, cikrak
adalah benda yang terbuat dari anyaman bambu yang berguna untuk mengangkut
sampah sebelum sampah sampai di tempat terakhirnya. Ketika air dituangkan dalam
benda tersebut, apa yang terjadi? Tentu dia tidak mampu mewadahi air layaknya
gelas tadi, dia hanya bisa membiarkan air melewati dirinya sehingga dia basah.
Cikrak diambil dari http://soloevent.id/wp-content/uploads/2014/10/ada-cikrak-di-album-fisip-meraung-post__.jpg |
Lalu, seperti
gelas atau cikrak kah hati ini???
Cikrak
lah jawabannya. Kenapa?
Jika
setiap hari kita sholat, membaca Al-Quran, dzikir, dan membaca sholawat, apakah
hati kita juga ikut hadir ketika melaksanakan ibadah tersebut? Apakah hati kita
sudah memahami apa yang kita ucapkan saat solat, membaca Al-Quran, dzikir, dan
membaca sholawat??
99.9
persen jawabannya adalah belum (untuk diriku sendiri).
Itulah
mengapa hati ini masih diibaratkan dengan cikrak. Kendati demikian, kita harus
tetap bahkan harus rajin melaksanakan amalan tersebut. Rajin membaca Al-Quran,
dzikir, sholawat meski tidak mengerti maknanya. Mungkin akan muncul pertanyaan
"Tidakkah hal itu sia-sia"?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa melakukan percobaan menyiram cikrak
dengan air bersih berulang-ulang kali. Apakah sia-sia kegiatan kita menuangkan
air pada benda yang tidak mampu mewadahinya?
Tidak
Bukankah
cikrak yang saban harinya terkena sampah atau kotoran itu akan bersih seiring
dengan seringnya air bersih yang dituangkan?
Nah,
PR kita selanjutnya adalah tidak berhenti pada cikrak yang terbuat dari bambu. Tapi
berusaha sedikit demi sedikit untuk menjadi gelas yang selalu siap mewadahi air
bersih yang dituangkan ke dalamnya.
Pak Nafis ketika memberikan mauidzoh hasanah |
Pasca PAI-C IAIN Tulungagung 2017-2018 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar