Jumat, 23 Oktober 2015

Creative of Punishment

Punishment atau hukuman, sanksi adalah sebuah kata yang selalu berkeliaran di sekelilingku. Dari TK sampai mahasiswa, kata itu – apapun bentuknya - selalu saya hindari. Apapun yang terjadi, pokoknya saya gak mau kena hukuman, sumpah malu-maluin. Sering bahkan hampir setiap hari dihukum saat duduk di kelas TK saja itu sudah lebih dari cukup. Dan cukup membuatku kapok. Perlu digaris bawahi bahwasanya mendapat hukuman karena melanggar peraturan adalah moment yang bakalan sulit saya lupain.

Resiko mengambil study jurusan pendidikan adalah back to school . Ya, kembali lagi ke sekolah dengan peran yang berbeda. Bedanya, sekarang saya adalah guru bagi mereka siswa-siswa yang unik. Siswa dikatakan unik, karena memang setiap mereka berbeda satu sama lain. Ada siswa pandai, rajin, semangat belajar, malas sekolah, suka jahil, pendiam, pemalu, banyak bicara, dan masih banyak lagi sifat peserta didik yang kesemuanya itu juga bisa membedakan mereka dalam menyerap ilmu pengetahuan. Di sinilah masalah yang harus dihadapi guru, yaitu sulitnya menentukan metode pembelajaran yang sangat efektif yang memudahkan semua siswa dengan keunikannya masing-masing dapat menerima pelajaran dengan baik. 


Kembali pada masalah hukuman. Setiap pagi, sarapan saya adalah siswa-siswi yang dihukum bersih-bersih atau menyiram bunga karena telat masuk. Tidak hanya itu, beberapa siswa dipanggil untuk kemudian dibariskan di  halaman sekolah, siswa bolos sekolah, siswa dikeluarkan karena tidak mengikuti pelajaran sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi saya. 

Pertanyaannya, adakah yang salah dengan sistem ini? 

Setiap siswa yang melanggar peraturan dihukum dan banyak juga dari siswa lain yang melihat proses penghukuman ini, namun kenapa setiap hari masih ada juga yang menginginkan hukuman alias tetap melanggar peraturan? Apa yang salah? Apakah hukumannya dirasa begitu ringan? Ataukah dari siswanya merasa lebih senang saat diluar kelas (meski dihukum) dari pada harus belajar di dalam kelas? 

Memang, ada sebagian besar siswa menganggap sekolah adalah penjara baginya. Kita tidak bisa menyalahkan siswa soal ini, karena memang biasanya pembelajaran di kelas merasa melelahkan, membosankan. Belum juga dengan teman-teman kelas yang kurang bersahabat dengannya. Ini bisa membuat siswa menganggap sekolah seperti neraka.

Kita juga tidak boleh menjustifikasi siswa ini bodoh atau siswa ini apalah, karena setiap orang pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sama halnya dengan Thomas Alfa Edison, dia dikatakan idiot oleh gurunya karena pertanyaannya yang tidak masuk akal dengan pelajaran, pertanyaan aneh yang menurut gurunya tidak pantas untuk dijawab. Namun, dengan pertanyaan-pertanyaan anehnya, dengan rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi, Thomas malah menjadi ilmuan yang berhasil menciptakan bola lampu pijar.  Jangan memandang siswa dari sebelah mata.

Dengan keunikan siswa tersebut, tidak salah menghukum siswa yang memang tidak taat pada aturan. Namun, alangkah baiknya jika hukuman itu kreatif dan membangun. Bukan hanya hukuman yang jadul seperti membersihkan WC atau lari-lari mengelilingi lapangan berapa kali.

Berbicara hukuman kreatif, saya teringat dengan suatu pondok. Pondok tersebut mempunyai aturan, barang siapa yang melanggar aturan, maka hukumanya adalah mengolah kedelai menjadi tempe selama beberapa minggu. Mungkin keluar dari pondok itu, sang bocah bisa menjadi juragan tempe. Keren bukan?? Sistem hukuman yang patut dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.

Mari ciptakan hukuman sekreatif mungkin

4 komentar:

  1. kayaknya kalo lari2 dan membersihkan wc masih ok lah, menjadi hukuman, kan sekalian olah raga dan belajar bersih2,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa.. mungkin lebih baik lagi jika ditambah hafalan surat2 gitu... hehe

      Hapus
  2. Kreatif menghukum kayanya jarang deh di sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaaa... mari diciptakan dan dibiasakan.. hehehe

      Hapus

Like Me :)

Creative of Punishment

Punishment atau hukuman, sanksi adalah sebuah kata yang selalu berkeliaran di sekelilingku. Dari TK sampai mahasiswa, kata itu – apapun bentuknya - selalu saya hindari. Apapun yang terjadi, pokoknya saya gak mau kena hukuman, sumpah malu-maluin. Sering bahkan hampir setiap hari dihukum saat duduk di kelas TK saja itu sudah lebih dari cukup. Dan cukup membuatku kapok. Perlu digaris bawahi bahwasanya mendapat hukuman karena melanggar peraturan adalah moment yang bakalan sulit saya lupain.

Resiko mengambil study jurusan pendidikan adalah back to school . Ya, kembali lagi ke sekolah dengan peran yang berbeda. Bedanya, sekarang saya adalah guru bagi mereka siswa-siswa yang unik. Siswa dikatakan unik, karena memang setiap mereka berbeda satu sama lain. Ada siswa pandai, rajin, semangat belajar, malas sekolah, suka jahil, pendiam, pemalu, banyak bicara, dan masih banyak lagi sifat peserta didik yang kesemuanya itu juga bisa membedakan mereka dalam menyerap ilmu pengetahuan. Di sinilah masalah yang harus dihadapi guru, yaitu sulitnya menentukan metode pembelajaran yang sangat efektif yang memudahkan semua siswa dengan keunikannya masing-masing dapat menerima pelajaran dengan baik. 


Kembali pada masalah hukuman. Setiap pagi, sarapan saya adalah siswa-siswi yang dihukum bersih-bersih atau menyiram bunga karena telat masuk. Tidak hanya itu, beberapa siswa dipanggil untuk kemudian dibariskan di  halaman sekolah, siswa bolos sekolah, siswa dikeluarkan karena tidak mengikuti pelajaran sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi saya. 

Pertanyaannya, adakah yang salah dengan sistem ini? 

Setiap siswa yang melanggar peraturan dihukum dan banyak juga dari siswa lain yang melihat proses penghukuman ini, namun kenapa setiap hari masih ada juga yang menginginkan hukuman alias tetap melanggar peraturan? Apa yang salah? Apakah hukumannya dirasa begitu ringan? Ataukah dari siswanya merasa lebih senang saat diluar kelas (meski dihukum) dari pada harus belajar di dalam kelas? 

Memang, ada sebagian besar siswa menganggap sekolah adalah penjara baginya. Kita tidak bisa menyalahkan siswa soal ini, karena memang biasanya pembelajaran di kelas merasa melelahkan, membosankan. Belum juga dengan teman-teman kelas yang kurang bersahabat dengannya. Ini bisa membuat siswa menganggap sekolah seperti neraka.

Kita juga tidak boleh menjustifikasi siswa ini bodoh atau siswa ini apalah, karena setiap orang pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sama halnya dengan Thomas Alfa Edison, dia dikatakan idiot oleh gurunya karena pertanyaannya yang tidak masuk akal dengan pelajaran, pertanyaan aneh yang menurut gurunya tidak pantas untuk dijawab. Namun, dengan pertanyaan-pertanyaan anehnya, dengan rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi, Thomas malah menjadi ilmuan yang berhasil menciptakan bola lampu pijar.  Jangan memandang siswa dari sebelah mata.

Dengan keunikan siswa tersebut, tidak salah menghukum siswa yang memang tidak taat pada aturan. Namun, alangkah baiknya jika hukuman itu kreatif dan membangun. Bukan hanya hukuman yang jadul seperti membersihkan WC atau lari-lari mengelilingi lapangan berapa kali.

Berbicara hukuman kreatif, saya teringat dengan suatu pondok. Pondok tersebut mempunyai aturan, barang siapa yang melanggar aturan, maka hukumanya adalah mengolah kedelai menjadi tempe selama beberapa minggu. Mungkin keluar dari pondok itu, sang bocah bisa menjadi juragan tempe. Keren bukan?? Sistem hukuman yang patut dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.

Mari ciptakan hukuman sekreatif mungkin

4 komentar:

  1. kayaknya kalo lari2 dan membersihkan wc masih ok lah, menjadi hukuman, kan sekalian olah raga dan belajar bersih2,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa.. mungkin lebih baik lagi jika ditambah hafalan surat2 gitu... hehe

      Hapus
  2. Kreatif menghukum kayanya jarang deh di sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaaa... mari diciptakan dan dibiasakan.. hehehe

      Hapus

Blog Design by W-Blog