Menulis adalah suatu hal yang tidak
bisa dilepaskan oleh mereka yang berkiprah dalam bidang pendidikan, mahasiswa
misalnya. Bagi mereka, menulis adalah kegiatan yang wajib mereka lakukan karena
ini adalah salah satu faktor penentu kelulusan mereka dalam menempuh suatu
jenjang pendidikan. Dapat diketahui, setiap dosen selalu memberikan tugas
menulis makalah pada setiap mata kuliah. Itu belum seberapa jika dibanding
dengan penulisan skripsi atau thesis. Kadang, tugas tersebut dirasa berat,
namun seberat apapun tugas tersebut, apa pun caranya pasti dapat terselesaikan,
walau kadang hasilnya juga tak bisa dikatakan maksimal.
Apakah menulis
itu sulit?
Banyak orang
akan menjawab pertanyaan tersebut dengan kata “iya”. Termasuk kami selaku
mahasiswa. Ini lah mengapa makalah-makalah yang ditulis oleh mahasiswa cukup
sulit untuk dipahami. Jangankan bagi pembaca, yang menuliskannya pun kadang juga
tidak memahami apa yang ditulisnya. Ini terjadi karena kurangnya membaca
sehingga menjadikan pahamnya setengah-setengah bahkan tidak sama sekali.
Ketika ditanya
kenapa tulisan-tulisan kalian sangat jauh dari kata “bermutu”? Ada banyak
jawaban, diantaranya karena bingung, sibuk, kurangnya waktu, kurangnya
referensi, serta kurang memahami apa yang akan dan sedang ditulis.
Jawaban-jawaban ini lah yang oleh bapak Dr. Ngainun Naim dinamakan menulis
dengan otak kiri.
Penyebab
tulisan menjadi tidak bermutu atau menulis dengan otak kiri adalah pertama,
karena makalah yang harus diselesaikan tidak sedikit. Banyaknya makalah
menjadikan menulis hanya untuk memenuhi kewajiban, yang penting selesai. Kedua,
kebingungan. Ini dikarenakan penulis tidak tahu dan tidak menguasai apa yang
harus ditulis. Ketiga, penjahit. Kurangnya pemahaman tentang materi yang
ditulis membuat penulis hanya mengambil beberapa tulisan di banyak buku yang
kemudian hanya sekedar disambung-sambungkan. Keempat, kopi paste, ini
lah kebiasaan yang harus dihentikan. Penulis menggunakan cara ini karena tidak
mau repot mencari referensi, cukup lihat internet, dicari yang ia minati,
diambil dan diakui sebagai tulisannya.
Itulah hal-hal
yang dibahas di akhir perkuliahan oleh bapak dosen Dr. Ngainun Naim pada
semester awal ini. Mengetahui permasalahan mahasiswanya dalam menulis, dosen
penggiat literasi ini kemudian memberikan trik bagaimana menghasilkan tulisan
yang baik dan mudah dipahami, meskipun ilmiah sekalipun. Beliau menyebut cara
itu dengan sebutan free writing.
Free writing menurut beliau adalah metode menulis menggunakan otak kanan.
Adapun caranya adalah:
- Hilangkan
semua jenis ketakutan, takut salah, takut dibaca teman, dan takut-takut yang
lain harus dibuang jauh-jauh. Karena ketakutan tersebut akan menghambat kita
menulis.
- Menulis
dengan cepat mengeluarkan seluruh isi pikiran tanpa dibaca dan mengabaikan
benar salah. Karena ketika kita menulis sedikit sedikit dan langsung dibaca,
dapat dipastikan ide-ide yang akan ditulis hilang dikarenakan pikiran lebih
memprioritaskan tulisan yang sedikit tersebut. Masalah benar atau salah adalah
pada proses edit, dilaksanakan setelah semua yang dipikirkan telah tertulis.
- Mengabaikan
semua jenis referensi, buku-buku yang telah disiapkan dilihat dan ditulis nanti
setelah semua ide yang dipikirkan termuat dalam tulisan.
- Menulis
bebas sampai di kepala tidak ada lagi yang ditulis.
- Menggunakan
bahasa orang pertama, aku atau saya.
Trik-trik tersebut tidak hanya untuk penulisan makalah, dan tidak
hanya untuk mahasiswa. Siapapun yang mau menulis, apakah itu artikel atau
apapun bisa mempraktikkan cara tersebut. Selamat mencoba dan semoga bisa
melahirkan tulisan-tulisan yang baik dan bermutu. :)
|
Foto bersama Dr. Ngainun Naim |