Jumat, 13 November 2015

Hari Ke-40


“Pantaskah aku menyesali semua ini? Di saat semua telah pergi karena kebodohanku?” itulah kalimat yang selalu berkecamuk di otak Fara.

Di atas ranjang pribadinya, dia merebahkan badannya dan menatap langit-langit kamarnya sambil membayangkan kejadian dua bulan yang lalu yang seharusnya tidak dia kerjakan. Seribu penyesalan telah berhasil membuat matanya berair, “Aku benar-benar minta maaf” ucapnya lirih.

Dari langit-langit kamarnya, Fara mengarahkan pandangannya pada benda bundar. Dari benda tersebut, dapat terbaca 19.00, pukul tujuh malam. Ia pun teringat dengan sebuah benda yang secara tidak sadar membuat hubungannya dengan Randy semakin dekat dan semakin membaik. Segera dia mengambil benda itu dari laci meja kamarnya dan kembali duduk di atas ranjangnya.

“Aku akan segera mengakhiri penyesalan ini” ucapnya sambil mengaktifkan benda tersebut.

Sebuah lagu dari Armada baru saja diluncurkan, sekarang hanya terdengar suara Ahyar yang lagi kirim-kirim salam dan membacakan pesan dari pasien-pasiennya. Fara pun segera mengetik pesan dan mengirimkan ke nomor radio tersebut.




Satu minggu.

Dua minggu.

Tiga minggu.

Menunggu jawaban dalam waktu tiga minggu bukanlah hal yang mudah bagi Fara. Setiap pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00 selama tiga minggu  itu Fara menjadi pendengar setianya Ahyar si penyiar radio. Selama tiga minggu itu pula Fara selalu mengirimkan pesan indah serta meminta sebuah lagu yang hanya ditujukan pada Randy.

“Rindu yang bersemayam di hatiku, semakin hari semakin menggebu. Inginku menatap lagi mata yang sempat menggetarkan hatiku, inginku melihat kembali senyum yang telah melelahkan hatiku. Namun kau menghilang bagaikan ditelan bumi, sehingga sulit mata ini untuk menemukan sosokmu. Kini aku sadar, mungkin keinginan itu selamanya akan berupa keinginan, entah kapan akan terwujud dan entah sampai kapan rindu ini menggrogoti hatiku, kurasa hanya waktu yang mampu menjawabnya”.

“Maaf atas semua yang kulakukan padamu. Aku tahu hatimu telah tertutupi oleh sikapku yang menyepelekan perasaanmu, sehingga sulit bagimu memaafkanku. Beribu-ribu penyesalan telah kuungkapkan dan didengarkan oleh lebih dari seratus orang. Masihkah engkau meragukan penyesalan dan permohonan maafku? Kumohon, bersedialah untu kembali mewarnai hidupku”.

Itulah pesan yang ditujukan kepada Randy. Fara berharap Randy masih setia mendengarkan radio tersebut seperti ketika hubungan mereka masih membaik, sehingga pesan-pesan Fara dapat tersampaikan pada alamat yang tepat. Namun, satu bulan sudah tidak ada tanda-tanda Randy menanggapi pesannya, Fara pun mulai putus asa dengan harapannya bisa bersama Randy kembali.

“Saat jasad dan ruhku nanti tak lagi menyatu, akankah rasa ini tersampaikan?”
Empat puluh hari sudah Fara mengirimkan pesan ke radio, dan kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Ahyar membuat Randy kaget seketika. “Apa maksud dari pernyataan Fara tersebut?” pikirnya. Segera saja Randy meraih ponselnya,

”Ra, apa maksud dari pesanmu di radio tadi? Aku selalu mendengarkan apa yang kamu sampaikan Ra. Tapi maaf aku tidak membalasnya. Bukan karena aku belum yakin, tapi aku ingin tahu sejauh mana usahamu untuk mengembalikan hubungan kita. Usahamu sudah cukup baik Ra. Akupun ingin bersamamu lagi. Jika ada waktu, bisakah kita bertemu lagi?”

Randy terlihat panic menunggu jawaban dari Fara. Dia memandang layar HPnya, terpampang nama Fara sedang memanggil. Segera dia menjawab panggilan Fara, “Bagaimana Ra?”
“Nak, maafkan semua salah Fara ya” terdengar di seberang sana seorang Ibu berkata sambil menangis.


Sebuah Cerpen dari Keterpaksaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Like Me :)

Hari Ke-40


“Pantaskah aku menyesali semua ini? Di saat semua telah pergi karena kebodohanku?” itulah kalimat yang selalu berkecamuk di otak Fara.

Di atas ranjang pribadinya, dia merebahkan badannya dan menatap langit-langit kamarnya sambil membayangkan kejadian dua bulan yang lalu yang seharusnya tidak dia kerjakan. Seribu penyesalan telah berhasil membuat matanya berair, “Aku benar-benar minta maaf” ucapnya lirih.

Dari langit-langit kamarnya, Fara mengarahkan pandangannya pada benda bundar. Dari benda tersebut, dapat terbaca 19.00, pukul tujuh malam. Ia pun teringat dengan sebuah benda yang secara tidak sadar membuat hubungannya dengan Randy semakin dekat dan semakin membaik. Segera dia mengambil benda itu dari laci meja kamarnya dan kembali duduk di atas ranjangnya.

“Aku akan segera mengakhiri penyesalan ini” ucapnya sambil mengaktifkan benda tersebut.

Sebuah lagu dari Armada baru saja diluncurkan, sekarang hanya terdengar suara Ahyar yang lagi kirim-kirim salam dan membacakan pesan dari pasien-pasiennya. Fara pun segera mengetik pesan dan mengirimkan ke nomor radio tersebut.




Satu minggu.

Dua minggu.

Tiga minggu.

Menunggu jawaban dalam waktu tiga minggu bukanlah hal yang mudah bagi Fara. Setiap pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00 selama tiga minggu  itu Fara menjadi pendengar setianya Ahyar si penyiar radio. Selama tiga minggu itu pula Fara selalu mengirimkan pesan indah serta meminta sebuah lagu yang hanya ditujukan pada Randy.

“Rindu yang bersemayam di hatiku, semakin hari semakin menggebu. Inginku menatap lagi mata yang sempat menggetarkan hatiku, inginku melihat kembali senyum yang telah melelahkan hatiku. Namun kau menghilang bagaikan ditelan bumi, sehingga sulit mata ini untuk menemukan sosokmu. Kini aku sadar, mungkin keinginan itu selamanya akan berupa keinginan, entah kapan akan terwujud dan entah sampai kapan rindu ini menggrogoti hatiku, kurasa hanya waktu yang mampu menjawabnya”.

“Maaf atas semua yang kulakukan padamu. Aku tahu hatimu telah tertutupi oleh sikapku yang menyepelekan perasaanmu, sehingga sulit bagimu memaafkanku. Beribu-ribu penyesalan telah kuungkapkan dan didengarkan oleh lebih dari seratus orang. Masihkah engkau meragukan penyesalan dan permohonan maafku? Kumohon, bersedialah untu kembali mewarnai hidupku”.

Itulah pesan yang ditujukan kepada Randy. Fara berharap Randy masih setia mendengarkan radio tersebut seperti ketika hubungan mereka masih membaik, sehingga pesan-pesan Fara dapat tersampaikan pada alamat yang tepat. Namun, satu bulan sudah tidak ada tanda-tanda Randy menanggapi pesannya, Fara pun mulai putus asa dengan harapannya bisa bersama Randy kembali.

“Saat jasad dan ruhku nanti tak lagi menyatu, akankah rasa ini tersampaikan?”
Empat puluh hari sudah Fara mengirimkan pesan ke radio, dan kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Ahyar membuat Randy kaget seketika. “Apa maksud dari pernyataan Fara tersebut?” pikirnya. Segera saja Randy meraih ponselnya,

”Ra, apa maksud dari pesanmu di radio tadi? Aku selalu mendengarkan apa yang kamu sampaikan Ra. Tapi maaf aku tidak membalasnya. Bukan karena aku belum yakin, tapi aku ingin tahu sejauh mana usahamu untuk mengembalikan hubungan kita. Usahamu sudah cukup baik Ra. Akupun ingin bersamamu lagi. Jika ada waktu, bisakah kita bertemu lagi?”

Randy terlihat panic menunggu jawaban dari Fara. Dia memandang layar HPnya, terpampang nama Fara sedang memanggil. Segera dia menjawab panggilan Fara, “Bagaimana Ra?”
“Nak, maafkan semua salah Fara ya” terdengar di seberang sana seorang Ibu berkata sambil menangis.


Sebuah Cerpen dari Keterpaksaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design by W-Blog