Judul : Rindu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Kota Terbit : Jakarta
Cetakan IV, November 2014
“Bukankah banyak kerinduan saat kami hendak
melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja”.
Rindu, sebuah novel best seller karangan
Tere Liye yang menceritakan perjalanan panjang kerinduan. Seperti novel yang
lainnya, novel ini juga terdapat pelajaran yang sungguh berharga. Dengan bersetting
zaman penjajahan, Tere Liye menceritakan perjalanan haji orang-orang Indonesia
menggunakan kapal uap yang tidak secepat dan semudah sekarang saat merdeka dan
didukung canggihnya alat transportasi. Bukan hanya tentang permasalahan-permasalahan
yang ditimbulkan oleh kapal uap yang akan kita temukan di sini, tapi kita juga
akan menemukan banyak pelajaran tentang hidup lewat tokoh-tokoh di dalamnya.
Perjalanan haji memanglah perjalanan yang
panjang, tidak hanya perjalanan fisik, melainkan perjalanan batin seorang hamba
yang rindu untuk bersimpuh kepada Tuhan di tempat yang sangat mulia. Kapal Blitar
Holland adalah salah satu kapal yang berjasa membawa penumpang pada masa
itu untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima. Tidak hanya dari satu pulau
penumpangnya, melainkan dari seluruh pulau di Indonesia, beberapa orang dengan
latar belakang dan sifat berbeda bertemu di sini.
Lima orang dengan kisah yang berbeda
menciptakan lima pertanyaan untuk dijawab. Kisah-kisah tersebut menggambarkan
masalah-masalah yang sering dihadapi oleh manusia dalam hidup. Tentang masa
lalu yang memilukan, tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi,
tentang kehilangan kekasih hati, tentang cinta sejati, dan tentang kemunafikan.
Jawaban atas kisah-kisah berikut pertanyaan-pertanyaannya tersebut merupakan
renungan sekaligus solusi bagaimana seharusnya menghadapi permasalahan
tersebut.
Pertama, kisah tentang Bonda Upe. Penumpang Blitar
Holland terdiri dari anak-anak dan orang dewasa. Pembelajaran membaca
Al-Quran sangatlah penting bagi anak, karena itu Gurutta (orang alim
yang paham agama dan orang yang paling dihormati) memberi amanah kepadanya untuk
mengajar anak-anak mengaji. Namun, suatu saat dirinya bergejolak. Dia merasa
tidak pantas dijadikan guru mengaji anak-anak, hingga dia memilih untuk berdiam
diri di kabinnya, tidak makan di kantin kapal, tidak sholat di masjid, bahkan
libur mengajar anak-anak mengaji. Sikapnya yang demikian membuat orang-orang
dan anak didiknya terutama Anna dan Elsa (anak Andipati) penasaran apa yang
sebenarnya terjadi pada guru ngajinya. Karena setiap kedua anak itu beserta Gurutta
ingin bertemu, Bonda Upe selalu menolak untuk menemuinya.
Pada suatu saat, ketika Bonda Upe dan
suaminya menemukan waktu yang paa, mereka pun bercerita tentang apa yang
sebenarnya terjadi kepada Gurutta. Mereka yakin Gurutta lah orang
yang tepat untuk memnyelesaikan masalahnya. Hingga terjawablah pertanyaan Gurutta
tentang Bonda Upe yang terus menyendiri di kamar. Masalahnya tidak
lain adalah masa lalu yang memilukan. Bonda Upe, guru mengaji anak-anak
berkulit putih dan cantik bermata sipit (keturunan Cina) yang selalu dipandang kagum
oleh Anna, dulunya adalah seorang pelacur, tepatnya terpaksa menjadi pelacur. Inilah
yang membuat dirinya minder.
Dirinya takut kalau masa lalunya terbongkar
sehingga orang-orang di kapal bakal mengerti kalau guru mengaji anak-anaknya
adalah mantan pelacur. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana diejek dan dicaci
oleh orang-orang. Bahkan dia juga takut kalau anak didiknya mengetahui bahwa
orang yang mengajari mengaji mereka ternyata orang yang bejat. Biarpun dia
sudah sebenar-benarnya taubat, namun perasaan takut ini selalu menghinggapi
dirinya. Hal yang paling membuat dirinya gelisah adalah, “Apakah Allah akan
menerimanya di Tanah Suci nanti?”
Gurutta pun menjawabnya dengan tiga bagian. Pertama,
bahwa cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Tidak perlu
dilawan atau dilupakan, karena itu sudah menjadi bagian dari hidup. Dengan
menerima, perlahan-lahan dia akan memudar disiram oleh waktu dan dipoles oleh
kenangan baru yang lebih bahagia (h. 312).
Kedua, tentang penilaian orang lain, tentang
cemas diketahui orang lain siapa diri kita sebenarnya. Kita tidak perlu
menjelaskan panjang lebar tentang kehidupan kita, tidak perlu orang lain
mengakui bahwa kita hebat. Karena hanya diri kita lah yang tahu apakah kita
bahagia atau tidak, tulus atau tidak. Tugas kita adalah merengkuh rasa damai
dalam hati kita sendiri. (h. 313).
Ketiga, tentang apakah Allah akan menerima haji
seorang pelacur, jawabnya hanya Allah yang tahu dan itu adalah hak penuh Allah
mau menerima atau tidak ibadah seseorang. Yang bisa kita lakukan adalah
senantiasa berharap atas ampunan-Nya dan senantiasa takut dengan azab-Nya
dengan selalu berbuat baik. (h. 315).
Pertanyaan ke dua datang dari Daeng Andipati,
Ayah dari Anna dan Elsa. Seorang pebisnis sukses yang mempunyai istri cantik
dan dua anak yang cerdas, terlihat mempunyai kehidupan yang bahagia. Namun,
yang terjadi tidaklah demikian. Sebongkah kebencian dalam hatinya lah yang
membuat dirirnya bisa mengatakan bahwa dia bukanlah orang yang bahagia. Benci
yang sangat besar kepada seseorang yang seharusnya dia sayangi dan hormati,
ayahnya. Racun kebencian yang muncul sejak dia remaja, karena kelakuan ayahnya
yang sungguh tidak berperikemanusiaan. Dia licik dan culas dalam berdagang,
banyak orang yang dirugikannya serta dia juga kerap memukul istrinya (Ibu
Andipati). Lantas, bagaimana mengatasi kebencian?
Lagi-lagi Gurutta menjawab dengan tiga
bagian. Pertama, ketika kita membenci orang lain, maka sesungguhnya kita sedang
membenci diri sendiri. Kedua, sungguh kita berhak atas kedamaian dalam hati.
Karenanya, dengan memaafkan ayahnya maka hati akan damai. Terakhir, dengan
menutup lembaran lama yang penuh dengan coretan, dan membuka lembaran baru yang
benar-benar kosong.
Pertanyaaan ketiga datang dari Mbah Kakung,
penumpang yang sudah sepuh (tua), pendengarannya sudah berkurang,
kendati demikian dia selalu berlaku romantic kepada Mbah Putri, istrinya.
Sesuatu yang dekat dengan kita dalam hidup ini adalah kematian. Pada perjalanan
panjang di atas Kapal Blitar Holland tersebut, Mbah Putri menghembuskan
nafas terakhirnya ketika sujud dalam sholat Shubuh. Inilah yang membuat Mbah
Kakung galau terus-terusan sehingga tidak enak makan karena belahan jiwanya
telah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Bahkan sebelum mereka menatap Masjidil
Haram bersama. Hingga Mbah Kakung melontarkan pertanyaannya pada Gurutta, “Kenapa
kematian istrinya harus sekarang? Kenapa tidak bisa ditunda setelah selesai di
Tanah Suci?”
Itulah takdir, kita harus bisa menerimanya
dengan lapang hati, karena kita mau menerima atau menolaknya, dia akan tetap
terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia,
apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak
peduli. Tugas kita adalah meyakini bahwa takdir Allah adalah yang terbaik.
Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Segala
sesuatu yang kita anggap buruk, boleh jadi baik untuk kita, begitu juga
sebaliknya. Dan, ketika kesedihan menghampiri kita, biarkan waktu yang
menghapus dan mengobati kesedihan kita (h. 471-473).
Ambo Uleng, adalah salah satu kelasi dapur yang
salah satu tujuannya menaiki kapal adalah untuk pergi dan berlari
sejauh-jauhnya. Dia lari dari seluruh kisah cintanya, karena gadis yang
dicintainya telah dijodohkan oleh orang lain. Karena patah hati lah yang
membuat dirinya berada di kapal itu dan melontarkan pertanyaan ‘apakah cinta
sejati itu?’
Cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati
perasaan itu, maka semakin tulus kamu melepaskannya. Lepaskanlah, maka besok
lusa jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara
mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita, Jika dia tidak
kembali, maka berarti dia bukan cinta sejatimu. Percayalah, Allah akan
menggantinya dengan yang lebih baik. Yakinlah, bahwa Allah adalah pemilik
cerita paling sempurna di muka bumi (h. 492).
Selanjutnya, pertanyaan kelima adalah datang
dari Gurutta itu sendiri. Kesibukannya sehari-hari adalah menulis.
Menulis adalah salah satu cara dia berdakwah mengajak kebenaran. Ketika satu
buku telah selesai dia garap, tentara Belanda menemukannya di kabinnya, yang
kemudian membuat dirinya dimasukkan dalam penjara karena buku tersebut berisi
tentang ide-ide kemerdekaan. Hingga suatu ketika ada perompak yang berhasil
masuk kapal yang ingin merebut kapal Blitar Holland. Semua penumpang
hanya bisa diam ketakutan menghadapi perompak-perompak itu.
Ambo Uleng pun mempunyai ide untuk melawan para
perompak itu. Dia melepaskan Gurutta dari penjara dan minta tolong untuk
memberikan perintah kepada para penumpang agar mereka melawan para perompak
itu. Sayangnya, Gurutta menolak karena jika mengadakan perlawanan,
berarti harus siap ada korban jika perlawanan itu dimenangkan pihak musuh. Inilah
masalahnya, dalam bukunya, seolah-olah Gurutta berkoar tentang
kemerdekaan dan bagaimana harus mendapatkannya. Namun, ketika diminta melakukan
perlawanan untuk sebuah kemerdekaan, dia malah menolaknya.Hingga Ambo Uleng
menyadarkannya dengan kalimat “Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan
tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan
perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya
iman”.
Ambo Uleng lah yang menjawab pertanyaan besar Gurutta,
perkara kemerdekaan tidak bisa dijawab dengan kalimat lisan atau tulisan.
Tapi ia harus menjawabnya dengan perbuatan. Akhirnya dia menyetujui untuk
menyerang perompak dan mau menuliskan pesan kepada para penumpang perihal
penyerangan tersebut.
Begitulah Tere Liye menyampaikan pelajaran
lewat buku-bukunya. Meramunya dengan alur cerita yang menakjubkan sehingga
pembaca tidak merasa digurui. Nasihat-nasihat nya mudah menancap dalam otak dan
hati yang kemudian bisa sebagai bahan renungan bagaimana seharusnya melangkah
di kemudian hari.
Lantas, apa yang terjadi pada Bonda Upe, Andipati,
Mbah Kakung, Ambo Uleng, dan Gurutta setelah melakukan perjalanan
panjang tersebut? Temukan jawabannya dengan membaca novel “RINDU” nya Bang
Tere. hehe.
Tulisannya gak kebaca :(
BalasHapusiya ta mbak?? kok bisa ya??
Hapus