A.
Pengertian Hubungan Masyarakat
Masyarakat
merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia.
Istilah inggrisnya adalah society, sedangkan masyarakat itu sendiri
berasal dari bahasa Arab Syakara yang berarti
ikut serta atau partisipasi, kata Arab masyarakat berarti saling bergaul
yang istilah ilmiahnya berinteraksi.[1]
Menurut kamus terbitan Institute of Public Relation (IPR)
dalam kutipan Sri Minarti,
Humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana
dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan
saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.[2]
Sedangkan menurut Frank
Jefkins yang dikutip oleh Sri Minarti, Humas adalah sesuatu yang merangkum
keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara
suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.[3]
Adapun menurut Sondang
P.Siagian dalam kutipan Sri Minarti, Humas adalah keseluruhan kegiatan yang
dijalankan suatu organisasi terhadap pihak-pihak lain dalam rangka pembinaan
pengertian dan memperoleh dukungan pihak lain itu demi tercapainya tujuan
organisasi dengan sebaik-baiknya.[4]
Menurut Wahjosumidjo
yang juga dikutip oleh Sri Minarti, Manajemen Humas adalah suatu proses
pengembangan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat yang bertujuan
memungkinkan orang tua dan warga wilayah berpartisipasi aktif dan penuh arti di
dalam kegiatan pendidikan sekolah.[5]
Dari beberapa rumusan
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam humas mencakup 1) suatu usaha
terencana, 2) antara satu lembaga/organisasi pendidikan dan masyarakatnya, 3)
bertujuan memperoleh dukungan dan kepercayaan.
B. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Ada hubungan saling
memberi dan saling menerima antara lembaga pendidikan dengan masyarakat
sekitarnya. Lembaga pendidikan merealisasi apa yang dicita-citakan oleh warga
masyarakat tentang pengembangan putra-putra mereka. Hampir tidak ada orang tua
siswa/mahasiswa yang mampu membina sendiri putra-putra mereka untuk dapat
bertumbuh dan berkembang secara total, integratif, dan optimal seperti yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya lembaga-lembaga
pendidikan mengambil alih tugas ini. Lembaga pendidikan memberikan sesuatu yang
sangat berharga kepada masyarakat.[6]
Di samping layanan
terhadap masyarakat berupa pendidikan dan pengajaran terhadap putra-putra warga
masyarakat, lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaharu
atau mercu penerang bagi masyarakat. Banyak hal baru yang bermanfaat bagi
masyarakat bersumber dari lembaga pendidikan, di samping dari sumber-sumber
lain. Pemanfaatan ampas tebu menjadi pupuk, penemuan-penemuan padi unggul, cara
memberantas hama, cara memelihara ternak, penemuan-penemuan teknik sederhana
untuk pedesaan, dan sebagainya adalah contoh-contoh realisasi lembaga
pendidikan sebagai agen pembaharu.[7]
Lembaga pendidikan
sesungguhnya melaksanakan fungsi rangkap terhadap masyarakat yaitu memberi
layanan dan sebagai agen pembaharu dan penerang, yang oleh Stoop disebut
sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (1981, h. 463 – 464). Dikatakan
fungsi layanan karena ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan disebut
fungsi pemimpin sebab ia memimpin masyarakat disertai dengan
penemuan-penemuannya untuk memajukan kehidupan masyarakat.[8]
Fungsi layanan itu
tidak hanya terbatas kepada pemberian pendidikan dan pengajaran kepada para
putra warga masyarakat, tetapi juga melayani aspirasi daerah-daerah setempat.
Seperti diketahui bahwa keadaan satu daerah dengan daerah lain tidak sama, yang
membuat masing-masing daerah memiliki kebutuhan sendiri-sendiri. Kebutuhan
daerah industri misalnya tidak sama dengan kebutuhan daerah pertanian, tidak
sama pula dengan kebutuhan daerah pariwisata, dan sebagainya. Begitu pula
dengan pegunungan, tidak sama kebutuhannya dengan daerah perkotaan, juga tidak
sama dengan daerah pantai. Lembaga pendidikan siap melayani kebutuhan
masing-masing daerah ini. Lembaga pendidikan berusaha mencetak tenaga-tenaga
menengah atau tenaga-tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan setiap daerah.[9]
Itulah yang bisa
diberikan oleh lembaga pendidikan kepada masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga
memberikan sesuatu yang tidak kalah pentingnya daripada pemberian lembaga
pendidikan kepadanya. Pemberian itu ialah berupa tanggung jawab bersama.
Masyarakat yang terbina dengan baik akan merasa bahwa lembaga pendidikan itu
adalah juga miliknya yaitu milik bersama. Yang mereka rasa perlu dipelihara, dipertahankan,
dan dimajukan, mirip seperti memelihara dan memajukan keluarga beserta tempat
tinggalnya sendiri. Sebab tanpa ada lembaga pendidikan mereka yakin bahwa
keluarga dan keturunan mereka mungkin tidak akan bisa hidup maju, enak, dan
bahagia.[10]
Selanjutnya dengan
mengadakan kontak hubungan dengan masyarakat memudahkan organisasi pendidikan
itu menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Lembaga pendidikan lebih mudah
menempatkan dirinya di masyarakat dalam arti dapat diterima sebagai bagian dari
milik warga masyarakat. Lembaga pendidikan dapat mengikuti arus dinamika
masyarakat lingkungannya.[11]
Menurut M. Ngalim
Purwanto dalam kutipan Sri Minarti, hubungan sekolah dengan masyarakat mencakup
hubungan sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintah setempat,
sekolah dengan instansi dan jawatan lain, dan sekolah dengan masyarakat pada
umunya. Hendaknya, semua hubungan itu merupakan hubungan kerja sama yang
bersifat pedagogis, sosiologis, dan produktif yang dapat mendapatkan keuntungan
dan perbaikan serta kemajuan bagi kedua belah pihak.[12]
Sedangkan menurut M.
Ngalim Purwanto dalam kutipan Sri Minarti, hubungan kerja sama antara sekolah
dan masyarakat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:[13]
1.
Hubungan
Edukatif
Adalah hubungan kerja sama antara sekolah dan
masyarakat dalam hal mendidik siswa, antara guru di sekolah dan orang tua di
dalam keluarga. Hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip
atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan
sikap pada diri peserta didik. Juga, kerja sama dalam berusaha memenuhi
fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk belajar di sekolah maupun di rumah,
dalam memecahkan masalah-masalah yang menyangkut kesulitan belajar maupun
kenakalan remaja.
Cara kerja sama tersebut dapat direalisasikan dengan
mengadakan pertemuan yang direncanakan secara periodik antara guru-guru di
sekolah dan orang tua peserta didik sebagai anggota komite sekolah atau
sejenisnya, di samping itu juga dapat dilakukan dengan melakukan anjang sana oleh
guru-guru ke rumah orang tua peserta didik di luar waktu sekolah. Jika hal
terakhir itu tidak memungkinkan, dapat pula mengadakan pertemuan antara
guru-guru dan orang tua peserta didik per kelas untuk mengadakan dialog-dialog
terbuka mengenai masalah pendidikan yang sering terdapat atau terjadi di
sekolah dan juga yang ada di dalam keluarga. Bisa juga dengan mengadakan dialog
personal antara orang tua peserta didik dan para guru, serta bagaimana cara
mengatasinya.
2.
Hubungan
Kultural
Adalah usaha kerja sama antara sekolah dan
masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan
masyarakat tempat sekolah itu berada. Bahkan, yang diharapkan hendaknya sekolah
itu dapat menjadi titik pusat dan sumber tempat terpencarnya norma-norma kehidupan
(norma agama, etika, sosial, estetika, dan lain sebagainya) yang baik bagi
kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, tidaklah
salah bila sekolah dijadikan barometer bagi maju mundurrnya kehidupan beragama,
cara berpikir, kesenian, kebudayaan, dan berbagai hal yang terjadi dalam
masyarakat.
Untuk itu, diperlukan adanya hubungan kerja sama
yang fungsional antara kehidupan di sekolah dan kehidupan di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan kurikulum di sekolah disesuaikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat. Demikian pula dengan pemilihan tentang bahan
pengajaran dan metode-metode mengajarnya.
Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa untuk
mewujudkan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan peserta didik
untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan masyarakat,
bersama-sama dengan masyarakat lingkungannya bergotong royong memperbaiki
fasilitas umum, seperti memperbaiki jalan, memperbaiki pengairan sawah-sawah,
dan juga bersama menyelenggarakan perayaan-perayaan yang bersifat keagamaan
ataupun nasional dengan mementaskan berbagai atraksi kesenian, dan sebagainya. Bahkan,
mungkin sekolah itu harus membantu menyediakan ruangan rapat, perayaan, dan
kelompok belajar masyarakat di lingkungan sekolah. Kegiatan kerja sama semacam
itu sangat berarti bagi peserta didik dalam mendidik dan juga berpartisipasi
dan juga turut menumbuhkan rasa bertanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungannya.
3.
Hubungan
Institusional
Adalah hubungan kerja sama antara sekolah dan
lembaga-lembaga atau instansi-instansi resmi lainnya, baik swasta maupun
pemerintah. Misalnya, hubungan sekolah dengan Puskesmas, pemerintah setempat,
dinas pertanian, pasar, dan lain sebagainya. Semuanya itu dilakukan dalam
rangka perbaikan dan memajikan pendidikan, dengan demikian, peserta didik tidak
lagi asing dengan lingkungan tempat tinggalnya yang penuh dengan profesi.
Humas berfungsi sebagai
media dalam menjembatani antara sekolah dan masyarakat yang nanti sekolah
sebagai lembaga sosial yang diselenggarakan dan dimiliki oleh masyarakat, harus
memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sekolah mempunyai kewajiban secara legal dan
moral untuk selalu memberikan penerangan kepada masyarakat tentang
tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, dan keadaannya. Sebaliknya, sekolah
juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan
masyarakatnya. Semakin majunya pengertian masyarakat akan pentingnya pendidikan
anak-anaknya merupakan kebutuhan vital bagi sekolah dan masyarakat untuk
menjalin kerja sama. Kerja sama tersebut dimaksudkan demi kelancaran pendidikan
di sekolah pada umumnya, dan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik
pada khususnya.[14]
Oleh sebab itu harus
dicari model hubungan masyarakat (humas) yang efektif dalam penyelenggaraan
pendidikan. Wahjosumidjo, seperti yang dikutip oleh Marno dan Triyo Supriyatno,
memberikan beberapa rumusan model humas dalam lembaga pendidikan seperti
sekolah, antara lain:[15]
1. Analisis,
adalah suatu proses tempat isu-isu dari anggota masyarakat diidentifikasi dan
dicari hubungannya satu sama lain,
2. Komunikasi,
proses interaksi antara sesama anggota masyarakat dan antar sekolah dengan
anggota masyarakat,
3. Keterlibatan,
melalui proses tersebut anggota masyarakat memberikan kontribusi, energi,
keahlian, dan sumber-sumber lain terhadap sekolah dan memperoleh jalan untuk
proses pembuatan keputusan tentang sekolah,
4. Penyelesaian,
proses yang direncanakan untuk memecahkan masalah dan untuk mengurangi konflik aktual
dan potensial di antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dari deskripsi
tersebut, dapat disebutkan bahwa peranan dan manfaat hubungan masyarakat
(humas) bagi sekolah dan juga bagi masyarakat sendiri, antara lain dapat
dilihat pada tabel berikut.
Manfaat Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Manfaat
Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
|
|
Bagi
Sekolah
|
Bagi
Masyarakat
|
1.
Memperbesar
dorongan untuk mawas diri.
2.
Memudahkan
memperbaiki pengelolaan sekolah.
3.
Mengurangi
miskonsepsi masyarakat tentang sekolah.
4.
Mendapatkan
kritik dan saran dari masyarakat.
5.
Memudahkan
meminta bantuan dan dukungan dari masyarakat.
6.
Memudahkan
penggunaan media pendidikan di masyarakat.
7.
Memudahkan
pendataan narasumber.
|
1.
Mengetahui
aktivitas sekolah dan program-programnya.
2.
Kebutuhan
masyarakat terhadap keberadaan sekolah lebih mudah terwujudkan.
3.
Mendapatka nilai
tambah dalam hal inovasi dan kreativitas sekolah.
4.
Memberikan
harapan yang lebih baik terhadap masa depan anak-anak.
5.
Menyalurkan
dukungan (amal, zakat, dan infaq) dari masyarakat.
6.
Mendorong
terciptanya masyarakat madani.
|
Tabel 1. Manfaat Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat
C. Pendekatan dan Teknik Pelibatan Masyarakat dalam
Humas Sekolah
Pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah
yang merupakan lembaga pendidikan untuk generasi penerus hanya membantu kelanjutan
pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh
peserta didik, yakni di keluarga. Peralihan bentuk pendidikan yang belum
dilembagakan (keluarga) ke pendidikan yang dilembagakan (sekolah) memerlukan
kerjasama antara orangtua dan sekolah. Sikap anak terhadap sekolah terutama
akan dipengaruhi oleh sikap orangtua mereka. Juga, sangat diperlukan
kepercayaan orangtua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya di sekolah.[16]
Menurut hasil
penelitian, pekerjaan guru (pendidik) di sekolah akan lebih efektif apabila guru
mengetahui latar belakang dan pengalaman peserta didik di rumahnya. Peserta
didik yang kurang maju dalam pelajaran, berkat kerja antara orangtua peserta
didik dan pendidik akan banyak kekurangan peserta didik yang dapat diatasi.
Lambat laun orangtua juga akan menyadari bahwa pendidikan atau keadaan
lingkungan rumah tangga dapat membantu dan menghalangi kesukaran anak di
sekolah.[17]
Terkait dengan hal
tersebut, pada dasarnya humas merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah
untuk mengikutsertakan atau melibatkan masyarakat dalam setiap program-program
pendidikan yang digalakkan oleh sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.[18]
Menurut Ibrahim
Bafadal, ada empat pendekatan yang dapat digunakan dalam kegiatan humas antara
sekolah dan masyarakat sekitarnya, yaitu:[19]
1. Komunikasi
Komunikasi dalam tinjauan humas
berarti adanya hubungan timbal balik antara pihak sekolah dan masyarakat yang
bersifat dialogis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Implementasinya
bias dengan memanggil orangtua ke sekolah, berkunjung ke rumah peserta didik,
memberikan informasi ke masyarakat melalui telepon, buletin-buletin sekolah,
mading sekolah, surat, dan lain sebagainya.
2. Peragaan
Peragaan di sini maksudnya sekolah
mengadakan acara-acara yang menampilkan kreasi sekolah dalam membina peserta
didik, baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Peragaan yang
dimaksud bias berupa pameran sekolah, acara-acara keagamaan,
perlombaan-perlombaan antar peserta didik, pagelaran kesenian sekolah yang
dimainkan oleh peserta didik dan lain sebagainya. Dari kegiatan-kegiatan
tersebut, diharapkan masyarakat tergugah hatinya untuk ikut serta memerhatikan
pendidikan anaknya.
3. Pelibatan
Dalam tataran praktis, sekolah perlu
melibatkan masyarakat dalam membantu menyukseskan program-program pendidikan
yang diselenggarakan oleh sekolah. Misalnya, melalui kegiatan rapat sekolah
untuk meminta pendapat masyarakat, pemberian bantuan dari masyarakat berupa
jasa ataupun barang, gotong royong, memperbaiki atau membersihkan sekolah, dan
lain sebagainya.
Melibatkan masyarakat pada suatu
kegiatan dalam sekolah berarti masyarakat akan terlibat pada pendidikan di
sekolah dan ini akan menanamkan kecintaan dan kesetiaan pada sekolah. Pada hakikatnya,
mengikutsertakan masyarakat dalam mendidik anak berarti mendidik masyarakat.
4. Penggunaan
Fasilitas Sekolah Oleh Masyarakat
Sarana prasarana yang dimiliki
sekolah bukanlah milik sekolah yang tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Supaya masyarakat merasa memiliki akan sarana prasarana sekolah, masyarakat
juga diberikan hak untuk memanfaatkannya. Misalnya, sarana olahraga, ruang
kelas, lapangan sekolah, dan lain sebagainya. Sekolah jangan sampai dikunci
gerbangnya (di luar jam-jam sekolah) dengan alasan supaya sarana prasarana yang
ada aman dan tidak rusak.
Selanjutnya, dalam
tataran operasional dari pendekatan-pendekatan humas tersebut, lahir beberapa
teknik humas yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah. Menurut Don Begin,
hubungan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu humas ke luar
dan humas ke dalam.
1.
Kegiatan Eksternal
Kegiatan
eksternal selalu berhubungan atau ditujukan pada publik atau masyarakat di luar
warga sekolah. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan, yakni secara langsung
dan tidak langsung. Kegiatan tatap muka, misalnya rapat bersama dengan pengurus
komite sekolah setempat, berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat, melayani
kunjungan tamu, dan sebagainya. Sedangkan, eksternal tidak langsung adalah
kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat melalui perantaraan media tertentu,
misalnya telepon, internet, faksmili, TV, radio, majalah atau buletin sekolah,
madding sekolah, media cetak umum, dan lain sebagainya.[20]
Terkait dengan
pandangan tersebut, menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal, kegiatan-kegiatan
humas eksternal yang secara langsung dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam
kegiatan-kegiatan kunjungan ke rumah peserta didik, mengundang orangtua peserta
didik ke sekolah, case conference, dan pembentukan Badan Pembantu
Sekolah (BPS) atau Organisasi Perkumpulan Orangtua Murid (POMG/POM). [21]
Selanjutnya,
kegiatan eksternal yang melalui media dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya penyebaran informasi lewat TV, penyebaran informasi lewat radio,
penyebaran informasi lewat media cetak, pameran sekolah, berusaha sendiri
dengan penerbitan majalah atau bulletin sekolah.[22]
2.
Kegiatan Internal
Kegiatan
internal merupakan publisitas yang sasarannya tidak lain adalah warga sekolah
yang bersangkutan, yakni para pendidik, tenaga tata usaha, dan seluruh siswa.
Menurut B. Suryosubroto dalam kutipan Sri Minarti, pada prinsipnya kegiatan
internal bertujuan:[23]
a.
Memberi
penjelasan kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah, situasi, dan perkembangannya.
b.
Menampung saran
dan pendapat dari warga sekolah dalam hubungannya dengan pembinaan dan
pengembangan sekolah.
c.
Dapat memelihara
hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama antara warga sekolah sendiri.
Kegiatan
internal dapat dibedakan atas kegiatan langsung (tatap muka) dan tidak langsung
(melalui media tertentu). Kegiatan langsung ini dapat berupa kegiatan rapat
dewan guru, upacara sekolah, karya wisata, study tour, dan atau
pejelasan lisan pada berbagai kesempatan yang ada, misalnya pada pertemuan
arisan, acara keagamaan, dan sebagainya. Sedangkan, kegiatan yang tidak
langsung dapat dilakukan dengan cara penyampaian informasi melalui surat
edaran, penggunaan papan pengumuman di sekolah, telepon, penyelenggaraan
majalah dinding, menerbitkan buletin sekolah untuk diberikan ke warga sekolah,
pemasangan iklan, pemberitahuan khusus melalui media massa pada
kesempatan-kesempatan tertentu.[24]
[1] http://keripiku.blogspot.com/2010/11/pengertian-individu-keluarga-dan.html
diakses pada Jumat 15 Maret 2013 pukul 17.15
[2] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hal. 281.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid, hal. 282.
[6] Made Pidarta, Manajemen
Pendidikan Indonesia, Jakarta, PT Bina Aksara, 1998, hal. 191
[7] Ibid.
[8] Ibid, hal. 192.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid, hal. 193.
[12] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah . . . , hal. 285.
[13] Ibid, hal. 278-280.
[14] Ibid, hal. 283.
[15] Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen
dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung, PT. Refika Aditama, 2008, hal
98-99.
[16] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah . . . , hal 290.
[17] Ibid, hal 291.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hal 291 – 293.
[20] Ibid, hal 295.
[21] Ibid, hal 2996.
[22] Ibid, hal 298.
[23] Ibid, hal 300.
[24] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar