Kamis, 13 Februari 2014

Tafsir An-Nahl ayat 125 (Metode Pendidikan)

A.     Bunyi Surat An-Nahl ayat 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
B.     Terjemah Surat An-Nahl ayat 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[1]

C.     Makna lughoh
È@Î6y y7În/u أي الدين الإسلام Jalan Tuhanmu yakni Agama Islam
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ أي القران Hikmah yakni kebijaksanaan, Al-Quran
psàÏãöqyJø9$# ÏpuZ|¡ptø:$# أي نصيحة جيدة أي عليم جيد      Peringatan yang baik, yakni nasihat
 yang baik, pendidikan yang baik.
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& أي مناقشة جيدة                                                                              Bantahlah mereka dengan cara yang
baik, yakni debat yang baik.


D.    Sababun Nuzul
Tidak ditemukan sababun nuzulnuya.
E.     Munasabah
Dalam ayat sebelumnya (QS An-Nahl : 124) yang berbunyi
$yJ¯RÎ) Ÿ@Ïèã_ àMö6¡¡9$# n?tã šúïÏ%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmŠÏù 4 ¨bÎ)ur y7­/u ÞOä3ósus9 öNæhuZ÷t/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $yJŠÏù (#qçR$Ÿ2 ÏmÏù tbqàÿÎ=tFøƒs ÇÊËÍÈ
“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang Telah mereka perselisihkan itu.”

Di sini dijelaskan bahwasannya manusia sedang berselisih. Untuk menyelesaikan perselisihan itu, lalu dalam ayat ini (An- Nahl: 125) dijelaskan bahwasannya harus berdakwah kepada manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta membantah dengan cara yang baik pula. Lalu pada ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana cara memberikan balasan, yakni pada  An-Nahl ayat 126 - 127:
÷bÎ)ur óOçGö6s%%tæ (#qç7Ï%$yèsù È@÷VÏJÎ/ $tB OçFö6Ï%qãã ¾ÏmÎ/ ( ûÈõs9ur ÷Län÷Žy9|¹ uqßgs9 ׎öyz šúïÎŽÉ9»¢Á=Ïj9 ÇÊËÏÈ ÷ŽÉ9ô¹$#ur $tBur x8çŽö9|¹ žwÎ) «!$$Î/ 4 Ÿwur ÷btøtrB óOÎgøŠn=tæ Ÿwur ہs? Îû 9,øŠ|Ê $£JÏiB šcrãà6ôJtƒ ÇÊËÐÈ
“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Diterangkan, apabila mereka (manusia) meremehkan dakwah tersebut atau mungkin sampai menyiksa pendakwah, maka hendaknya membalas dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadanya atau jangan sampai balasan tersebut melebihi dari siksaan mereka (adil).

F.      Makna Ijmali
1.      Metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan, yaitu:
Ø      Dengan menyampaikan materi pendidikan dengan perkataan yang lemah lembut namun tegas dan benar berdasarkan ilmu dan menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian dan bahasa yang dikuasai peserta didik (metode ceramah).
Ø      Memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan.
Ø      berdebat dengan mengeluarkan pendapat yang kebenarannya dapat dipahami oleh akal dan diyakini oleh hati (metode diskusi).
2.      Hasil akhir dari pendidikan kita serahkan (tawakkal) kepada Allah SWT.

G.    Makna Tafsili
1.      Berdakwah dengan hikmah, berarti harus menguasai keadaan dan kondisinya, serta batasan-batasan yang disampaikan setiap kali ia jelaskan kepada mereka. Sehingga, tidak memberatkan dan menyulitkan mereka sebelum mereka siap sepenuhnya.[2] Sedangkan arti hikmah menurut Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz berdasarkan penelitiannya adalah sebagai berikut:
والمراد بها: الأدلة المقنعة الواضحة الكاشفة للحق، والداحضة للباطل؛ ولهذا قال بعض المفسرين: المعنى: بالقرآن؛ لأنه الحكمة العظيمة؛ لأن فيه البيان والإيضاح للحق بأكمل وجه، وقال بعضهم: معناه: بالأدلة من الكتاب والسنة.
“Dan adapun yang dimaksud dengan hikmah adalah: petunjuk yang memuaskan, jelas, serta menemukan (mengungkapkan) kebenaran, dan membantah kebatilan. Oleh karena itu, telah berkata sebagian mufassir bahwa makna hikmah adalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran adalah hikmah yang agung. Karena sesungguhnya di dalam Al-Quran ada keterangan dan penjelasan tentang kebenaran dengan wajah yang sempurna (proporsional). Dan telah berkata sebagian yang lain bahwa makna hikmah adalah dengan petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah.”[3]
Namun begitu, hal yang lebih urgen dalam metode ini adalah kesesuaian antara nasihat/pelajaran yang diberikan dengan keteladan yang tercermin. Allah berfirman dalam surat Ash-Shaff ayat 2-3:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
Adapun yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah mengatakan / menyampaikan ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain, seperti ilmu tentang sholat. Sedangkan untuk ilmu yang fardhu kifayah, penyampai ilmu tidak harus mengerjakannya. Sesuai sabda Rasulullah SAW:
مروا با المعروف وإن لم تفعلوا وانهو عن المنكر وإن تفعلوا
            “Perintahlah pada kebaikan meskipun kamu belum mengerjakannya dan cegahlah kemungkaran meskipun kamu telah mengerjakannya.”
Teladan yang baik adalah yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. sedangkan teladan yang buruk tidak mungkin diteladankan Rasul, maka teladan yang buruk diperlihatkan pada waktu Isra’ Mi’raj. Firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

2.      Berdakwah dengan mau’idzah hasanah (nasihat yang baik), yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan tanpa ada maksud yang jelas. Begitu pula tidak dengan cara memberikan kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa disadari atau lantaran ingin bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberikan nasehat akan lebih banyak menunjukan hati yang bingung, menjinakan hati yang membenci dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan dan celaan.[4]
3.      Berdakwah juga harus mendebat dengan cara yang lebih baik. Tanpa bertindak zalim terhadap orang yang menentang ataupun sikap peremehan dan pencelaan terhadapnya.[5] Seperti firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 46.
Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøŠs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÍÏÈ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Hanya kepada-Nya kami berserah diri".

4.      Telah berkata Imam Baidhowi yang dimaksud dengan: “Hikmah adalah: seruan atau ajakan yang has kepada umat yang sedang belajar yang dituntut kepada kebenaran”. Al-Mau'idhoh adalah: pendidikan atau seruan kepada kaum awam. Jadilhum Billati Hiya Ahsan adalah: maka debatlah mereka dengan yang lebih baik (sebaik-baik debat), yaitu perdebatan sambil menyeru mereka dengan jalan yang lebih baik. Berbagai jalan perdebatan itu antara lain: Debat dengan cara halus, debat dengan penuh kasih sayang, dan perdebatan yang meninggalkan artinya semudah-mudahnya cara untuk membangun dalil-dalil yang harus dipersembahkan dan dikedepankan.[6]

5.      Ketiga metode pendidikan tersebut akan lebih tepat jika digunakan dengan memperhatikan kebutuhan, situasi dan kondisi yang dihadapi dalam upaya penyampaian nilai-nilai pendidikan. Terlepas dari itu, hanya Allah semata yang Maha Berkehendak dalam hasil akhir setiap usaha dakwah dan pendidikan yang dilakukan, karena hidayah yang disampaikan melalui transfer ilmu dengan metode tertentu tidaklah menjadi satu-satunya jalan.[7] Allah menegaskan hal ini dalam Al-Quran:
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).


H.    Ibrah (Pendidikan yang dapat diambil) dari surat An-Nahl ayat 125.
Metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan ialah:
1.      Metode hikmah, yaitu dengan keteladanan (menyatunya ucapan dan perbuatan yang sesuai dengan hati.
2.      Metode mauidzah hasanah, yaitu metode ceramah.
3.      Metode mujadalah, yaitu dengan menggunakan argumen, seperti diskusi, halaqah, seminar, berdebat. Adapun cara berargumen juga harus mempertimbangkan benar dan salahnya.
I.       Natijah
Al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 merupakan ayat yang mengandung nilai-nilai edukatif tentang metode pendidikan agama Islam yang meliputi: hikmah, mau'idzoh hasanah, dan mujaadalah billatii hiya ahsan.
Pertama hikmah berupa kesesuaian antara perbuatan dan perkataan (pelajaran dengan metode keteladanan).
Kedua mauidzhah hasanah yaitu nasihat/pelajaran yang ditujukan kepada akal untuk dipahami, juga ditujukan kepada perasaan peserta didik dengan maksud untuk memberikan kenyamanan, kepuasan dan keyakinan di dalam hati, juga mengandung makna, Dan
Ketiga mujadaalah yaitu diskusi yang bertujuan untuk menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat orang lain, memahami tema pembahasan, antusias, mengungkapkan dengan baik, dengan santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk mencapai kebenaran serta memuaskan semua pihak.


[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain Berikut Asbabun-nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006), hal. 1117-1118).
[2] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 291.
[4] Sayyid Quthb, Tafsir . . . , hal. 292.
[5] Ibid, hal. 293.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Like Me :)

Tafsir An-Nahl ayat 125 (Metode Pendidikan)

A.     Bunyi Surat An-Nahl ayat 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
B.     Terjemah Surat An-Nahl ayat 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[1]

C.     Makna lughoh
È@Î6y y7În/u أي الدين الإسلام Jalan Tuhanmu yakni Agama Islam
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ أي القران Hikmah yakni kebijaksanaan, Al-Quran
psàÏãöqyJø9$# ÏpuZ|¡ptø:$# أي نصيحة جيدة أي عليم جيد      Peringatan yang baik, yakni nasihat
 yang baik, pendidikan yang baik.
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& أي مناقشة جيدة                                                                              Bantahlah mereka dengan cara yang
baik, yakni debat yang baik.


D.    Sababun Nuzul
Tidak ditemukan sababun nuzulnuya.
E.     Munasabah
Dalam ayat sebelumnya (QS An-Nahl : 124) yang berbunyi
$yJ¯RÎ) Ÿ@Ïèã_ àMö6¡¡9$# n?tã šúïÏ%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmŠÏù 4 ¨bÎ)ur y7­/u ÞOä3ósus9 öNæhuZ÷t/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $yJŠÏù (#qçR$Ÿ2 ÏmÏù tbqàÿÎ=tFøƒs ÇÊËÍÈ
“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang Telah mereka perselisihkan itu.”

Di sini dijelaskan bahwasannya manusia sedang berselisih. Untuk menyelesaikan perselisihan itu, lalu dalam ayat ini (An- Nahl: 125) dijelaskan bahwasannya harus berdakwah kepada manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta membantah dengan cara yang baik pula. Lalu pada ayat selanjutnya dijelaskan bagaimana cara memberikan balasan, yakni pada  An-Nahl ayat 126 - 127:
÷bÎ)ur óOçGö6s%%tæ (#qç7Ï%$yèsù È@÷VÏJÎ/ $tB OçFö6Ï%qãã ¾ÏmÎ/ ( ûÈõs9ur ÷Län÷Žy9|¹ uqßgs9 ׎öyz šúïÎŽÉ9»¢Á=Ïj9 ÇÊËÏÈ ÷ŽÉ9ô¹$#ur $tBur x8çŽö9|¹ žwÎ) «!$$Î/ 4 Ÿwur ÷btøtrB óOÎgøŠn=tæ Ÿwur ہs? Îû 9,øŠ|Ê $£JÏiB šcrãà6ôJtƒ ÇÊËÐÈ
“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Diterangkan, apabila mereka (manusia) meremehkan dakwah tersebut atau mungkin sampai menyiksa pendakwah, maka hendaknya membalas dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadanya atau jangan sampai balasan tersebut melebihi dari siksaan mereka (adil).

F.      Makna Ijmali
1.      Metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan, yaitu:
Ø      Dengan menyampaikan materi pendidikan dengan perkataan yang lemah lembut namun tegas dan benar berdasarkan ilmu dan menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian dan bahasa yang dikuasai peserta didik (metode ceramah).
Ø      Memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan.
Ø      berdebat dengan mengeluarkan pendapat yang kebenarannya dapat dipahami oleh akal dan diyakini oleh hati (metode diskusi).
2.      Hasil akhir dari pendidikan kita serahkan (tawakkal) kepada Allah SWT.

G.    Makna Tafsili
1.      Berdakwah dengan hikmah, berarti harus menguasai keadaan dan kondisinya, serta batasan-batasan yang disampaikan setiap kali ia jelaskan kepada mereka. Sehingga, tidak memberatkan dan menyulitkan mereka sebelum mereka siap sepenuhnya.[2] Sedangkan arti hikmah menurut Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz berdasarkan penelitiannya adalah sebagai berikut:
والمراد بها: الأدلة المقنعة الواضحة الكاشفة للحق، والداحضة للباطل؛ ولهذا قال بعض المفسرين: المعنى: بالقرآن؛ لأنه الحكمة العظيمة؛ لأن فيه البيان والإيضاح للحق بأكمل وجه، وقال بعضهم: معناه: بالأدلة من الكتاب والسنة.
“Dan adapun yang dimaksud dengan hikmah adalah: petunjuk yang memuaskan, jelas, serta menemukan (mengungkapkan) kebenaran, dan membantah kebatilan. Oleh karena itu, telah berkata sebagian mufassir bahwa makna hikmah adalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran adalah hikmah yang agung. Karena sesungguhnya di dalam Al-Quran ada keterangan dan penjelasan tentang kebenaran dengan wajah yang sempurna (proporsional). Dan telah berkata sebagian yang lain bahwa makna hikmah adalah dengan petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah.”[3]
Namun begitu, hal yang lebih urgen dalam metode ini adalah kesesuaian antara nasihat/pelajaran yang diberikan dengan keteladan yang tercermin. Allah berfirman dalam surat Ash-Shaff ayat 2-3:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
Adapun yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah mengatakan / menyampaikan ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain, seperti ilmu tentang sholat. Sedangkan untuk ilmu yang fardhu kifayah, penyampai ilmu tidak harus mengerjakannya. Sesuai sabda Rasulullah SAW:
مروا با المعروف وإن لم تفعلوا وانهو عن المنكر وإن تفعلوا
            “Perintahlah pada kebaikan meskipun kamu belum mengerjakannya dan cegahlah kemungkaran meskipun kamu telah mengerjakannya.”
Teladan yang baik adalah yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. sedangkan teladan yang buruk tidak mungkin diteladankan Rasul, maka teladan yang buruk diperlihatkan pada waktu Isra’ Mi’raj. Firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

2.      Berdakwah dengan mau’idzah hasanah (nasihat yang baik), yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan tanpa ada maksud yang jelas. Begitu pula tidak dengan cara memberikan kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa disadari atau lantaran ingin bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberikan nasehat akan lebih banyak menunjukan hati yang bingung, menjinakan hati yang membenci dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan dan celaan.[4]
3.      Berdakwah juga harus mendebat dengan cara yang lebih baik. Tanpa bertindak zalim terhadap orang yang menentang ataupun sikap peremehan dan pencelaan terhadapnya.[5] Seperti firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 46.
Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøŠs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÍÏÈ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Hanya kepada-Nya kami berserah diri".

4.      Telah berkata Imam Baidhowi yang dimaksud dengan: “Hikmah adalah: seruan atau ajakan yang has kepada umat yang sedang belajar yang dituntut kepada kebenaran”. Al-Mau'idhoh adalah: pendidikan atau seruan kepada kaum awam. Jadilhum Billati Hiya Ahsan adalah: maka debatlah mereka dengan yang lebih baik (sebaik-baik debat), yaitu perdebatan sambil menyeru mereka dengan jalan yang lebih baik. Berbagai jalan perdebatan itu antara lain: Debat dengan cara halus, debat dengan penuh kasih sayang, dan perdebatan yang meninggalkan artinya semudah-mudahnya cara untuk membangun dalil-dalil yang harus dipersembahkan dan dikedepankan.[6]

5.      Ketiga metode pendidikan tersebut akan lebih tepat jika digunakan dengan memperhatikan kebutuhan, situasi dan kondisi yang dihadapi dalam upaya penyampaian nilai-nilai pendidikan. Terlepas dari itu, hanya Allah semata yang Maha Berkehendak dalam hasil akhir setiap usaha dakwah dan pendidikan yang dilakukan, karena hidayah yang disampaikan melalui transfer ilmu dengan metode tertentu tidaklah menjadi satu-satunya jalan.[7] Allah menegaskan hal ini dalam Al-Quran:
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).


H.    Ibrah (Pendidikan yang dapat diambil) dari surat An-Nahl ayat 125.
Metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan ialah:
1.      Metode hikmah, yaitu dengan keteladanan (menyatunya ucapan dan perbuatan yang sesuai dengan hati.
2.      Metode mauidzah hasanah, yaitu metode ceramah.
3.      Metode mujadalah, yaitu dengan menggunakan argumen, seperti diskusi, halaqah, seminar, berdebat. Adapun cara berargumen juga harus mempertimbangkan benar dan salahnya.
I.       Natijah
Al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 merupakan ayat yang mengandung nilai-nilai edukatif tentang metode pendidikan agama Islam yang meliputi: hikmah, mau'idzoh hasanah, dan mujaadalah billatii hiya ahsan.
Pertama hikmah berupa kesesuaian antara perbuatan dan perkataan (pelajaran dengan metode keteladanan).
Kedua mauidzhah hasanah yaitu nasihat/pelajaran yang ditujukan kepada akal untuk dipahami, juga ditujukan kepada perasaan peserta didik dengan maksud untuk memberikan kenyamanan, kepuasan dan keyakinan di dalam hati, juga mengandung makna, Dan
Ketiga mujadaalah yaitu diskusi yang bertujuan untuk menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat orang lain, memahami tema pembahasan, antusias, mengungkapkan dengan baik, dengan santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk mencapai kebenaran serta memuaskan semua pihak.


[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain Berikut Asbabun-nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006), hal. 1117-1118).
[2] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 291.
[4] Sayyid Quthb, Tafsir . . . , hal. 292.
[5] Ibid, hal. 293.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design by W-Blog