Punishment
atau hukuman,
sanksi adalah sebuah kata yang selalu berkeliaran di sekelilingku. Dari TK
sampai mahasiswa, kata itu – apapun bentuknya - selalu saya hindari. Apapun yang
terjadi, pokoknya saya gak mau kena hukuman, sumpah malu-maluin. Sering bahkan
hampir setiap hari dihukum saat duduk di kelas TK saja itu sudah lebih dari
cukup. Dan cukup membuatku kapok. Perlu digaris bawahi bahwasanya mendapat hukuman
karena melanggar peraturan adalah moment yang bakalan sulit saya lupain.
Resiko mengambil
study jurusan pendidikan adalah back to school . Ya, kembali lagi
ke sekolah dengan peran yang berbeda. Bedanya, sekarang saya adalah guru bagi
mereka siswa-siswa yang unik. Siswa dikatakan unik, karena memang setiap mereka
berbeda satu sama lain. Ada siswa pandai, rajin, semangat belajar, malas
sekolah, suka jahil, pendiam, pemalu, banyak bicara, dan masih banyak lagi
sifat peserta didik yang kesemuanya itu juga bisa membedakan mereka dalam
menyerap ilmu pengetahuan. Di sinilah masalah yang harus dihadapi guru, yaitu
sulitnya menentukan metode pembelajaran yang sangat efektif yang memudahkan
semua siswa dengan keunikannya masing-masing dapat menerima pelajaran dengan
baik.
Kembali pada
masalah hukuman. Setiap pagi, sarapan saya adalah siswa-siswi yang dihukum
bersih-bersih atau menyiram bunga karena telat masuk. Tidak hanya itu, beberapa
siswa dipanggil untuk kemudian dibariskan di halaman sekolah, siswa bolos sekolah, siswa dikeluarkan
karena tidak mengikuti pelajaran sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi
saya.
Pertanyaannya,
adakah yang salah dengan sistem ini?
Setiap
siswa yang melanggar peraturan dihukum dan banyak juga dari siswa lain yang
melihat proses penghukuman ini, namun kenapa setiap hari masih ada juga yang
menginginkan hukuman alias tetap melanggar peraturan? Apa yang salah? Apakah hukumannya
dirasa begitu ringan? Ataukah dari siswanya merasa lebih senang saat diluar
kelas (meski dihukum) dari pada harus belajar di dalam kelas?
Memang, ada
sebagian besar siswa menganggap sekolah adalah penjara baginya. Kita tidak bisa
menyalahkan siswa soal ini, karena memang biasanya pembelajaran di kelas merasa
melelahkan, membosankan. Belum juga dengan teman-teman kelas yang kurang
bersahabat dengannya. Ini bisa membuat siswa menganggap sekolah seperti neraka.
Kita juga
tidak boleh menjustifikasi siswa ini bodoh atau siswa ini apalah, karena
setiap orang pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sama halnya dengan Thomas
Alfa Edison, dia dikatakan idiot oleh gurunya karena pertanyaannya yang tidak
masuk akal dengan pelajaran, pertanyaan aneh yang menurut gurunya tidak pantas
untuk dijawab. Namun, dengan pertanyaan-pertanyaan anehnya, dengan rasa
penasaran dan keingintahuan yang tinggi, Thomas malah menjadi ilmuan yang
berhasil menciptakan bola lampu pijar. Jangan
memandang siswa dari sebelah mata.
Dengan keunikan
siswa tersebut, tidak salah menghukum siswa yang memang tidak taat pada aturan.
Namun, alangkah baiknya jika hukuman itu kreatif dan membangun. Bukan hanya
hukuman yang jadul seperti membersihkan WC atau lari-lari mengelilingi lapangan
berapa kali.
Berbicara hukuman
kreatif, saya teringat dengan suatu pondok. Pondok tersebut mempunyai aturan,
barang siapa yang melanggar aturan, maka hukumanya adalah mengolah kedelai
menjadi tempe selama beberapa minggu. Mungkin keluar dari pondok itu, sang
bocah bisa menjadi juragan tempe. Keren bukan?? Sistem hukuman yang patut
dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.
Mari ciptakan
hukuman sekreatif mungkin
kayaknya kalo lari2 dan membersihkan wc masih ok lah, menjadi hukuman, kan sekalian olah raga dan belajar bersih2,
BalasHapusIyaaa.. mungkin lebih baik lagi jika ditambah hafalan surat2 gitu... hehe
HapusKreatif menghukum kayanya jarang deh di sini
BalasHapusIyaaaa... mari diciptakan dan dibiasakan.. hehehe
Hapus