Sabtu, 11 Maret 2017

Tak Ada Lepi Bukan Alasan untuk Berhenti Menulis

Bazar buku adalah salah satu yang ditunggu-tunggu oleh para kutu buku, termasuk saya dan teman-teman. Maka ketika ada informasi tentang bazar buku, kami selalu mendatangi minimal tahu buku apa saja yang diperdagangkan. Masalah beli atau tidak beli itu sih tergantung sukses tidaknya penampakan buku mengambil hati kami, hehe. Karena itu penerbit harus pintar-pintar membuat cover yang menarik minat pecinta buku ya? 

Lhoh??  Begitu kah? 

Eh ada yang salah ya? Oh iya, untuk para pemburu buku jangan hanya melihat buku dari covernya, lebih dari itu, lihatlah buku dari substansinya. Apalah arti cover menarik jika isinya tidak memberikan manfaat bagi kalian? Eh, tapi saya yakin kok, semua buku pasti memberikan manfaat bagi para pembacanya. 

Kembali pada bazar buku. 

Ketika berkeliling melihat buku-buku yang berjejer rapi, ada saja keinginan hati untuk melihat buku yang menampakkan namaku di sampul depan. Mungkin itu juga dirasakan oleh temanku. Buktinya, di sela-sela melototin judul buku dia berujar, "Ada lomba menulis cerpen dan artikel lho untuk kalangan pondok pesantren dan madrasah diniyah" katanya sambil sibuk dengan ponselnya. "Ini dia" lanjutnya sambil menyerahkan ponselnya kepadaku.


Aku pun membaca pengumuman yang ada di ponsel itu, tertulis dalam rangka memperingati hari lahirnya Majalah Madani yang ke-3 PPHM Ngunut mengadakan perlombaan penulisan artikel dan cerpen serta pembuatan karikatur yang semuanya bertemakan "Menumbuhkan Budaya Literasi Santri". Aku pun mengangguk. Tema yang mudah jika berusaha sungguh-sungguh, pikirku. 



"Ayo nyoba-nyoba ikut, lumayan" kataku sambil mengembalikan ponsel pada pemiliknya. 

"Iya oke siapa takut" jawabnya. 

Kami berdua seolah-olah mendapat tantangan mengumpulkan semangat menulis mengingat lama sekali kami vaccum dari kegiatan menulis. Saking lamanya kami tidak menulis, menjadikan butuh beberapa hari untuk menemukan ide apa yang harus saya tuangkan dalam cerpen dan artikel nanti. Ya, kami berdua sepakat untuk mengirimkan 2 karya, cerpen dan artikel. Andai saja bisa menggambar, mungkin karikatur pun akan kami taklukkan haha. 

Tibalah hari yang aku tunggu itu, yaitu melintasnya ide-ide cemerlang di kepala ku. Takut kehilangan ide itu, aku pun segera menuangkannya dengan menuliskan di lepi Acerku. Ini lah yang salah dan jangan sampai terjadi lagi seperti ini. Salahnya aku melupakan nasihat "Jangan menunggu mendapat inspirasi lalu menulis, tapi menulislah maka kamu akan mendapatkan inspirasi".

Nasihat itu benar adanya, ini aku rasakan ketika aku menuliskan ide-ide yang muncul tersebut. Dan benar ide-ide lainnya yang tadinya belum terfikirkan pun juga langsung berdatangan. Ini yang membuat asyiknya menulis. Namun sayang, ketika asyik memencet tut tut huruf di keyboard, layar lepi pun tiba-tiba memutih. Apa yang terjadi? Aku sedikit panik, dan hal pertama yang aku fikirkan adalah bagaimana aku mendapatkan kembali tulisanku dua paragraf tadi?? 

Alhamdulillah, layar lepi pun kembali menampakkan lembar Ms. Word dengan 2 paragraf tulisan. Muncul perasaan tidak enak, aku pun langsung menyimpannya dan men copy di ponsel ku. Kemudian aku pun meneruskannya. Hanya dapat beberapa kalimat layar putih itu muncul lagi. Aku diam dan menunggu berharap lembar Ms. Word muncul kembali seperti sebelumnya. Tapi sayang, beberapa menit menunggu hasilnya tetap sama, layar tetap putih. 

"Apakah ini pertanda agar aku berhenti menulis dan tidak usah ikut lomba itu?" pikirku. 

Iya, aku hampir menyerah karena mana mungkin aku bisa menyelesaikan tulisan tanpa adanya lepi?  Hingga akhirnya aku teringat nasihat salah satu dosen yang juga penggiat literasi, beliau menyatakan bahwa menulis itu bisa dilakukan di mana saja, maksudnya tidak hanya di lepi. Majunya teknologi saat ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Canggihnya ponsel saat ini sangat rugi jika hanya digunakan untuk chatting an saja, dan alangkah berartinya ketika ponsel itu adalah alat penghasil karya-karya kita. Beliau juga menceritakan bahwa beliau juga menulis di ponselnya, baru kemudian dipindah di lepinya. 

Aku pun berfikir, bahwa aku pasti bisa menghasilkan 2 tulisan walau LCD lepi lagi rusak. Kumasukkan lima lembar kertas A4 ke dalam tas yang selalu aku bawa ke mana-mana. Maka saat di perpustakaan, di masjid ketika menunggu adik-adik siap belajar membaca AlQuran aku pun menuliskan di kertas itu. Jika sekiranya sudah mendapatkan beberapa baris, baru aku tuliskan di tablet ku. Dengan demikian secara tidak langsung aku sudah menulis sambil mengedit satu kali tulisanku. 

Itu aku lakukan sampai hampir H-2 pengumpulan karya. Ketika aku sudah lelah menulis di tablet, aku pun pinjam lepi teman sekelasku untuk menambah sedikit tulisan serta untuk pengeditan. Tidak hanya lepinya, saya juga memintanya membaca tulisan sementara saya untuk kemudian aku ingin dikritik untuk perbaikan tulisanku. Yah meskipun akhirnya dia hanya bilang "sudah bagus", dan aku yakin itu karena sungkan kepada saya. Andai saja kata "sungkan" dihapuskan di bumi ini haha. 

Tepat tanggal 11 Februari 2017 artikel dan cerpen saya pun selesai. Begitu juga dengan artikel dan cerpen temanku. Lalu kami pun siap meluncur ke pondok untuk mengumpulkan karya tersebut. Usaha telah dilakukan semaksimal mungkin dan waktunya untuk berdoa dan bertawakal, menyerahkan urusan kepada Allah semoga diberi yang terbaik. 

Atas terselesaikannya cerpen dan artikel tersebut, saya ucapkan syukron jazakillah kepada kalian semua yang telah membantu penyelesaian tulisan tersebut. Terima Kasih kepada Imroatus Sholichah, teman seperjuangan yang telah berkenan memberikan info perlombaan dan masih banyak lagi kebaikanmu yang tidak mungkin disebutkan, ciieee. 

Terima Kasih kepada Levi Hafidzah telah dengan ikhlas meminjamkan lepi dan mau membaca coretan saya. 

Terima Kasih juga kepada yang telah sabar menjawab pertanyaanku mengenai pondok pesantren dan santri itu sendiri, maklum orang ini belum pernah makan bangunan pondok hehe. 

Terima Kasih kepada Kang Abik karena karya-karyanya telah memberikan inspirasi bagi penulisan cerpen tersebut. 

Terima Kasih bapak ibuk yang selalu mendukung ku untuk menulis. 

Dan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan itu semua kepada hamba. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Like Me :)

Tak Ada Lepi Bukan Alasan untuk Berhenti Menulis

Bazar buku adalah salah satu yang ditunggu-tunggu oleh para kutu buku, termasuk saya dan teman-teman. Maka ketika ada informasi tentang bazar buku, kami selalu mendatangi minimal tahu buku apa saja yang diperdagangkan. Masalah beli atau tidak beli itu sih tergantung sukses tidaknya penampakan buku mengambil hati kami, hehe. Karena itu penerbit harus pintar-pintar membuat cover yang menarik minat pecinta buku ya? 

Lhoh??  Begitu kah? 

Eh ada yang salah ya? Oh iya, untuk para pemburu buku jangan hanya melihat buku dari covernya, lebih dari itu, lihatlah buku dari substansinya. Apalah arti cover menarik jika isinya tidak memberikan manfaat bagi kalian? Eh, tapi saya yakin kok, semua buku pasti memberikan manfaat bagi para pembacanya. 

Kembali pada bazar buku. 

Ketika berkeliling melihat buku-buku yang berjejer rapi, ada saja keinginan hati untuk melihat buku yang menampakkan namaku di sampul depan. Mungkin itu juga dirasakan oleh temanku. Buktinya, di sela-sela melototin judul buku dia berujar, "Ada lomba menulis cerpen dan artikel lho untuk kalangan pondok pesantren dan madrasah diniyah" katanya sambil sibuk dengan ponselnya. "Ini dia" lanjutnya sambil menyerahkan ponselnya kepadaku.


Aku pun membaca pengumuman yang ada di ponsel itu, tertulis dalam rangka memperingati hari lahirnya Majalah Madani yang ke-3 PPHM Ngunut mengadakan perlombaan penulisan artikel dan cerpen serta pembuatan karikatur yang semuanya bertemakan "Menumbuhkan Budaya Literasi Santri". Aku pun mengangguk. Tema yang mudah jika berusaha sungguh-sungguh, pikirku. 



"Ayo nyoba-nyoba ikut, lumayan" kataku sambil mengembalikan ponsel pada pemiliknya. 

"Iya oke siapa takut" jawabnya. 

Kami berdua seolah-olah mendapat tantangan mengumpulkan semangat menulis mengingat lama sekali kami vaccum dari kegiatan menulis. Saking lamanya kami tidak menulis, menjadikan butuh beberapa hari untuk menemukan ide apa yang harus saya tuangkan dalam cerpen dan artikel nanti. Ya, kami berdua sepakat untuk mengirimkan 2 karya, cerpen dan artikel. Andai saja bisa menggambar, mungkin karikatur pun akan kami taklukkan haha. 

Tibalah hari yang aku tunggu itu, yaitu melintasnya ide-ide cemerlang di kepala ku. Takut kehilangan ide itu, aku pun segera menuangkannya dengan menuliskan di lepi Acerku. Ini lah yang salah dan jangan sampai terjadi lagi seperti ini. Salahnya aku melupakan nasihat "Jangan menunggu mendapat inspirasi lalu menulis, tapi menulislah maka kamu akan mendapatkan inspirasi".

Nasihat itu benar adanya, ini aku rasakan ketika aku menuliskan ide-ide yang muncul tersebut. Dan benar ide-ide lainnya yang tadinya belum terfikirkan pun juga langsung berdatangan. Ini yang membuat asyiknya menulis. Namun sayang, ketika asyik memencet tut tut huruf di keyboard, layar lepi pun tiba-tiba memutih. Apa yang terjadi? Aku sedikit panik, dan hal pertama yang aku fikirkan adalah bagaimana aku mendapatkan kembali tulisanku dua paragraf tadi?? 

Alhamdulillah, layar lepi pun kembali menampakkan lembar Ms. Word dengan 2 paragraf tulisan. Muncul perasaan tidak enak, aku pun langsung menyimpannya dan men copy di ponsel ku. Kemudian aku pun meneruskannya. Hanya dapat beberapa kalimat layar putih itu muncul lagi. Aku diam dan menunggu berharap lembar Ms. Word muncul kembali seperti sebelumnya. Tapi sayang, beberapa menit menunggu hasilnya tetap sama, layar tetap putih. 

"Apakah ini pertanda agar aku berhenti menulis dan tidak usah ikut lomba itu?" pikirku. 

Iya, aku hampir menyerah karena mana mungkin aku bisa menyelesaikan tulisan tanpa adanya lepi?  Hingga akhirnya aku teringat nasihat salah satu dosen yang juga penggiat literasi, beliau menyatakan bahwa menulis itu bisa dilakukan di mana saja, maksudnya tidak hanya di lepi. Majunya teknologi saat ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Canggihnya ponsel saat ini sangat rugi jika hanya digunakan untuk chatting an saja, dan alangkah berartinya ketika ponsel itu adalah alat penghasil karya-karya kita. Beliau juga menceritakan bahwa beliau juga menulis di ponselnya, baru kemudian dipindah di lepinya. 

Aku pun berfikir, bahwa aku pasti bisa menghasilkan 2 tulisan walau LCD lepi lagi rusak. Kumasukkan lima lembar kertas A4 ke dalam tas yang selalu aku bawa ke mana-mana. Maka saat di perpustakaan, di masjid ketika menunggu adik-adik siap belajar membaca AlQuran aku pun menuliskan di kertas itu. Jika sekiranya sudah mendapatkan beberapa baris, baru aku tuliskan di tablet ku. Dengan demikian secara tidak langsung aku sudah menulis sambil mengedit satu kali tulisanku. 

Itu aku lakukan sampai hampir H-2 pengumpulan karya. Ketika aku sudah lelah menulis di tablet, aku pun pinjam lepi teman sekelasku untuk menambah sedikit tulisan serta untuk pengeditan. Tidak hanya lepinya, saya juga memintanya membaca tulisan sementara saya untuk kemudian aku ingin dikritik untuk perbaikan tulisanku. Yah meskipun akhirnya dia hanya bilang "sudah bagus", dan aku yakin itu karena sungkan kepada saya. Andai saja kata "sungkan" dihapuskan di bumi ini haha. 

Tepat tanggal 11 Februari 2017 artikel dan cerpen saya pun selesai. Begitu juga dengan artikel dan cerpen temanku. Lalu kami pun siap meluncur ke pondok untuk mengumpulkan karya tersebut. Usaha telah dilakukan semaksimal mungkin dan waktunya untuk berdoa dan bertawakal, menyerahkan urusan kepada Allah semoga diberi yang terbaik. 

Atas terselesaikannya cerpen dan artikel tersebut, saya ucapkan syukron jazakillah kepada kalian semua yang telah membantu penyelesaian tulisan tersebut. Terima Kasih kepada Imroatus Sholichah, teman seperjuangan yang telah berkenan memberikan info perlombaan dan masih banyak lagi kebaikanmu yang tidak mungkin disebutkan, ciieee. 

Terima Kasih kepada Levi Hafidzah telah dengan ikhlas meminjamkan lepi dan mau membaca coretan saya. 

Terima Kasih juga kepada yang telah sabar menjawab pertanyaanku mengenai pondok pesantren dan santri itu sendiri, maklum orang ini belum pernah makan bangunan pondok hehe. 

Terima Kasih kepada Kang Abik karena karya-karyanya telah memberikan inspirasi bagi penulisan cerpen tersebut. 

Terima Kasih bapak ibuk yang selalu mendukung ku untuk menulis. 

Dan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan itu semua kepada hamba. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design by W-Blog