Judul : HUJAN
Penulis: Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke-10, Februari 2016
Novel Hujan - Tere Liye |
“Ratusan orang
pernah di ruangan ini. Meminta agar semua kenangan mereka dihapus. Tetapi
sesungguhnya, bukan melupakan yang menjadi masalahnya. Tapi menerima.
Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia
tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan” (h. 308)
Hidup
tidak selalu tentang kebahagiaan, semua orang pun telah memahami hal ini.
Masalah, musibah, perpisahan, dan hal yang menyakitkan lainnya adalah pelengkap
hidup di alam fana ini. Pernak-pernik kehidupan tersebut akan kita temui silih
berganti. Saat kebahagiaan yang kita dapatkan, pasti kita akan menyimpannya
dalam memori kenangan yang indah demi mengingatnya di masa mendatang. Namun,
saat kesedihan yang kita temui, bisa dipastikan kita ingin segera menghapus
tentang ingatan itu, walau kadang ini tak semudah membalikkan telapak tangan.
Ini akan menjadi pilihan kita, apakah kita akan memilih melupakan atau
mengenang semua hal menyakitkan.
Jika
ditanya hal tersebut, tentu kebanyakan akan memilih untuk melupakan semua hal
yang menyakitkan ketika mengingatnya. Inilah yang dilakukan oleh Lail (tokoh di
dalam novel), seorang cewek yang bekerja sebagai perawat serta tergabung dalam
organisasi relawan. Dia ingin menghapus kenangannya bersama Esok - seorang
ilmuwan yang berjasa menciptakan banyak teknologi – karena dirinya tidak mau
terus-terusan memikirkan orang yang belum tentu akan memikirkannya. Begitulah
pikirnya.
Esok adalah laki-laki dua tahun lebih tua dari Lail. Dia adalah orang yang telah menyelamatkan Lail di kereta bawah tanah saat bencana gunung meletus terjadi. Selepas bencana itu, Esok lah orang yang selalu menemani Lail, di mana ada Esok pasti ada Lail, layaknya adik kakak. Bagi Lail, kedatangan Esok adalah sebagai pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada akibat bencana itu. Kebersamaan mereka pada akhirnya juga melahirkan perasaan yang lebih dari sekedar adik kakak.
Esok adalah laki-laki dua tahun lebih tua dari Lail. Dia adalah orang yang telah menyelamatkan Lail di kereta bawah tanah saat bencana gunung meletus terjadi. Selepas bencana itu, Esok lah orang yang selalu menemani Lail, di mana ada Esok pasti ada Lail, layaknya adik kakak. Bagi Lail, kedatangan Esok adalah sebagai pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada akibat bencana itu. Kebersamaan mereka pada akhirnya juga melahirkan perasaan yang lebih dari sekedar adik kakak.
Novel
bersetting tahun 2040 an itu memaparkan banyak teknologi super canggih, di mana
tenaga mesin lebih banyak dimanfaatkan dari pada tenaga manusia. Saking
canggihnya teknologi pada saat itu, semua permasalahan manusia bisa diatasinya.
Termasuk perkara menghilangkan ingatan yang dibenci, orang yang menginginkannya
bisa langsung menemui fasilitator yang memiliki alat memodifikasi ingatan, pasien
tinggal memasuki ruangannya, dan mesin akan bekerja sesuai yang diinginkan lalu
pasien keluar dengan ingatan yang sudah di-refresh.
Tidak
hanya itu, penulis kenamaan itu juga menghadirkan teknologi yang jika kita
membayangkan akan geleng-geleng kepala. Mobil terbang, kamera selfie
yang berterbangan, kursi roda yang lincah berjalan meski pada tangga sekalipun,
dan mesin pembuatan benda-benda seperti almari atau makanan dengan hanya
mengaturnya di mesin dan mesin akan mencetaknya layaknya mencetak dokumen.
Canggih sekali bukan?
Pertanyaannya,
benarkah teknologi seperti itu akan muncul?? Ah, alangkah indahnya jika itu
benar-benar nyata pada 20 tahun yang akan datang.
Indah?
Eh
iya ada hal lain yang super serius. Kemajuan teknologi itu juga dibarengi
dengan bencana yang menyebabkan kepunahan manusia. Dan ini menjadi nasihat
tersirat bagi para pembaca supaya tidak rakus ketika memanfaatkan alam ini. Ada
banyak bencana yang menimpa manusia pada tahun itu, gunung meletus skala 7,
gempa bumi, turunnya salju yang dibarengi dengan menipisnya bahan pangan, dan
terakhir adalah langit tak berawan yang mengakibatkan tidak akan turun hujan.
Canggihnya
teknologi memang mampu mengatasi permasalahan manusia, namun itu hanya sebentar dan
akan menimbulkan permasalahan baru yang lebih berisiko hingga berakhir punahnya manusia itu sendiri. Ini dikarenakan teknologi semutakhir apapun itu tidak akan dapat
mengatasi kerakusan manusia yang tak pernah habis hajatnya.
Itulah
yang bisa diambil dari novel bercover hijau itu. Hujan dipilih sebagai judul
buku karena hujan adalah hal yang disukai oleh Lail, setiap kejadian bersama
Esok dilaluinya ketika hujan turun. Sayangnya, langit biru tanpa awan tidak
akan meneteskan airnya lagi ke bumi. Lalu bagaimana Lail akan menghadapi
situasi tersebut? Temukan awabannya di novel HUJAN :)
“Kenapa
kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan.
Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan
menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga
selesai dengan sendirinya”
“Semua
akan kalah oleh waktu. Hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu,
orang-orang yang berhasil menaklukkan diri sendiri. Meski terasa sakit,
menangis, marah-marah, tapi pada akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah
berhasil menaklukkan diri sendiri” (h.298)
makasih reviewnya belum pernah baca
BalasHapusTerima Kasih juga telah bersedia mampir ke sini hehe
Hapus