Selasa, 24 Oktober 2017
Hikmah Peringatan Hari Santri
22 Oktober, adalah hari yang
telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Mulai tahun 2015,
ormas ataupun lembaga-lembaga pendidikan memperingati hari itu dengan berbagai
acara. Tahun 2015 kemarin, saya memperingati hari santri dengan ikut
berpartisipasi dalam sepeda hias yang diselenggarakan oleh sekolah di mana saya
dan teman-teman PPL praktik di sana.
Baca juga Sepeda Hias Peringatan Hari Santri 2015.
Di tahun ini, saya pun dipanggil
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pawai mobil yang diselenggarakan oleh madin
(Madrasah Diniyah) se-Kabupaten Tulungagung. Mobil (mayoritas pick up) dihias
seadanya lalu beberapa ustadz/ustadzah dan sedikit santrinya duduk di bagian
belakangnya. Meski dihias semampunya dan membuat hiasan mobil yang beragam, hal
yang menarik adalah semua mobil diseragamkan dengan hiasan banner bertuliskan
“Pak Bupati, kami menunggu PERDA MADIN”.
Acaranya cukup sederhana, yaitu mobil
berjalan pada rute yang telah ditentukan oleh panitia. Puncak perjalanan ini
adalah di gedung kantor Bupati Tulungagung. Di sana pak Bupati sudah siap
menyambut kedatangan satu per satu mobil hias yang lewat di depan kantornya.
Setiap mobil yang memasuki halaman gedung, beliau sambut dengan lambaian tangan
yang selanjutnya kami balas dengan lambaian tangan juga.
Acara ini dapat dikatakan
berjalan sukses karena dapat membuat jalan kota macet. Hehe. Kata orang, sebuah
acara dikatakan sukses ketika ia mampu membuat jalan raya macet. Kabupaten
Tulungagung memiliki 27 Kecamatan, dan setiap kecamatan ada banyak madin yang setiap
madin mengirimkan pasukannya untuk ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Bisa
dibayangkan banyaknya mobil-mobil hias yang memenuhi kota Tulungagung tersebut.
Saya dapat menebak, mungkin orang-orang yang kejebak macet pasti ada mangkel
dalam hatinya, karena perjalanan mereka terhambat oleh banyak mobil hias yang
juga antre dalam melanjutkan perjalanannya.
Perjalanan dari desa ke kota ditambah
menelusuri rute yang telah ditentukan tidak membutuhkan waktu yang pendek. Kami
sudah memprediksi acara ini sampai siang, karenanya kami membawa bekal makanan
dan minuman supaya ketika cacing-cacing konser dalam perut ataupun tenggorokan,
makanan dan minuman tersebut langsung mampu mengatasinya. Mobil-mobil lain pun
juga demikian, tidak ada di dalam mobilnya yang tidak menyediakan makanan dan
minuman.
Hal tersebut sangatlah wajar, namun
ada suatu hal yang memprihatinkan. Dan hal ini sungguh tidak layak jika
dikaitkan dengan hari santri, yaitu terlihatnya sampah yang berserakan di jalan.
Banyak dari kami yang selesai makan atau minum langsung membuang bungkusnya di
sembarang jalan. Bukankah Islam mengajarkan an-nadzofatu min al-iman? Kebersihan
sebagian dari iman? Mungkin saat itu kami tidak sadar sehingga lupa akan ajaran
Islam yang begitu luhur tersebut. Kami yang beraksi di jalan untuk mengingat
dan membanggakan jasa para santri, kami yang menelusuri beberapa kilometer
jalan membawa nama Islam, namun kami tidak mengimplementasikan ajaran Islam
yang begitu luhur dan mulia. Allahummaghfirlanaa.
Mengingat kejadian tersebut, saya
jadi teringat dengan novel Ayat-Ayat Cinta 2 karangan Kang Abik yang
menyampaikan bahwa “Islam ditutupi oleh
umat Islam sendiri”. Maka di sini, izinkan aku untuk menjelaskan latar belakang munculnya kalimat
tersebut.
Baca juga: Review Novel Ayat-AyatCinta 2.
Adalah Syaikh Muhammad Abduh yang pernah berdakwah
lama di Paris. Di Paris, beliau menjelaskan segala keluhuran dan
kemuliaan ajaran agama Islam, hingga tidak sedikit orang-orang Prancis masuk
Islam karena takjub dengan keluhuran agama Islam. Hingga suatu hari, Syaikh
Muhammad Abduh harus meninggalkan Paris dan kembali ke Mesir untuk mengajar di
Al-Azhar University, Kairo. Saking lamanya ditinggal Syaikh Muhammad Abduh,
murid-murid beliaupun merasakan kerinduan untuk berjumpa dengan gurunya, dan
sebagian dari mereka pun berangkat ke Mesir, selain berjumpa dengan gurunya,
mereka juga berharap akan menemukan saudara seiman dengan kualitas hidup yang
indah dalam peradaban yang indah.
Dalam perjalanan, mereka
membayangkan Mesir itu adalah sebuah negeri dengan cara hidup sangat Islami
yang indah, kebersihannya pasti sangat terjaga melebihi Paris. Sebab
orang-orang Mesir sangat hafal dengan hadits “Ath-thahuru syathrul iman” ,
kebersihan itu separuh dari iman. Mereka juga menganggap tidak ada orang
miskin, sebab semua menunaikan zakat, serta bayangan-bayangan indah lainnya
yang pernah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Abduh tentang kesempurnaan agama
Islam.
Tatkala mereka turun di pelabuhan
Port Said, mereka pun kaget karena kenyataannya tak seindah apa yang
dibayangkan. Pelabuhan Port Said begitu semrawut karena orang-orang Mesir yang
tidak bisa tertib, keluarnya kata-kata yang keras dan kasar, kebersihan yang
tidak dijaga, serta pengemis ada di mana-mana. Sampai di Kairo pun, mereka juga
disuguhi pemandangan yang tidak mengenakkan. Tidak jauh dari masjid Al-Azhar,
mereka menyaksikan seorang lelaki berjubah kencing dengan berdiri menghadap ke
tembok. Mereka sangat kecewa dan muncul pertanyaan, “Mana adab-adab islami yang
indah itu? Bukankah buang air kecil ada adab-adabnya? Apakah orang itu tidak
tahu adabnya? Bukankah ia hidup di dekat Al-Azhar?”
Tidak hanya itu, mereka juga
menemukan pengemis yang kumal di area Maydan Husein. “Apakah mereka tidak malu
kepada Rasulullah? Bukankah Rasulullah tidak menyukai umatnya jadi
peminta-minta? Mengapa mereka meminta-minta? Apakah ulama-ulama Al-Azhar tidak
ada yang mengingatkan? apakah orang-orang kaya di sini tidak bayar zakat?”
Mereka sangat sedih dan kecewa
karena kenyataan riil umat Islam jauh dari keluhuran ajaran Islam yang mereka
imani. Setelah bertemu dengan gurunya, Syaikh Muhammad Abduh, mereka menceritakan
apa yang dilihatnya tersebut, yang sangat jauh dari ajaran-ajaran Islam yang
diberikan oleh gurunya saat di Paris. Mereka pun menanyakan mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Sayikh Muhammad Abduh pun tidak mampu menjawab
pertanyaan bernada protes murid-muridnya dari Paris itu. Beliau hanya mampu
mengatakan kalimat yang kemudian terkenal di seantero dunia Islam. “Al-Islamu
mahjuubun bil muslimin”. Islam tertutup oleh umat Islam itu sendiri. Cahaya keindahan Islam tertutupi oleh perilaku
buruk umat Islam, perilaku-perilaku yang sama sekali tidak mencerminkan ajaran
Islam. Akan tetapi dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya Islam, sehingga
wajar jika ada orang yang menganggap seperti itu lah ajaran Islam. Padahal itu
bukan ajaran Islam.[1]
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa
kami. Dan janganlah engkau jadikan kami orang yang menjadi penghalang
terpancarnya cahaya Islam. Amiiin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Like Me :)
Hikmah Peringatan Hari Santri
22 Oktober, adalah hari yang
telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Mulai tahun 2015,
ormas ataupun lembaga-lembaga pendidikan memperingati hari itu dengan berbagai
acara. Tahun 2015 kemarin, saya memperingati hari santri dengan ikut
berpartisipasi dalam sepeda hias yang diselenggarakan oleh sekolah di mana saya
dan teman-teman PPL praktik di sana.
Baca juga Sepeda Hias Peringatan Hari Santri 2015.
Di tahun ini, saya pun dipanggil
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pawai mobil yang diselenggarakan oleh madin
(Madrasah Diniyah) se-Kabupaten Tulungagung. Mobil (mayoritas pick up) dihias
seadanya lalu beberapa ustadz/ustadzah dan sedikit santrinya duduk di bagian
belakangnya. Meski dihias semampunya dan membuat hiasan mobil yang beragam, hal
yang menarik adalah semua mobil diseragamkan dengan hiasan banner bertuliskan
“Pak Bupati, kami menunggu PERDA MADIN”.
Acaranya cukup sederhana, yaitu mobil
berjalan pada rute yang telah ditentukan oleh panitia. Puncak perjalanan ini
adalah di gedung kantor Bupati Tulungagung. Di sana pak Bupati sudah siap
menyambut kedatangan satu per satu mobil hias yang lewat di depan kantornya.
Setiap mobil yang memasuki halaman gedung, beliau sambut dengan lambaian tangan
yang selanjutnya kami balas dengan lambaian tangan juga.
Acara ini dapat dikatakan
berjalan sukses karena dapat membuat jalan kota macet. Hehe. Kata orang, sebuah
acara dikatakan sukses ketika ia mampu membuat jalan raya macet. Kabupaten
Tulungagung memiliki 27 Kecamatan, dan setiap kecamatan ada banyak madin yang setiap
madin mengirimkan pasukannya untuk ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Bisa
dibayangkan banyaknya mobil-mobil hias yang memenuhi kota Tulungagung tersebut.
Saya dapat menebak, mungkin orang-orang yang kejebak macet pasti ada mangkel
dalam hatinya, karena perjalanan mereka terhambat oleh banyak mobil hias yang
juga antre dalam melanjutkan perjalanannya.
Perjalanan dari desa ke kota ditambah
menelusuri rute yang telah ditentukan tidak membutuhkan waktu yang pendek. Kami
sudah memprediksi acara ini sampai siang, karenanya kami membawa bekal makanan
dan minuman supaya ketika cacing-cacing konser dalam perut ataupun tenggorokan,
makanan dan minuman tersebut langsung mampu mengatasinya. Mobil-mobil lain pun
juga demikian, tidak ada di dalam mobilnya yang tidak menyediakan makanan dan
minuman.
Hal tersebut sangatlah wajar, namun
ada suatu hal yang memprihatinkan. Dan hal ini sungguh tidak layak jika
dikaitkan dengan hari santri, yaitu terlihatnya sampah yang berserakan di jalan.
Banyak dari kami yang selesai makan atau minum langsung membuang bungkusnya di
sembarang jalan. Bukankah Islam mengajarkan an-nadzofatu min al-iman? Kebersihan
sebagian dari iman? Mungkin saat itu kami tidak sadar sehingga lupa akan ajaran
Islam yang begitu luhur tersebut. Kami yang beraksi di jalan untuk mengingat
dan membanggakan jasa para santri, kami yang menelusuri beberapa kilometer
jalan membawa nama Islam, namun kami tidak mengimplementasikan ajaran Islam
yang begitu luhur dan mulia. Allahummaghfirlanaa.
Mengingat kejadian tersebut, saya
jadi teringat dengan novel Ayat-Ayat Cinta 2 karangan Kang Abik yang
menyampaikan bahwa “Islam ditutupi oleh
umat Islam sendiri”. Maka di sini, izinkan aku untuk menjelaskan latar belakang munculnya kalimat
tersebut.
Baca juga: Review Novel Ayat-AyatCinta 2.
Adalah Syaikh Muhammad Abduh yang pernah berdakwah
lama di Paris. Di Paris, beliau menjelaskan segala keluhuran dan
kemuliaan ajaran agama Islam, hingga tidak sedikit orang-orang Prancis masuk
Islam karena takjub dengan keluhuran agama Islam. Hingga suatu hari, Syaikh
Muhammad Abduh harus meninggalkan Paris dan kembali ke Mesir untuk mengajar di
Al-Azhar University, Kairo. Saking lamanya ditinggal Syaikh Muhammad Abduh,
murid-murid beliaupun merasakan kerinduan untuk berjumpa dengan gurunya, dan
sebagian dari mereka pun berangkat ke Mesir, selain berjumpa dengan gurunya,
mereka juga berharap akan menemukan saudara seiman dengan kualitas hidup yang
indah dalam peradaban yang indah.
Dalam perjalanan, mereka
membayangkan Mesir itu adalah sebuah negeri dengan cara hidup sangat Islami
yang indah, kebersihannya pasti sangat terjaga melebihi Paris. Sebab
orang-orang Mesir sangat hafal dengan hadits “Ath-thahuru syathrul iman” ,
kebersihan itu separuh dari iman. Mereka juga menganggap tidak ada orang
miskin, sebab semua menunaikan zakat, serta bayangan-bayangan indah lainnya
yang pernah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Abduh tentang kesempurnaan agama
Islam.
Tatkala mereka turun di pelabuhan
Port Said, mereka pun kaget karena kenyataannya tak seindah apa yang
dibayangkan. Pelabuhan Port Said begitu semrawut karena orang-orang Mesir yang
tidak bisa tertib, keluarnya kata-kata yang keras dan kasar, kebersihan yang
tidak dijaga, serta pengemis ada di mana-mana. Sampai di Kairo pun, mereka juga
disuguhi pemandangan yang tidak mengenakkan. Tidak jauh dari masjid Al-Azhar,
mereka menyaksikan seorang lelaki berjubah kencing dengan berdiri menghadap ke
tembok. Mereka sangat kecewa dan muncul pertanyaan, “Mana adab-adab islami yang
indah itu? Bukankah buang air kecil ada adab-adabnya? Apakah orang itu tidak
tahu adabnya? Bukankah ia hidup di dekat Al-Azhar?”
Tidak hanya itu, mereka juga
menemukan pengemis yang kumal di area Maydan Husein. “Apakah mereka tidak malu
kepada Rasulullah? Bukankah Rasulullah tidak menyukai umatnya jadi
peminta-minta? Mengapa mereka meminta-minta? Apakah ulama-ulama Al-Azhar tidak
ada yang mengingatkan? apakah orang-orang kaya di sini tidak bayar zakat?”
Mereka sangat sedih dan kecewa
karena kenyataan riil umat Islam jauh dari keluhuran ajaran Islam yang mereka
imani. Setelah bertemu dengan gurunya, Syaikh Muhammad Abduh, mereka menceritakan
apa yang dilihatnya tersebut, yang sangat jauh dari ajaran-ajaran Islam yang
diberikan oleh gurunya saat di Paris. Mereka pun menanyakan mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Sayikh Muhammad Abduh pun tidak mampu menjawab
pertanyaan bernada protes murid-muridnya dari Paris itu. Beliau hanya mampu
mengatakan kalimat yang kemudian terkenal di seantero dunia Islam. “Al-Islamu
mahjuubun bil muslimin”. Islam tertutup oleh umat Islam itu sendiri. Cahaya keindahan Islam tertutupi oleh perilaku
buruk umat Islam, perilaku-perilaku yang sama sekali tidak mencerminkan ajaran
Islam. Akan tetapi dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya Islam, sehingga
wajar jika ada orang yang menganggap seperti itu lah ajaran Islam. Padahal itu
bukan ajaran Islam.[1]
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa
kami. Dan janganlah engkau jadikan kami orang yang menjadi penghalang
terpancarnya cahaya Islam. Amiiin.
8 komentar:
duhhh gimana yaa?!
BalasHapus
mau dibahas tapi takut salah.
ilmu saya belum seberapa sih
makanya lebih memilih diam daripada salah ngomongnah itulah persoalan sampah lagi, pdhl kebersihan adalah sebagian iman, kesadaran yang masih belum bisa diterapkan
BalasHapusTak hanya di Mesir, di negara kita pun yg mayoritas muslim kyk gtu ya mbak...
BalasHapus
Malah yg di negara minoritas kyknya lbh sadar kebersihan dan disiplin. Mau gak mau emang kudu mulai dr diri sendiri dan lingkungan terkecil. TFS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Design by W-Blog
duhhh gimana yaa?!
BalasHapusmau dibahas tapi takut salah.
ilmu saya belum seberapa sih
makanya lebih memilih diam daripada salah ngomong
Membahas apa mbak?
HapusGpp ngomong saja, mengingatkan kalau saya salah berpahala lho.. Hehehe
nah itulah persoalan sampah lagi, pdhl kebersihan adalah sebagian iman, kesadaran yang masih belum bisa diterapkan
BalasHapusMulai dari diri sendiri mbak hehehh dan itu juga masih blum maksimal
HapusTak hanya di Mesir, di negara kita pun yg mayoritas muslim kyk gtu ya mbak...
BalasHapusMalah yg di negara minoritas kyknya lbh sadar kebersihan dan disiplin. Mau gak mau emang kudu mulai dr diri sendiri dan lingkungan terkecil. TFS
Iyaaa mbak. Kembali pada kalimat fenomenal nya M. Abduh itu. Islam ditutupi oleh umat Islam itu sendiri
HapusKeren ya. Selamat hari santei mbak, telat mengucapkan. Salam kenal
HapusSalam :)
Hapus