“Kemarin
aku beli novel 5 cm”.
“5
cm film yang lagi sering dibacarakan anak-anak itu?” Aku kaget mendengar dan
mengetahui bahwa ternyata film keren itu ada novelnya.
“Iya,
keren banget lho. Coba saja baca, pasti lebih keren dari filmnya”. Masa iya
sih. Rasa penasaran mendatangiku dan tak ada salahnya mencoba kan, lalu aku
pun meminjam novelnya dengan anggapan pasti lebih seru setelah membaca novel
dilanjutin nonton filmnya. Temankupun dengan senang dan ikhlas meminjamkan
novelnya padaku.
Setelah
mengkhatamkan novel tersebut, aku merasa bahwa membaca itu suatu kegiatan yang
luar biasa. Dalam membaca novel tersebut, aku mendapati pengalaman orang lain
yang unik, aku mendapati kalimat-kalimat yang walau terlihat sederhana namun
memberikan energi positif bagi pembacanya, dan aku menjadikan suatu hal yang
tidak ku tahu sebelumnya menjadi hal yang terdaftar sebagai pengetahuan baruku.
Dengan
menyadari kekuatan dalam membaca, akupun kecanduan untuk membaca dan membaca.
Aku meminjam buku lagi pada temanku setelah kukembalikan buku yang usai kubaca.
Kesadaranku akan perlunya membaca semakin hari semakin naik, ini membuatku
mengharuskan diriku untuk menjadikan membaca sebagai kebutuhan.
Semakin
hari semakin banyak buku yang ingin aku baca. Karena tidak mau dibilang teman
parasit, aku pun mencoba ke toko buku terdekat untuk hunting buku. Pertama ke
toko buku, aku belum mempunyai tujuan dengan buku yang hendak aku beli. Yang
ada di pikiranku saat itu adalah pokoknya aku wajib membeli buku yang menarik.
Beberapa menit berkeliling melihat-lihat buku ataupun membaca sinopsisnya,
akhirnya aku terpaku pada buku yang memperlihatkan lima wajah berbeda di bagian
covernya.
Buku
dengan cover berdominasi warna merah dan berjudul My Life as Writer membuatku
berangan-angan alangkah kerennya menjadi seorang penulis yang hebat. Di toko
buku itulah mimpi baru sebagai seorang penulis mendatangiku. Setelah menimbang-nimbang
cukup lama, akhirnya aku yakin untuk membeli buku tersebut dan siap menjelajahi
kehidupan kelima penulis yang hebat dalam buku itu.
Seiring
dengan bertambah tingkatnya hobiku membaca, aku ingin meletakkan namaku di
halaman sampul buku seperti halnya nama-nama orang hebat yang tertera di
halaman depan buku-buku yang pernah aku baca. Bagiku mereka begitu hebat
menyusun huruf-huruf menjadi kata per kata yang selanjutnya dirangkai menjadi
kalimat yang luar biasa. Aku ingin menjadi penulis seperti mereka, yang mudah
menggoreskan hitam di atas putih.
Orang
sukses adalah orang yang berani bermimpi sekaligus memperjuangkannya. Ya, aku
harus berjuang demi menggapai mimpiku yang satu ini. Awalnya sangat sulit
memang, apalagi aku juga gak tahu
bagaimana aku memulainya. Aku teringat buku My Life as Writer, beberapa
orang dari kelimanya ternyata awalnya hanya menulis diary. Tapi menurutku,
itu hal biasa, karena menulis diary sudah aku lakukan sejak duduk di
bangku Sekolah Dasar.
Lalu,
akupun memulainya dengan menulis sebuah cerita pendek. Aku bingung cerita apa
yang harus kutulis. Masalah ide sih, sebenarnya sudah ada, namun selalu
berhenti di tengah jalan. Bingung mau nulis apalagi untuk meneruskan cerita
cerpen ini. Inilah yang membuat jengkel. Dan yang terjadi, cerpen yang cuma
empat lembar tersebut selesai dengan waktu yang panjang. Saking panjangnya aku
lupa ada berapa minggu pembuatan cerpen tersebut.
Melihat
cerita ku sudah finish, ada kesenangan sendiri di dalam hati. Walaupun
ketika aku membacanya, dan semakin sering aku membacanya, malah aku semakin
tersadar bahwa cerita karyaku sangan geje alias gak jelas. Tulisan
pertamaku yang hanya tawar, tidak ada rasanya sama sekali, begitu hambar.
Dengan
kejelekan tulisanku, aku tidak beranggapan bahwa aku tidak bisa menulis. Aku
memahami memang seperti inilah pembelajaran, tidak bisa untuk menjadi langsung
sempurna. Untuk meraih kesempurnaan tersebut, memang dibutuhkan banyak
kegagalan yang mana dengan kegagalan tersebut, kita akan tahu di mana letak
kesalahan tersebut dan bisa berusaha untuk menjadi lebih baik. Kegagalanlah
yang menghantarkan ke pintu gerbang kesuksesan.
Selanjutnya,
aku mencoba menulis cerpen yang kedua, dengan usaha menaburkan sedikit
bumbu-bumbu biar tulisanku ini tidak hambar dibaca. Merasa cerpenku lebih baik
dari yang pertama, aku memberanikan diri untuk meminta saudaraku membacanya.
Berharap dia mau memberi kritikan yang membangun untuk tulisanku ke depannya.
Yah, walaupun menurutku sudah lumayan dari yang dulu, tetap saja aku sadar
kalau masih ada kekurangan. Maklum, masih awam soal kepenulisan.
Mungkin
aku minta kritikan pada orang yang salah. Kenapa begitu? Karena saudaraku hanya
berkomentar kalau tulisanku bagus dan ia tidak mengungkapkan kekurangannya.
Malahan dengan membaca tulisanku yang menurutnya bagus itu, ia menganggap kalau
aku berbakat menulis hingga ia menyuruhku menjadi penulis. Memotivasi sih, tapi
kadang pujianlah yang membuat kita menjadi lengah.
Akhirnya
aku mengambil sisi positifnya saja, kalau memang tulisanku benar-benar bagus
berarti aku terus berlatih dan berlatih untuk mengembangkan tulisanku menjadi
lebih baik. Lalu aku menggunakan jasa twitter dan blogger untuk pengembangan
tulisanku. Aku akan bersemangat membaca postingan yang membagikan ilmu tentang
kepenulisan atau tulisan yang sekedar untuk memotivasi bagaimana menjadi
penulis profesional.
Lebih
dari itu, aku juga giat mencari-cari event lomba menulis dan tertarik untuk
berpatisipasi apabila event nya sesuai kemampuanku. Walau hadiahnya tidak
seberapa, namun aku tetap bersemangat mengikutinya. Yang penting bukanlah
hadiah yang didapat, lagipula aku sadar peluang memenangkannya sungguh tipis,
mengingat saingan banyak dan kemampuan mereka lebih di atas daripada aku.
Tulisanku dibaca oleh orang banyak (ketika lomba blogger) ataupun dibaca oleh
juri yang bersangkutan, bagiku itu sudah cukup.
Semakin
banyak aku mengikuti lomba menulis, semakin banyak kekalahan yang aku terima.
Namun, semakin bertambah pula semangatku untuk terus berkarya. Dengan tekad dan
keyakinan, aku yakin suatu saat nanti aku bisa memenangkannya. Akupun menjadi
lebih senang dalam mengikuti lomba menulis, apalagi yang menjadi hadiah adalah tulisan kita akan dibukukan.
Setidaknya kalau aku bisa menang, aku bisa menuliskan namaku di tengah-tengah
nama-nama penulis yang lebih hebat lainnya.
Dengan
keyakinan dan semangat, tak lupa juga berdoa, akhirnya aku pernah memenangkan
salah satu lomba yang diadakan oleh salah satu penerbit. Kemenangan ini aku
jadikan motivasi untuk selalu menulis dan menulis. Semoga tulisanku bisa
bermanfaat untuk yang lainnya.
Selalu
ingat bahwasannya semakin banyak kegagalan yang kita dapatkan, semakin dekat
pula kita pada kesuksesan. Karenanya, jangan mudah menyerah dan putus asa
ketika hanya gagal yang kita dapatkan. Percayalah, anak tangga-anak tangga
kegagalanlah yang mengantarkan kita ke puncak kesuksesan.
Tulisan ini telah diterbitkan oleh penerbit Indie AE Publishing (2015) dalam buku antologi yang berjudul Kisah Awal Menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar