Senin, 30 Oktober 2017

Semangat Literasi

“Kemarin aku beli novel 5 cm”.
“5 cm film yang lagi sering dibacarakan anak-anak itu?” Aku kaget mendengar dan mengetahui bahwa ternyata film keren itu ada novelnya.
“Iya, keren banget lho. Coba saja baca, pasti lebih keren dari filmnya”. Masa iya sih. Rasa penasaran mendatangiku dan tak ada salahnya mencoba kan, lalu aku pun meminjam novelnya dengan anggapan pasti lebih seru setelah membaca novel dilanjutin nonton filmnya. Temankupun dengan senang dan ikhlas meminjamkan novelnya padaku.
Setelah mengkhatamkan novel tersebut, aku merasa bahwa membaca itu suatu kegiatan yang luar biasa. Dalam membaca novel tersebut, aku mendapati pengalaman orang lain yang unik, aku mendapati kalimat-kalimat yang walau terlihat sederhana namun memberikan energi positif bagi pembacanya, dan aku menjadikan suatu hal yang tidak ku tahu sebelumnya menjadi hal yang terdaftar sebagai pengetahuan baruku.
 
Dengan menyadari kekuatan dalam membaca, akupun kecanduan untuk membaca dan membaca. Aku meminjam buku lagi pada temanku setelah kukembalikan buku yang usai kubaca. Kesadaranku akan perlunya membaca semakin hari semakin naik, ini membuatku mengharuskan diriku untuk menjadikan membaca sebagai kebutuhan.
Semakin hari semakin banyak buku yang ingin aku baca. Karena tidak mau dibilang teman parasit, aku pun mencoba ke toko buku terdekat untuk hunting buku. Pertama ke toko buku, aku belum mempunyai tujuan dengan buku yang hendak aku beli. Yang ada di pikiranku saat itu adalah pokoknya aku wajib membeli buku yang menarik. Beberapa menit berkeliling melihat-lihat buku ataupun membaca sinopsisnya, akhirnya aku terpaku pada buku yang memperlihatkan lima wajah berbeda di bagian covernya.
Buku dengan cover berdominasi warna merah dan berjudul My Life as Writer membuatku berangan-angan alangkah kerennya menjadi seorang penulis yang hebat. Di toko buku itulah mimpi baru sebagai seorang penulis mendatangiku. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya aku yakin untuk membeli buku tersebut dan siap menjelajahi kehidupan kelima penulis yang hebat dalam buku itu.
Seiring dengan bertambah tingkatnya hobiku membaca, aku ingin meletakkan namaku di halaman sampul buku seperti halnya nama-nama orang hebat yang tertera di halaman depan buku-buku yang pernah aku baca. Bagiku mereka begitu hebat menyusun huruf-huruf menjadi kata per kata yang selanjutnya dirangkai menjadi kalimat yang luar biasa. Aku ingin menjadi penulis seperti mereka, yang mudah menggoreskan hitam di atas putih.
Orang sukses adalah orang yang berani bermimpi sekaligus memperjuangkannya. Ya, aku harus berjuang demi menggapai mimpiku yang satu ini. Awalnya sangat sulit memang, apalagi  aku juga gak tahu bagaimana aku memulainya. Aku teringat buku My Life as Writer, beberapa orang dari kelimanya ternyata awalnya hanya menulis diary. Tapi menurutku, itu hal biasa, karena menulis diary sudah aku lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
Lalu, akupun memulainya dengan menulis sebuah cerita pendek. Aku bingung cerita apa yang harus kutulis. Masalah ide sih, sebenarnya sudah ada, namun selalu berhenti di tengah jalan. Bingung mau nulis apalagi untuk meneruskan cerita cerpen ini. Inilah yang membuat jengkel. Dan yang terjadi, cerpen yang cuma empat lembar tersebut selesai dengan waktu yang panjang. Saking panjangnya aku lupa ada berapa minggu pembuatan cerpen tersebut.
Melihat cerita ku sudah finish, ada kesenangan sendiri di dalam hati. Walaupun ketika aku membacanya, dan semakin sering aku membacanya, malah aku semakin tersadar bahwa cerita karyaku sangan geje alias gak jelas. Tulisan pertamaku yang hanya tawar, tidak ada rasanya sama sekali, begitu hambar.
Dengan kejelekan tulisanku, aku tidak beranggapan bahwa aku tidak bisa menulis. Aku memahami memang seperti inilah pembelajaran, tidak bisa untuk menjadi langsung sempurna. Untuk meraih kesempurnaan tersebut, memang dibutuhkan banyak kegagalan yang mana dengan kegagalan tersebut, kita akan tahu di mana letak kesalahan tersebut dan bisa berusaha untuk menjadi lebih baik. Kegagalanlah yang menghantarkan ke pintu gerbang kesuksesan.
Selanjutnya, aku mencoba menulis cerpen yang kedua, dengan usaha menaburkan sedikit bumbu-bumbu biar tulisanku ini tidak hambar dibaca. Merasa cerpenku lebih baik dari yang pertama, aku memberanikan diri untuk meminta saudaraku membacanya. Berharap dia mau memberi kritikan yang membangun untuk tulisanku ke depannya. Yah, walaupun menurutku sudah lumayan dari yang dulu, tetap saja aku sadar kalau masih ada kekurangan. Maklum, masih awam soal kepenulisan.
Mungkin aku minta kritikan pada orang yang salah. Kenapa begitu? Karena saudaraku hanya berkomentar kalau tulisanku bagus dan ia tidak mengungkapkan kekurangannya. Malahan dengan membaca tulisanku yang menurutnya bagus itu, ia menganggap kalau aku berbakat menulis hingga ia menyuruhku menjadi penulis. Memotivasi sih, tapi kadang pujianlah yang membuat kita menjadi lengah.
Akhirnya aku mengambil sisi positifnya saja, kalau memang tulisanku benar-benar bagus berarti aku terus berlatih dan berlatih untuk mengembangkan tulisanku menjadi lebih baik. Lalu aku menggunakan jasa twitter dan blogger untuk pengembangan tulisanku. Aku akan bersemangat membaca postingan yang membagikan ilmu tentang kepenulisan atau tulisan yang sekedar untuk memotivasi bagaimana menjadi penulis profesional.
Lebih dari itu, aku juga giat mencari-cari event lomba menulis dan tertarik untuk berpatisipasi apabila event nya sesuai kemampuanku. Walau hadiahnya tidak seberapa, namun aku tetap bersemangat mengikutinya. Yang penting bukanlah hadiah yang didapat, lagipula aku sadar peluang memenangkannya sungguh tipis, mengingat saingan banyak dan kemampuan mereka lebih di atas daripada aku. Tulisanku dibaca oleh orang banyak (ketika lomba blogger) ataupun dibaca oleh juri yang bersangkutan, bagiku itu sudah cukup.
Semakin banyak aku mengikuti lomba menulis, semakin banyak kekalahan yang aku terima. Namun, semakin bertambah pula semangatku untuk terus berkarya. Dengan tekad dan keyakinan, aku yakin suatu saat nanti aku bisa memenangkannya. Akupun menjadi lebih senang dalam mengikuti lomba menulis, apalagi yang menjadi  hadiah adalah tulisan kita akan dibukukan. Setidaknya kalau aku bisa menang, aku bisa menuliskan namaku di tengah-tengah nama-nama penulis yang lebih hebat lainnya.
Dengan keyakinan dan semangat, tak lupa juga berdoa, akhirnya aku pernah memenangkan salah satu lomba yang diadakan oleh salah satu penerbit. Kemenangan ini aku jadikan motivasi untuk selalu menulis dan menulis. Semoga tulisanku bisa bermanfaat untuk yang lainnya.
Selalu ingat bahwasannya semakin banyak kegagalan yang kita dapatkan, semakin dekat pula kita pada kesuksesan. Karenanya, jangan mudah menyerah dan putus asa ketika hanya gagal yang kita dapatkan. Percayalah, anak tangga-anak tangga kegagalanlah yang mengantarkan kita ke puncak kesuksesan.

Tulisan ini telah diterbitkan oleh penerbit Indie AE Publishing (2015) dalam buku antologi yang berjudul Kisah Awal Menulis.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Like Me :)

Semangat Literasi

“Kemarin aku beli novel 5 cm”.
“5 cm film yang lagi sering dibacarakan anak-anak itu?” Aku kaget mendengar dan mengetahui bahwa ternyata film keren itu ada novelnya.
“Iya, keren banget lho. Coba saja baca, pasti lebih keren dari filmnya”. Masa iya sih. Rasa penasaran mendatangiku dan tak ada salahnya mencoba kan, lalu aku pun meminjam novelnya dengan anggapan pasti lebih seru setelah membaca novel dilanjutin nonton filmnya. Temankupun dengan senang dan ikhlas meminjamkan novelnya padaku.
Setelah mengkhatamkan novel tersebut, aku merasa bahwa membaca itu suatu kegiatan yang luar biasa. Dalam membaca novel tersebut, aku mendapati pengalaman orang lain yang unik, aku mendapati kalimat-kalimat yang walau terlihat sederhana namun memberikan energi positif bagi pembacanya, dan aku menjadikan suatu hal yang tidak ku tahu sebelumnya menjadi hal yang terdaftar sebagai pengetahuan baruku.
 
Dengan menyadari kekuatan dalam membaca, akupun kecanduan untuk membaca dan membaca. Aku meminjam buku lagi pada temanku setelah kukembalikan buku yang usai kubaca. Kesadaranku akan perlunya membaca semakin hari semakin naik, ini membuatku mengharuskan diriku untuk menjadikan membaca sebagai kebutuhan.
Semakin hari semakin banyak buku yang ingin aku baca. Karena tidak mau dibilang teman parasit, aku pun mencoba ke toko buku terdekat untuk hunting buku. Pertama ke toko buku, aku belum mempunyai tujuan dengan buku yang hendak aku beli. Yang ada di pikiranku saat itu adalah pokoknya aku wajib membeli buku yang menarik. Beberapa menit berkeliling melihat-lihat buku ataupun membaca sinopsisnya, akhirnya aku terpaku pada buku yang memperlihatkan lima wajah berbeda di bagian covernya.
Buku dengan cover berdominasi warna merah dan berjudul My Life as Writer membuatku berangan-angan alangkah kerennya menjadi seorang penulis yang hebat. Di toko buku itulah mimpi baru sebagai seorang penulis mendatangiku. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya aku yakin untuk membeli buku tersebut dan siap menjelajahi kehidupan kelima penulis yang hebat dalam buku itu.
Seiring dengan bertambah tingkatnya hobiku membaca, aku ingin meletakkan namaku di halaman sampul buku seperti halnya nama-nama orang hebat yang tertera di halaman depan buku-buku yang pernah aku baca. Bagiku mereka begitu hebat menyusun huruf-huruf menjadi kata per kata yang selanjutnya dirangkai menjadi kalimat yang luar biasa. Aku ingin menjadi penulis seperti mereka, yang mudah menggoreskan hitam di atas putih.
Orang sukses adalah orang yang berani bermimpi sekaligus memperjuangkannya. Ya, aku harus berjuang demi menggapai mimpiku yang satu ini. Awalnya sangat sulit memang, apalagi  aku juga gak tahu bagaimana aku memulainya. Aku teringat buku My Life as Writer, beberapa orang dari kelimanya ternyata awalnya hanya menulis diary. Tapi menurutku, itu hal biasa, karena menulis diary sudah aku lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
Lalu, akupun memulainya dengan menulis sebuah cerita pendek. Aku bingung cerita apa yang harus kutulis. Masalah ide sih, sebenarnya sudah ada, namun selalu berhenti di tengah jalan. Bingung mau nulis apalagi untuk meneruskan cerita cerpen ini. Inilah yang membuat jengkel. Dan yang terjadi, cerpen yang cuma empat lembar tersebut selesai dengan waktu yang panjang. Saking panjangnya aku lupa ada berapa minggu pembuatan cerpen tersebut.
Melihat cerita ku sudah finish, ada kesenangan sendiri di dalam hati. Walaupun ketika aku membacanya, dan semakin sering aku membacanya, malah aku semakin tersadar bahwa cerita karyaku sangan geje alias gak jelas. Tulisan pertamaku yang hanya tawar, tidak ada rasanya sama sekali, begitu hambar.
Dengan kejelekan tulisanku, aku tidak beranggapan bahwa aku tidak bisa menulis. Aku memahami memang seperti inilah pembelajaran, tidak bisa untuk menjadi langsung sempurna. Untuk meraih kesempurnaan tersebut, memang dibutuhkan banyak kegagalan yang mana dengan kegagalan tersebut, kita akan tahu di mana letak kesalahan tersebut dan bisa berusaha untuk menjadi lebih baik. Kegagalanlah yang menghantarkan ke pintu gerbang kesuksesan.
Selanjutnya, aku mencoba menulis cerpen yang kedua, dengan usaha menaburkan sedikit bumbu-bumbu biar tulisanku ini tidak hambar dibaca. Merasa cerpenku lebih baik dari yang pertama, aku memberanikan diri untuk meminta saudaraku membacanya. Berharap dia mau memberi kritikan yang membangun untuk tulisanku ke depannya. Yah, walaupun menurutku sudah lumayan dari yang dulu, tetap saja aku sadar kalau masih ada kekurangan. Maklum, masih awam soal kepenulisan.
Mungkin aku minta kritikan pada orang yang salah. Kenapa begitu? Karena saudaraku hanya berkomentar kalau tulisanku bagus dan ia tidak mengungkapkan kekurangannya. Malahan dengan membaca tulisanku yang menurutnya bagus itu, ia menganggap kalau aku berbakat menulis hingga ia menyuruhku menjadi penulis. Memotivasi sih, tapi kadang pujianlah yang membuat kita menjadi lengah.
Akhirnya aku mengambil sisi positifnya saja, kalau memang tulisanku benar-benar bagus berarti aku terus berlatih dan berlatih untuk mengembangkan tulisanku menjadi lebih baik. Lalu aku menggunakan jasa twitter dan blogger untuk pengembangan tulisanku. Aku akan bersemangat membaca postingan yang membagikan ilmu tentang kepenulisan atau tulisan yang sekedar untuk memotivasi bagaimana menjadi penulis profesional.
Lebih dari itu, aku juga giat mencari-cari event lomba menulis dan tertarik untuk berpatisipasi apabila event nya sesuai kemampuanku. Walau hadiahnya tidak seberapa, namun aku tetap bersemangat mengikutinya. Yang penting bukanlah hadiah yang didapat, lagipula aku sadar peluang memenangkannya sungguh tipis, mengingat saingan banyak dan kemampuan mereka lebih di atas daripada aku. Tulisanku dibaca oleh orang banyak (ketika lomba blogger) ataupun dibaca oleh juri yang bersangkutan, bagiku itu sudah cukup.
Semakin banyak aku mengikuti lomba menulis, semakin banyak kekalahan yang aku terima. Namun, semakin bertambah pula semangatku untuk terus berkarya. Dengan tekad dan keyakinan, aku yakin suatu saat nanti aku bisa memenangkannya. Akupun menjadi lebih senang dalam mengikuti lomba menulis, apalagi yang menjadi  hadiah adalah tulisan kita akan dibukukan. Setidaknya kalau aku bisa menang, aku bisa menuliskan namaku di tengah-tengah nama-nama penulis yang lebih hebat lainnya.
Dengan keyakinan dan semangat, tak lupa juga berdoa, akhirnya aku pernah memenangkan salah satu lomba yang diadakan oleh salah satu penerbit. Kemenangan ini aku jadikan motivasi untuk selalu menulis dan menulis. Semoga tulisanku bisa bermanfaat untuk yang lainnya.
Selalu ingat bahwasannya semakin banyak kegagalan yang kita dapatkan, semakin dekat pula kita pada kesuksesan. Karenanya, jangan mudah menyerah dan putus asa ketika hanya gagal yang kita dapatkan. Percayalah, anak tangga-anak tangga kegagalanlah yang mengantarkan kita ke puncak kesuksesan.

Tulisan ini telah diterbitkan oleh penerbit Indie AE Publishing (2015) dalam buku antologi yang berjudul Kisah Awal Menulis.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design by W-Blog